Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) akan menggelar sidang etik terhadap Ketua KPK Komjen Firli Bahuri, Selasa (25/8/2020). Sidang akan digelar di Gedung Anti-Corruption Learning Center KPK di Jalan HR Rasuna Said Kavling C1, Setiabudi, Jakarta Selatan.
"Sidang etik digelar pada 25 Agustus 2020 dengan terperiksa FB atas dugaan menggunakan helikopter pada saat perjalanan pribadi dari Palembang ke Baturaja," ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Rabu 19 Agustus 2020.
Baca Juga
Tumpak menyebut, Firli diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku 'integritas' pada Pasal 4 ayat (1) huruf c atau Pasal 4 ayat (1) huruf n atau Pasal 4 ayat (2) huruf m dan/atau 'Kepemimpinan' pada Pasal 8 ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020.
Advertisement
"Kami di Dewas serius untuk melakukan ini dan kami harap masyarakat juga terus mengawasi KPK dan proses yang berjalan ini," kata Tumpak.
Pelaksanaan sidang etik ini mengacu pada Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 3 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Pedomen Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pada Pasal 8 aturan tersebut diatur sidang dugaan pelanggaran etik digelar secara tertutup, sedangkan pembacaan putusan akan disampaikan secara terbuka. Para terperiksa juga akan diberikan kesempatan untuk didampingi dan menghadirkan bukti yang relevan di proses persidangan tersebut.
Sidang dugaan pelanggaran etik terhadap Firli digelar Dewas KPK atas aduan dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI).
MAKI melaporkan Firli lantaran dalam peraturan yang dikeluarkan Dewas KPK, tetulis insan KPK dilarang bergaya hidup mewah. MAKI menduga Firli melanggar peraturan tersebut karena menumpangi helikopter bertuliskan PK-JTO.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Gaya Hidup Hedonis
Dalam peraturan yang dikeluarkan dewan pengawas, disebutkan insan KPK dilarang bergaya hidup hedonis. Tumpak beserta jajaran Dewas menerbitkan tiga peraturan yang akan menjadi panduan terkait kode etik.
"Sebanyak tiga peraturan Dewan Pengawas dinyatakan mulai berlaku sejak 4 Mei 2020, harus dipatuhi dan dipedomani dalam kerja pemberantasan korupsi dan berperilaku di Komisi Pemberantasan Korupsi," ujar Tumpak dalam keterangannya, Jumat 15 Mei 2020.
Tiga peraturan itu adalah Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 01 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. Dan Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 03 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam Peraturan Dewas Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 disebutkan terdapat lima nilai dasar, yakni Integritas, Sinergi, Keadilan, Profesionalisme, dan Kepemimpinan. Setiap Nilai Dasar itu kemudian diturunkan dalam penjelasan yang lebih teknis.
Misalnya dalam hal Integritas, ada 28 poin yang termuat di dalamnya. Dalam poin ke 27 dijelaskan soal pelarangan insan KPK bergaya hidup mewah.
"Tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama Insan Komisi," bunyi aturan tersebut.
Aturan lain yang melarang insan KPK bergaya hidup mewah yakni dengan pelarangan bermain golf. Pelarangan ini tertuang dalam Peraturan Dewas Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 yang terdapat dalam nilai profesionalisme. Dalam hal profesionalisme, ada 16 poin yang termuat di dalamnya. Salah satunya melarang insan komisi melakukan giat olahraga golf.
"Dilarang bermain golf atau olahraga lainnya dengan pihak atau pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung berpotensi menimbulkan benturan kepentingan dengan Komisi," bunyi aturan itu.
Dewas menyebut, keseluruhan nilai-nilai dasar, kode etik, dan pedoman perilaku dalam tiga peraturan itu ditujukan mengikat sekaligus membentengi diri setiap insan KPK, baik dalam pelaksanaan tugas, maupun dalam pergaulan luas.
"Sehingga seluruh kerja dan perilaku yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi bisa terjaga dan tetap konstruktif di manapun dan dalam kesempatan apapun," kata Tumpak.
Â
Advertisement
Siap Jadi Saksi
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengaku sudah terima undangan panggilan Dewas KPK terkait sidang dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri. MAKI juga sebelumnya sudah diperiksa oleh Dewas KPK.
"Saya besok Dipanggil Dewan Pengawas KPK untuk menjadi saksi atas dugaan pelanggaran kode etik Pak Firli, Ketua KPK terkait dengan naik kendaraan udara, helikopter. Di situ ada dugaan sesuai laporan saya dulu bergaya hidup mewah," kata Boyamin, Senin 24 Agustus 2020.
Boyamin menerangkan, secara aturan memang Pimpinan KPK dilarang bergaya hidup mewah. Ia tak memungkiri dugaan lainnya, namun Boyamin tak mau berspekulasi lebih jauh. Dia meminta agar proses sidang etik tersebut nantinya berjalan lancar tanpa ada intervensi dari pihak manapun.
"Sementara kode etik pimpinan KPK dilarang bergaya hidup mewah. Untuk itu, saya akan hadir. Yang berkaitan dengan materi saya tidak akan membuka. Karena saya menghormati proses persidangan dan kita tunggu besok sampai persidangan," imbuhnya.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Firli Bahuri siap memenuhi panggilan sidang etik.
"Tentu siapa pun yang menjadi terlapor dugaan pelanggaran kode etik baik pimpinan maupun pegawai KPK berkomitmen akan siap memenuhi panggilan proses-proses klarifikasi maupun pemeriksaan oleh Dewas KPK," kata Ali.
Ali menegaskan, persidangan etik merupakan salah satu tugas Dewas sesuai Pasal 37B UU KPK. Pasal tersebut menyatakan tugas Dewas KPK menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran kode etik pimpinan maupun pegawai KPK.
Ali menyatakan, pihaknya memahami tujuan penegakan etik tersebut dalam rangka menjaga KPK dan nilai-nilai etik yang berlaku di KPK. Penegakan etik tersebut harus dipatuhi baik oleh pimpinan maupun seluruh pegawai KPK.
"Banyak pihak yg memberikan perhatian terkait pelaksanaan sidang etik ini, dan untuk itu KPK akan ikuti ketentuan yang berlaku, namun demikian kita semua juga harus menjaga dan menghormati proses yang sedang berjalan tersebut," kata Ali.
Â
Desakan Pengunduran Diri
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi berharap Dewas KPK mengambil putusan seadil mungkin.
"Kami berharap agar putusan dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel," tulis Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (24/8/2020).
Selain itu, koalisi yang terdiri dari gabungan pegiat antirasuah ini mendesak agar Dewas KPK dapat memberi sanksi tegas kepada Firli Bahuri.
"Kami mendesak untuk menjatuhkan sanksi berat kepada Ketua KPK diikuti dengan perintah agar yang bersangkutan mengundurkan diri dari jabatannya," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi dari ICW, Kurnia Ramadhana.
Mereka beranggapan, sanksi berupa pengunduran diri layak disematkan ke Firli. Mereka menganggap, perilakunya yang menggunakan moda transportasi mewah berupa helikopter dengan jenis helimousine saat pulang kampung, tak membumi dan mencerminkan kepemimpinan bermewah-mewahan.
"Tindakan ini amat mencoreng kredibilitas kelembagaan dan semakin menciptakan situasi skeptisisme publik terhadap kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK," jelas Kurnia.
Koalisi juga menuding, Firli Bahuri berulang kali melanggar etik. Sebelumnya, saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli diduga sempat bertemu dengan pihak yang sedang berperkara di KPK.
Bahkan, kata koalisi itu, Firli Bahuri diduga pernah memberikan akses khusus terhadap salah seorang saksi yang akan diperiksa penyidik.
"Tak berhenti disitu, ratusan pegawai KPK diketahui pernah membuat petisi menyoal tindakan Deputi Penindakan yang terkesan kerap menghambat pengembangan perkara-perkara besar," beber Kurnia.
Karena perilaku Firli, koalisi menganggap adalah wajar saat empat lembaga survei mengatakan, terdapat penurunan tingkat kepercayaan publik kepada KPK.
"Meski, konteks penurunan kepercayaan ini tidak bisa dilepaskan dari berlakunya UU KPK baru dan kepemimpinan Komjen Pol Firli Bahuri sebagai Ketua KPK," ungkap koalisi.
Sebagai informasi, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ini terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, MCW, KRPK, SAHDAR Medan, GAK Lintas Perguruan Tinggi, Banten Bersih, dan MaTA Aceh.
Â
Advertisement