Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan surat tentang Tausyiah Penyiaran Ramadan 2025. Surat tersebut bernomor Kep-18/DP-MUI/II/2025 yang ditandatangani oleh Ketua Umum MUI KH Anwar Iskandar dan Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan. Surat edaran tersebut ditujukan kepada para lembaga penyiaran dan konten kreator di berbagai platform media sosial.
Menurut MUI, surat diterbitkan lantaran kuatnya desakan pembatasan akses anak pada media sosial. Terlebih, saat ini tengah disiapkan regulasi pengaturan usia anak dalam mengakses media digital.
Baca Juga
"Maka lembaga penyiaran dan para konten kreator media sosial penting memperkuat spiritnya dengan menyajikan konten edukatif dan ramah anak," kata MUI, seperti dikutip dari siaran pers, Senin (3/3/2025).
Advertisement
MUI menjelaskan, isi dari surat tersebut adalah konten atau tayangan disiarkan tidak boleh merusak mental dan karakter, khususnya bagi anak-anak yang jiwanya masih dalam fase pendampingan.
"Siaran Ramadan tidak boleh menyimpang dari ajaran agama dan hukum negara. MUI juga meminta agar tayangan Ramadan mengandung muatan pendidikan dan dakwah," jelas MUI.
MUI mendorong, lembaga penyiaran harus memiliki dedikasi tinggi untuk memproduksi dan mengontrol agar tidak terjadi penyimpangan sosial, serta memberikan hiburan yang tidak menyalahi ajaran agama dan hukum negara. Selain itu, MUI berpesan selama Ramadan seluruh lembaga penyiaran wajib menghormati ibadah puasa dan berbagai amalan peribadatan serta umat Islam yang menjalankannya.
"Lembaga penyiaran harus memiliki tanggungjawab dalam menyaring isi siaran Ramadan yang berkualitas dan menguatkan fungsi media massa sebagai institusi sosial yang menguatkan peradaban," pesan MUI.
MUI juga meminta kepada lembaga penyiaran termasuk konten kreator di berbagai platform media sosial untuk mengisi siaran Ramadhan dengan memperkuat literasi dan edukasi bahaya judi online.
MUI lalu mengajak agar tayangan Ramadan dapat meningkatkan pentingnya penguatan solidaritas dan kepedulian sosial dalam berbagai hal. Termasuk membantu mereka yang terpuruk ekonominya akibat jeratan pinjaman online (pinjol) ilegal yang menyengsarakan.
Larangan dan Anjuran MUI soal Program Ramadan
MUI menegaskan, seluruh isi siaran yang tayang di lembaga penyiaran dan ditayangkan ulang di berbagai platform media sosial, harus tetap patuh pada ketentuan Undang-undang Penyiaran, P3SPS, dan Fatwa MUI tentang Hukum dan Pedoman Muamalah Melalui Media Sosial.
"Memiliki tanggung jawab untuk menyeleksi narasumber bidang agama yang kompetensinya terstandar, sebagaimana para alumni Pendidikan Kader Ulama MUI dan program Standardisasi Dai MUI, serta berwawasan Islam Wasathiyah, dan berorientasi Islam sebagai rahmatan lil alamin," tulis MUI dalam Tausiyahnya.
Tidak hanya itu, MUI juga meminta agar isi siaran menghormati waktu-waktu penting dalam Ramadan, seperti waktu berbuka dengan adzan Maghrib, waktu sahur, imsak, dan adzan Subuh.
MUI mewanti, seluruh busana pengisi acara siaran harus menghormati bulan Ramadan dengan menetapkan standar kepatutan yang bermartabat. Selanjutnya, program atau konten harus dikontrol secara internal dengan isi siaran tidak berpotensi mengganggu ibadah berpuasa seperti ekspos konsumsi makanan, minuman dan hedonisme secara berlebihan.
"Lembaga penyiaran untuk tidak boleh menyiarkan adegan yang menggambarkan aktivitas pornografi dan pornoaksi yang jelas-jelas merusak ibadah Ramadhan," tegas MUI.
"Menjauhkan diri dari isi siaran yang memperolok, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama serta martabat warga Indonesia di tengah hubungan Indonesia dengan negara-negara lain dalam skala regional maupun internasional," imbuh MUI.
Advertisement
Dilarang Bermuatan Kebencian dan Hoaks
Isi siaran Ramadan juga diminta agar tidak boleh bermuatan fitnah, hasutan kebencian, disinformasi menyesatkan, hoaks dan kabar bohong. Selain itu, tidak menonjolkan unsur kekerasan, baik fisik maupun verbal.
"Tidak mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar golongan dan tidak memprovokasi timbulnya ujaran kebencian (hate speech)," wanti MUI.
"Konten cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang. Isi siaran Ramadhan tidak digunakan untuk kampanye, publisitas politik, propaganda individu, serta agitasi kelompok politik dalam rivalitas politik praktis," lanjut MUI.
MUI berharap, isi siaran Ramadan bisa diisi dengan penguatan nilai keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah, sebagai tempat pendidikan anak-anak bangsa, generasi penerus yang tangguh untuk menopang Indonesia Emas, dengan spirit perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan, sebagai ibu dan madrasah pertama bagi anak.
