Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan, pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan dilakukan secara transparan dan cermat.
Dia berjanji, pembahasan RUU Cipta Kerja akan dilakukan secara terbuka dan juga menyerap aspirasi masyarakat.
“DPR membahas RUU Cipta Kerja secara hati-hati, transparan, terbuka, dengan mengutamakan kesinambungan pelaksanaan dari hasil ruu cipta kerja sehingga punya legitimasi kuat untuk membangun bangsa dan negara,” kata Puan, Sabtu (19/9/2020).
Advertisement
Puan menyebut agenda pembahasan RUU Cipta Kerja dapat diketahui di laman resmi DPR RI. Dia membuka ruang bagi masayarakat yang ingin menyaksikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja melalui live streaming.
“Apakah ini selesai (di masa sidang ini) atau tidak? Apakah akan segera diselesaikan? Saya minta DPR tetap membahasnya secara hati-hati dan transparan,” ungkapnya.
“Pembahasan dilakukan terbuka, bisa dilihat di TV Parlemen, akan ada tim yang merumuskan secara baik dan benar, transparan, dan punya legitimasi kuat untuk membangun bangsa dan negara,” tegas Puan.
Puan mengatakan target menyelesaikan RUU Cipta Kerja bertujuan untuk menghasilkan undang-undang yang memiliki legitimasi kuat demi menjaga kepentingan negara.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
RUU Cipta Kerja Klaster Pendidikan Lahirkan Komersialisasi?
Wakil Ketua Badan Legislasi dari Fraksi PPP Achmad Baidowi menepis anggapan RUU Cipta Kerja klaster pendidikan, menciptakan pasar bebas di bidang pendidikan. Menurutnya, RUU Cipta Kerja tidak menghadirkan sisi komersial terkait perizinan di bidang pendidikan.
"Enggak lah. Saya minta, terkait perizinan dalam hal pendidikan, bukan izin usaha komersial. Namun, lebih kepada izin operasional," kata Baidowi, Minggu (13/9/2020).
Baidowi juga membantah soal narasi RUU Cipta Kerja klaster pendidikan disebut menghadirkan karpet merah bagi hadirnya perguruan tinggi asing di Indonesia.
Pada dasarnya, pendidikan Indonesia tidak berkonsep komersial. Perguruan tinggi yang hendak didirikan di Indonesia perlu berbentuk yayasan. Dari situ, pihak asing tidak leluasa mendirikan perguruan tinggi di Indonesia.
"Jadi konsep perizinan untuk pendidikan adalah konsep yang bukan komersial, tetapi lebih sosial. Membuat universitas, kan perlu yayasan," ungkap dia.
Advertisement