Demokrat Sebut Rapat Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja Cacat Prosedur

Menurut anggota Fraksi Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menyatakan tidak ada draft RUU Cipta Kerja yang dibagikan kepada peserta rapat saat paripurna.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 08 Okt 2020, 11:44 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2020, 11:43 WIB
FOTO: Diwarnai Aksi Walk Out, DPR Sahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Undang-Undang
Fraksi Partai Demokrat Marwan C.A memberikan pendapat akhir partainya kepada Ketua DPR Puan Maharani disaksikan Wakil Pimpinan DPR Azis Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad, dan Rachmad Gobel saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (5/10/2020). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Fraksi Partai Demokrat DPR RI menyatakan rapat paripurna pada 5 Oktober 2020 dengan agenda pengesahan RUU Cipta Kerja adalah sesat dan cacat prosedur.

Anggota Fraksi Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menyatakan tidak ada draf RUU yang dibagikan kepada peserta rapat saat paripurna.

"Tidak ada selembar pun naskah RUU terkait Ciptaker yang dibagikan saat rapat paripurna tgl 5 Oktober 2020. Jadi pertanyaanya, sesungguhnya RUU apa yang telah diketok palu tanggal 5 Oktober 2020 itu?” kata Didi dalam keterangannya, Kamis (8/10/2020).

Didi menyatakan seharusnya sebelum palu pengesahan diketuk, naskah RUU Cipta Kerja sudah dibagikan dan dibaca oleh semua peserta rapat

"Dalam forum rapat tertinggi ini, adalah wajib semua yang hadir diberikan naskah RUU tersebut. Jangankan yang hadir secara fisik, yang hadir secara virtualpun harus diberikan," tegas Didi. 

Hal lainnya menurut Didi yang dinilai janggal terkait undangan rapat yang hanya diberitahukan beberapa jam sebelum paripurna. 

"Inilah undangan rapat yg telah memecahkan rekor undangan secepat kilat. Ada apa gerangan ini? Sungguh tidak etis untuk sebuah RUU sepenting dan krusial ini," jelasnya. 

"Padahal sudah dijadwal sebelumnya akan dilakukan pada 8 Oktober 2020. Tiba-tiba menjadi 5 Oktober, tanpa informasi yang cukup dan memadai. Sehingga rapat itu menjadi rapat yang dadakan, tergesa-gesa dan dipaksakan," tambahnya. 

Didi kembali mengatakan, ada lima hal yang disampaikan Fraksi Partai Demokrat yang perlu mendapatkan perhatian dalam RUU Cipta Kerja

Pertama, RUU Ciptaker tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi ini. Di masa awal pandemi, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi, khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran Covid-19, serta memulihkan ekonomi rakyat.

Kedua, RUU Ciptaker ini membahas secara luas beberapa perubahan UU sekaligus (omnibus law). Karena besarnya implikasi dari perubahan tersebut, maka perlu dicermati satu per satu, hati-hati, dan lebih mendalam, terutama terkait hal-hal fundamental, yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.

Terlebih saat ini masyarakat sedang sangat membutuhkan keberpihakan dari negara dan pemerintah dalam menghadapi situasi pandemi dewasa ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Harus Perhatikan 2 Sisi

Ketiga, harapannya RUU Cipta Kerja di satu sisi bisa mendorong investasi dan menggerakkan perekonomian nasional. Namun di sisi lain, hak dan kepentingan kaum pekerja tidak boleh diabaikan apalagi dipinggirkan.

Tetapi, RUU ini justru berpotensi meminggirkan hak-hak dan kepentingan kaum pekerja di negeri kita. Sejumlah pemangkasan aturan perijinan, penanaman modal, ketenagakerjaan dan lain-lain, yang diatasnamakan sebagai bentuk "reformasi birokrasi" dan "peningkatan efektivitas tata kelola pemerintahan".

"Hal ini justru berpotensi menjadi hambatan bagi hadirnya pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan (growth with equity)," ungkap politikus Demokrat ini. 

Keempat, Partai Demokrat memandang RUU Ciptaker telah mencerminkan bergesernya semangat Pancasila utamanya sila keadilan sosial (social justice) ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan terlalu neo-liberalistik.

"Sehingga kita perlu bertanya, apakah RUU Ciptaker ini masih mengandung prinsip-prinsip keadilan sosial (social justice) tersebut sesuai yang diamanahkan oleh para founding fathers kita?" tanya Didi.

Kelima, selain cacat substansi, RUU Ciptaker ini juga cacat prosedur. Fraksi Partai Demokrat menilai, proses pembahasan hal-hal krusial dalam RUU Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel.

Pembahasan RUU Ciptaker ini tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society yang akan menjaga ekosistem ekonomi dan keseimbangan relasi tripartit, antara pengusaha, pekerja dan pemerintah.

Pemerintah Sebut Transparan

Menteri Ketenagakerjaan Hj Ida Fauziyah mengatakan, pihaknya menyadari di balik cita-cita mulia yang terkandung dalam RUU Cipta Kerja, terdapat riak-riak dinamika sosial, baik yang pro maupun yang kontra, terutama pada materi klaster ketenagakerjaan. Meski demikian Menaker memastikan bahwa pemerintah sangat terbuka atas berbagai masukan kontruktif.

Hal itu disampaikan Menaker saat menjadi keynote speaker dalam webinar bertema Peluang dan Tantangan RUU Cipta Kerja yang diselenggarakan Injabar dan Universitas Padjajaran, Jumat (28/8/2020).

"Proses panjang pembentukan RUU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan telah dilalui. Kami mulai kembali, kami review kembali dengan melibatkan partisipasi stakeholder, utamanya unsur pekerja, pengusaha juga unsur praktisi dan akademisi dari berbagai dimensi keilmuan," ujar Ida.

Bahkan meskipun RUU Cipta Kerja telah diserahkan dan tengah dibahas di DPR, Kementerian Ketenagakerjaan bersama serikat pekerja dan pengusaha terus melakukan pendalaman atas subtansi ketenagakerjaan dalm RUU Cipta Kerja.

"Pemerintah sangat terbuka atas berbagai masukan kontruktif, proses dilakukan secara transparan dan demokratis, serta mengedepankan kepentingan nasional," tegas Ida.

Dalam pemaparannya, Menaker menjelaskan, RUU Cipta Kerja adalah bagian dari ikhtiar yang diambil pemerintah guna mewujudkan visi Indonesia menjadi negara yang maju dan sejahtera.

Pemerintah melihat sejumlah peluang dan tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini antara lain; pertumbuhan ekonomi yang masih rendah, angka pengangguran yang masih tinggi, perlunya pembangunan SDM yang berkualitas, tantangan perkembangan ekonomi digital dan tren teknologi yang mengubah lanskap bisnis sehingga mempengaruhi peta kebutuhan tenaga kerja.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya