MUI Minta Panglima Tegas Terhadap Perilaku LGBT di Lingkungan TNI

Hal ini menyusul kabar akan adanya sejumlah oknum LGBT di tubuh TNI yang diputus bebas oleh pengadilan militer.

oleh Yopi Makdori diperbarui 17 Okt 2020, 08:51 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2020, 08:51 WIB
MUI Beri Fatwa Syariah Pada Proses dan Layanan Jasa KSEI
Sekretaris Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Anwar Abbas memberikan sambutan saat penyerahan Fatwa Syariah kepada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) terkait proses bisnis dan layanan jasa di Gedung Bursa Efek Indonesia, Senin (1/4). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas mendesak pimpinan TNI untuk bersikap tegas terhadap anggotanya yang memiliki kelainan seks menyimpang seperti LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).

"Kita meminta pimpinan TNI agar bersikap tegas dalam menghadapi masalah ini agar citra TNI tidak rusak dan jatuh di mata rakyat dan bangsa apalagi sapta marga itu bagi seorang prajurit merupakan kehormatan dan nyawa bagi mereka," tegas Anwar Abbas dalam keterangan tulis, Sabtu (17/10/2020).

Hal ini menyusul kabar akan adanya sejumlah oknum LGBT di tubuh TNI yang diputus bebas oleh pengadilan militer. Menurut Abbas, pihaknya menyesalkan keputusan tersebut. Terlebih lagi mestinya TNI memberikan sanksi tegas pada oknum-oknum yang dinilainya telah membuat pelanggaran.

"Hal ini tentu saja jelas-jelas sangat kita sesalkan. Untuk itu kita meminta pimpinan tertinggi TNI agar turun tangan bagi menjaga muruah dan nama baik TNI karena sepanjang pengetahuan kita selama ini TNI menerapkan sanksi tegas terhadap oknum prajurit TNI yang terbukti telah melakukan pelanggaran hukum kesusilaan termasuk di antaranya LGBT," tegas dia.

Menurut Abbas, jika sampai benar jika pengadilan militer membebaskan mereka para pelaku LGBT, maka dirinya bertanya pada hakim ke manakah poin ketiga dalam Sapta Marga TNI yang berbunyi 'Kami kesatria Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa?'

"Ini artinya sebagai ksatria, prajurit TNI harus menghormati ajaran agama yang mereka anut. Dan seperti kita ketahui bersama tidak ada satu agama pun di negeri ini yang diakui oleh negara yang mentolerir perilaku LGBT tapi mengapa pengadilan militer tersebut bisa membebaskan mereka yang melakukan praktik seksual menyimpang dan memalukan itu?," tanyanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

LGBT di TNI

Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA) Mayor Jenderal Purnawirawan Burhan Dahlan menyampaikan, pihak TNI sempat mengadukan kepada dirinya tentang adanya kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) di lingkungan TNI-Polri.

Hal itu disampaikan Burhan saat menjadi pembicara dalam live streaming kegiatan Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial pada Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia yang disiarkan dalam kanal Youtube Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Senin, 12 Oktober 2020.

"Belakangan ini saya diajak diskusi di Mabes AD. Ada unik yang disampaikan oleh mereka kepada saya, yakni mencermati fenomena LGBT di lingkungan TNI. LGBT itu Lesbian Gay Transgender dan Biseksual. Ternyata mereka menyampaikan kepada saya sudah ada kelompok-kelompok baru kelompok persatuan LGBT TNI-Polri," tutur Burhan seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (15/10/2020).

Burhan mengatakan, kelompok ini dipimpin oleh seorang personel berpangkat Sersan, sementara beberapa anggotanya berpangkat Letkol. Menurutnya, fenomena seperti ini pun sudah pernah terjadi beberapa tahun lalu.

"Ini unik, tapi ini memang kenyataan. Nah saya teringat dulu tahun 2008 saya menyidangkan pertama LGBT di depan TNI. Dan saya tidak menghukumnya, melainkan saya meminta komandannya itu mengobatinya sampai sembuh," jelas dia.

Alasan putusannya itu lantaran saksi ahli dalam persidangan menyebut, prajurit perwira menengah itu mengalami tekanan mental selama operasi militer di Timor Timur. Hingga dinilai memicu perubahan atas pikiran dan perasaannya.

"Pulang ke homebase-nya di Makassar dia tidak menyenangi istrinya lagi. Bahkan menjadi penyenang kaum laki-laki," kata Burhan.

Sementara fenomena yang terjadi sekarang, dia berpendapat, bukan karena tekanan operasi militer melainkan diakibatkan oleh pergaulan dan menonton video tertentu lewat sosial media. Belakangan, ada kasus tersebut dan perkaranya masuk ke peradilan militer.

"Celakanya diputus di peradilan militer, mengambil putusan yang pernah saya lakukan. Tapi bukan diobati melainkan dibebaskan. Dasarnya, KUHP belum mengatur persoalan LGBT. Tentunya tidak salah, tapi bagi institusi TNI ini kesalahan besar," Burhan menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya