1 Tahun Jokowi - Maruf Amin, Berperang Melawan Covid-19 dengan Strategi Coba-coba

Beberapa bulan berjalan, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin dihadapkan pada persoalan Pandemi Covid-19. Rencana pengendaliannya dinilai tidak jelas dan terkesan coba-coba.

oleh Ika Defianti diperbarui 20 Okt 2020, 13:06 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2020, 13:06 WIB
Setahun Jokowi - Ma'ruf Amin
Setahun Jokowi - Ma'ruf Amin (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin genap berusia satu tahun. Pasangan presiden dan wakil presiden tersebut dilantik pada 20 Oktober 2019 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Beberapa bulan baru berjalan, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin dihadapkan pada persoalan Pandemi Covid-19. Adanya virus ini sudah dikonfirmasi oleh China kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 31 Desember 2019. Dan penyebarannya pun kian hari semakin massif ke sejumlah negara di dunia.

Kala itu, sejumlah pejabat pemerintahan optimistis bahwa virus tersebut tidak akan singgah di Indonesia. Kendati dunia internasional menyanksikan keterangan yang menyebutkan Indonesia terbebas dari wabah mematikan ini.

"Negara lain boleh protes biarin aja, ini hak negara kita bahwa kita mengandalkan Yang Maha kuasa," kata Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di Gedung Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin 17 Februari 2020 lalu.

Tak hanya Terawan, Wapres Ma'ruf Amin juga meyakini hal yang sama. Menurutnya, virus corona tidak menginfensi masyakarat Indonesia berkat doa dari ulama. "Ini berkat doa para kiai, berkat istiqasah," kata Ma'ruf Amin saat membuka Kongres Umat Islam Indonesia ke-VII di Bangka Belitung, Sabtu 29 Februari 2020.

Selain itu, lanjut dia, menyingkirnya virus Corona dari Indonesia lantaran banyak kiai yang membaca doa qunut. Doa qunut merupakan doa yang dibaca saat salat subuh oleh sebagian muslim.

"Banyak kiai dan ulama yang selalu membaca doa qunut dan saya juga begitu, baca qunut. Makanya Corona nyingkir dari Indonesia," ujar Ma'ruf Amin.

Namun dua hari setelahnya, 2 Maret 2020, masyarakat Indonesia dikagetkan dengan pengumuman Presiden Jokowi dari Istana Kepresidenan, Jakarta. Jokowi menyebut, dua warga Depok, Jawa Barat dinyatakan positif terinfeksi Covid-19.

Selang sehari pasca pengumuman itu, Jokowi langsung menunjuk Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto sebagai juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona.

Secara berkala, juru bicara itu mengabarkan update jumlah orang terinfeksi, sembuh, maupun meninggal yang jumlahnya terus bertambah. Hingga 19 Oktober 2020, tercatat pasien positif berjumlah 365.240 orang, sembuh 289.243, dan meninggal 1.2617 kasus.

Segala langkah pemutusan rantai penyebaran virus, juga disampaikan kepada masyarakat. Jokowi mengimbau masyarakat untuk sering mencuci tangan, memakai masker, mengurangi interaksi dengan orang lain, hingga meningkatkan imunitas tubuh agar tidak terpapar Covid-19.

Untuk penanganan pasien Covid-19, pemerintah telah memilih 100 Rumah Sakit (RS) rujukan. Pemerintah lalu menambah RS rujukan setelah adanya lonjakan pasien kasus corona. Penambahan ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 169 Tahun 2020 tentang Penetapan RS Rujukan Penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging Tertentu, pada (10/3/2020).

Kemudian pada 13 Maret 2020, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo didapuk menjadi Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Doni meminta seluruh kepala daerah membentuk Gugus Tugas Percepatan penanganan Covid-19.

Selain menyiapkan rumah sakit rujukan, pemerintah juga menyulap Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat menjadi RS Darurat Covid-19. Beberapa tower mulai dioperasikan sebagai RS sejak 23 Maret 2020.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Langkah Penanganan Covid-19

Menghadapi keganasan virus, Presiden Jokowi menegaskan tidak akan melakukan lockdown wilayah. Sebab bila itu diterapkan, semua aktivitas akan mandek. Dia ingin aktivitas ekonomi tetap berjalan di Indonesia. Karena yang dibutuhkan saat itu menurut dia, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.

Jokowi pun memutuskan untuk memilih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun begitu, kebijakan itu diserahkan kepala daerah yang sebelumnya harus mengajukan kepada pemerintah pusat. Dalam PSBB di sejumlah daerah, aktivitas sosial masyarakat pun dibatasi. Mulai dari menutup sekolah, bekerja dari rumah, sampai menutup pusat keramaian seperti obyek wisata.

Dia juga mengimbau agar tes untuk mendeteksi virus corona (Covid-19) dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) atau tes usap diperbanyak.

Kebijakan yang paling membetot perhatian publik terkait pemutusan rantai penyebaran covid-19 muncul ketika adanya larangan mudik lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah. Awalnya, Jokowi hanya melarang para ASN, pegawai BUMN, dan personel TNI-Polri untuk mudik Lebaran. Sedangkan perantau yang tak mudik, diiming-imingi dengan bantuan sosial (Bansos) berupa sembako dan bantuan langsung tunai.

Rupanya tak semua masyarakat menggubris iming-iming pemerintah berupa Bansos dan bantuan langsung tunai tersebut. Mereka tetap nekat meninggalkan Ibu Kota menuju kampung halaman masing-masing. 

Bahkan dari data Kementerian Perhubungan, sebanyak 24 persen masyarakat memutuskan tetap mudik. Hal ini dikhawatirkan akan menjadi medium penularan Covid-19 di desa-desa sebab para perantau dianggap merupakan orang yang tinggal di episentrum virus corona di Indonesia.

"Artinya masih ada angka yang sangat besar yaitu 24 persen tadi. Dan pada rapat hari ini saya ingin menyampaikan bahwa mudik semuanya akan kita larang," ujar Jokowi membuka ratas di Istana Presiden yang disiarkan langsung lewat akun YouTube Setpres, Selasa 21 April 2020.

Isu larangan mudik ke kampung halaman pun sempat membingungkan masyarakat. Dalam sebuah kesempatan, Jokowi melarang mudik namun membolehkan masyarakat untuk pulang kampung. Kedua diksi ini memunculkan beragam persepsi di masyarakat.

Untuk mengawal instruksi Jokowi soal larangan mudik, Polda Metro Jaya langsung menyiapkan 19 pos pengamanan terpadu untuk mengantisipasi masyarakat yang nekat mudik ke kampung halaman. Sebanyak 16 pos sebagai check point atau titik pemeriksaan di jalur arteri itu tersebar di wilayah Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Pemprov DKI juga memberlakukan kepemilikan surat izin keluar masuk (SIKM) bagi warga yang ingin keluar dan masuk wilayah Ibu Kota. Tujuannya melarang aktivitas mudik dan menekan angka penyebaran Covid-19.

Untuk mengusir virus covid-19 dari Bumi Pertiwi, pada awal Oktober 2020, Jokowi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Pengadaan itu terdiri dari penyediaan vaksin dan peralatan pendukung serta logistik yang diperlukan. Kemudian, distribusi vaksin Covid-19. Proses pengadaan vaksin dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Bio Farma.

Sementara itu, jenis dan jumlah pengadaan vaksin corona akan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Terkait besaran harga vaksin Covid-19 dan pelaksanaannya, akan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Kemenkes nantinya menetapkan kriteria dan prioritas penerima vaksin, prioritas wilayah penerima vaksin, jadwal dan tahapan pemberian vaksin, serta standar pelayanan vaksinasi.

Salah satu penawar Covid-19 yang saat ini diuji adalah vaksin Sinovac. Vaksin ini sudah memasuki tahap uji klinis fase III sebelum diproduksi besar-besaran.

Jokowi berharap uji klinis itu dapat selesai dalam waktu enam bulan. Dengan begitu, vaksin corona dapat dapat segera diproduksi dan disuntikkan ke masyarakat pada Januari 2021.

Selain Sinovac, Indonesia juga bekerja sama dengan perusahaan medis, G42 yang berpusat di Uni Emirat Arab. Vaksin dari G42 tengah menjalani uji klinis tahap ketiga di Uni Emirat Arab.

Di sisi lain, pemerintah tengah mengembangkan vaksin buatan dalam negeri yang dinamai vaksin merah putih. Vaksin ini diperkirakan rampung pada pertengahan 2021.

Sejumlah lembaga yang terlibat dalam pengembangan vaksin tersebut antara lain, Lembaga Biologi Molukuler Eijkman, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Kemudian, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Riset dan Teknologi, serta sejumlah universitas.

 

Tak Punya Rencana Jelas

Sejak kasus positif Covid-19 diumumkan pertama kali oleh Presiden Jokowi pada Maret, tren pelandaian kasus tak kunjung terlihat. Selama tujuh bulan hingga Oktober, kebijakan pemerintah tak mampu menekan angka penambahan kasus.

Sederet kebijakan pun diambil Jokowi demi menekan angka penyebaran, meski menuai berbagai komentar. Ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menyebut pandemi Covid-19 merupakan ujian dalam kepemimpinan Presiden Jokowi masa periode kedua.

Dia menilai selama pandemi ini pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin cenderung tidak mendengarkan pendapat para ahli dalam pengendalian Covid-19. Sebab pandemi yang dialami secara global ini diperkirakan tidak akan selesai dalam waktu dekat.

"Kemudian tidak mengajak peran dan serta masyarakat dalam menangani pandemi ini. Dan juga tidak membuat plan (rencana dalam pengendalian Covid-19), jadi mumpung masih empat tahun lagi lakukan lah apa yang telah disarankan (epidemiolog) sebagai rakyat yang memilih beliau dan mencintainya," kata Pandu saat dihubungi Liputan6.com, Senin 19Oktober 2020.

Dia menilai selama ini pemerintah pusat tidak memiliki rencananya yang jelas untuk pengendalian Covid-19 untuk jangka pendek dan panjang. Semua strategi yang diambil terkesan coba-coba dan berdasarkan ide dadakan tanpa pemikiran yang panjang.

Pandu menyebut vaksinasi bukanlah senjata pamungkas dalam pengendalian pandemi saat ini karena hingga saat ini vaksin Covid-19 belum ada yang dipatenkan oleh WHO atau lembaga kesehatan dunia.

"Vaksin itu hanya bagian kecil dari penanganan pandemi bukan solusi jangka pendek. Begitu ada vaksin besok selesai ya enggak mungkin lah. Emang berapa banyak penduduk Indonesia yang akan divaksinasi kita belum tahu efektif, kita belum tahu aman tidaknya, kalau terjadi apa-apa enggak ada yang mau orang mau divaksinasi," ucap dia.

Pandu menyampaikan, seluruh negara di dunia masih berperang melawan Covid-19. Pandemi dapat dikatakan selesai bila seluruh negara di dunia sudah dapat mengatasinya, bukan berdasarkan satu atau dua negara saja.

Menurut dia, sebagai salah satu instrumen negara seharusnya Bappenas dapat membuat perencanaan dalam mengatasi jangka pendek ataupun panjang dan pemulihannya.

"Jangan berburu vaksin, jangan terlalu cepat terburu buru bikin dulu sistem kesehatan kita diperbaiki dulu nanti kalau ada vaksin kita harus menyiapkan sumber daya manusia harus menyiapkan banyak sistem. Karena itulah dalam menangani pandemi itu harus dengan pendekatan sistem," jelas Pandu.

Tantangan Tak Ringan

DPP PDI Perjuangan menilai, satu tahun pemerintahan Jokowi-KH Ma’ruf Amin diwarnai oleh tantangan yang praktis tidak pernah dibayangkan yakni pandemi Covid-19.

“Dalam tantangan yang tidak ringan tersebut, konsolidasi politik dan pemerintahan merupakan modal terpenting. Krisis harus dihadapi dengan komunikasi politik yang handal, kemampuan membangun harapan, dan perlunya mempercepat gerak dan laju perekonomian untuk rakyat,” kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangannya, Selasa (20/10/2020).

PDI Perjuangan menilai, koordinasi, kerja sama, dan kemampuan komunikasi publik bagi seluruh jajaran kabinet bersifat wajib. Menteri harus fokus pada ruang lingkupnya. Hal-hal yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak seperti stabilitas harga kebutuhan pokok rakyat dan upaya menciptakan lapangan kerja harus dikedepankan.

“Peningkatan daya tahan rakyat di dalam menghadapi Covid-19 melalui asupan gizi, protein, dan vitamin yang cukup, harus dilakukan melalui kerja gotong royong seluruh jajaran pemerintahan, pusat hingga daerah,” katanya.

Hasto juga menegaskan bahwa menteri adalah pembantu presiden. Menurutnya, Menteri harus berani mengambil terobosan.

“Karena itulah ketika ada indikasi menteri yang terlalu berimajinasi pada kontestasi Pemilu 2024, dan melupakan tugas dan tanggung jawab utamanya sebagai pembantu presiden, sebaiknya segera menghentikan seluruh gerak pencitraannya, dan menempatkan kejar prestasi sebagai bagian budaya kerja. Sebab soliditas dan daya juang para menteri di tengah pandemi ini sangat penting,” ucapnya.

PDI Perjuangan, lanjut Hasto, terus mendorong kerja sama dengan seluruh Parpol Pengusung Pemerintahan baik di pusat, daerah, juga akar rumput.

“Juga membangun dialog dengan seluruh elemen masyarakat. Kunci menghadapi krisis akibat pandemi adalah dialog, gotong royong, dan ciptakan kondisi politik yang stabil. Mereka yang memancing di air keruh daam situasi pandemi ini, akan berhadapan dengan kekuatan rakyat,” tandas Hasto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya