Belajar Online Telan Korban Jiwa, KPAI Ingatkan Orangtua dan Guru Bangun Komunikasi

Seorang ibu di Tangerang tega membunuh anaknya lantaran kesal susah diajarkan saat belajar online.

oleh Yopi Makdori diperbarui 16 Sep 2020, 17:35 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2020, 17:33 WIB
FOTO: Belajar Online dengan Wifi Gratis di Kolong Rel
Siswa belajar di kolong rel kereta api Mangga Besar, Jakarta,Rabu (19/8/2020). Proses belajar siswa tersebut menggunakan modem paket internet wifi gratis yang disediakan untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan duka yang mendalam atas meninggalnya seorang anak berusia 8 tahun yang menjadi korban kekerasan orangtuanya sendiri akibat kesulitan belajar online atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Sang anak diketahui mendapatkan beberapa pukulan dari orangtuanya saat belajar online di rumah.

"Pembelajaran jarak jauh memang membutuhkan bimbingan dan bantuan orangtua di rumah, menjadi tugas ayah dan ibu untuk mendampingi anak belajar dari rumah. Yang utama adalah keteraturan belajar, tidak harus dituntut bisa semua mata pelajaran dan tugas untuk diselesaikan dengan benar atau sempurna," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan tulis, Rabu (16/9/2020).

Menurut Retno, kesabaran orangtua membimbing anak-anaknya belajar di rumah selama pandemi Covid-19 menjadi modal utama agar anak tetap semangat dan senang belajar. Jika selalu dibentak apalagi dipukul, anak justru akan mengalami kesulitan memahami pelajaran.

"KPAI sangat prihatin atas perbuatan kedua orangtua korban yang justru membawa jenazah korban dengan kardus ke Lebak dan dimakamkan sendiri secara diam-diam di TPU Desa Cipalabuh," katanya.

Diketahui jenazah korban tidak dimakamkan secara layak dan sesuai ketentuan agama. Hal tersebut dilakukan demi menutupi kesalahan pelaku yang merupakan orangtua kandung korban.

"Dalam UU 35/2014 tentang perlindungan Anak, ada ketentuan jika pelaku kekerasan adalah orang terdekat korban, maka pelaku bisa mendapat pemberatan hukuman sebanyak 1/3. Dalam kasus ini tuntutan hukuman maksimal 15 tahun dan jika diperberat 1/3 menjadi 20 tahun," ucapnya.

KPAI mengingatkan para orangtua dan para guru selalu membangun komunikasi yang baik selama kegiatan Belajar dari Rumah (BDR). Peran guru yang digantikan orangtua siswa haruslah dilakukan dengan memperhatikan tumbuh kembang dan kemampuan anak.

"Guru juga jangan memberikan penugasan yang terlalu berat, apalagi pada anak SD kelas 1 – 3 yang mungkin saja baru belajar membaca dan belajar memahami bacaan. Perlu dikomunikasi kondisi dan kesulitan yang dihadapi anak, karena setiap anak tidak sama," ujar Retno.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Dampak Kekerasan pada Anak

Ilustrasi Kekerasan Pada Anak (iStockphoto)
Ilustrasi Kekerasan Pada Anak (iStockphoto)

Retno juga mengingatkan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak juga berkorelasi pada perkembangan regulasi emosi anak dan perilakunya yang buruk di kemudian hari.

"Sebagai contoh, anak kehilangan kemampuan untuk menenangkan dirinya, menghindari kejadian-kejadian provokatif dan stimulus yang memicu perasaan sedih dan marah, dan menahan diri dari sikap kasar yang didorong oleh emosi yang tidak terkendali," tuturnya.

Sebelumnya, LH (26) seorang ibu tega membunuh anaknya di rumah kontrakannya di Kecamatan Larangan, Kota Tangerang, Banten.

Kepada penyidik, LH mengaku kesal lantaran korban susah diajarkan saat belajar online. Korban yang duduk di kelas 1 sekolah dasar (SD) ini kesulitan mengerjakan tugas sekolah yang diberikan gurunya.

Untuk menutupi perbuatannya, LH dan sang suami menguburkan jasad anak kandung mereka di sebuah Tempat Pemakaman Umum (TPU) di kawasan Lebak Banten.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya