Menengok Setahun Kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf, Hapus UN hingga Pilkada saat Pandemi

Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin kemarin genap setahun. Dari sisi pendidikan sejumlah terobosan dicanangkan. Salah satu yang paling menyita perhatian adalah penghapusan UN.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Okt 2020, 16:01 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2020, 16:01 WIB
Setahun Jokowi - Ma'ruf Amin
Setahun Jokowi - Ma'ruf Amin (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin, resmi dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI pada 20 Oktober 2019.

Pasangan yang memenangi Pilpres 2019 ini, dilantik dalam sidang Paripurna MPR yang dipimpin oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo di Gedung Parlemen Senayan Jakarta.

Selang beberapa hari pasca dilantik, Jokowi dan Ma'ruf membentuk Kabinet Indonesia Maju. Setidaknya, ada lima program kerja prioritas yang dibeberkan Jokowi saat itu. Tentunya, lima program tersebut disusun Jokowi jauh sebelum virus Corona atau Covid-19 melanda Indonesia dan sejumlah negara.

Prioritas utama pemerintahan Jokowi-Ma'ruf yakni, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mencapainya, dia menilai butuh endowment fund (dana abadi) yang besar untuk manajemen SDM.

Pembangunan infrastruktur masih menjadi program prioritas Jokowi di periode kedua kepemimpinannya. Khususnya, yang menghubungkan kawasan produksi dan akses ke kawasan wisata sehingga bisa mendongkrak perekonomian masyarakat.

Fokus ketiga Jokowi-Ma'ruf yakni, penyederhanaan sejumlah aturan yang berbelit-belit melalui Omnibus Law Cipta Kerja. Jokowi langsung mengajak DPR menyusun Omnibus Law, sebuah perundangan sapu jagat yang bisa merevisi banyak undang-undang.

Tujuannya, untuk memudahkan perizinan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Selain itu, agar terciptanya lapangan pekerjaan di Indonesia. Tampaknya, cita-cita Jokowi kini menjadi kenyataan.

Program prioritas keempat, penyederhanaan birokrasi secara besar-besaran. Bahkan, Jokowi mengancam akan mencopot para menteri dan pejabat yang tak serius mewujudkan program pembangunan.

"Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, pasti saya copot," ujar Jokowi di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Minggu 20 Oktober 2019.

Terakhir, Jokowi akan fokus terhadap transformasi ekonomi di periode kedua kepemimpinannya. Ia mengajak semua pihak bertransformasi dari ketergantungan pada sumber daya alam menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern.

Kini, setahun sudah Jokowi-Ma'ruf memimpin Indonesia, lantas apa saja yang sudah dilakukan? Berikut ulasannya:

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Penghapusan UN

Jokowi Pimpin Ratas Bahas KUR 2020
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (9/12/2019). Ratas tersebut membahas pelaksanaan program kredit usaha rakyat tahun 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintahan Jokowi-Maruf kemarin genap setahun. Sejumlah capaian dan kekurangan mewarnai pemerintahan mereka. Sejumlah kebijakan dan regulasi yang dicetuskan juga menjadi perbincangan.

Dari sisi pendidikan misalnya, sejumlah terobosan sudah dicanangkan. Salah satu yang paling menyita perhatian publik adalah penghapusan Ujian National (UN) dan mengganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

Keputusan radikal itu diambil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim setelah melalui tarik ulur yang pandang. Hasilnya, untuk resmi dihapus pada 2021.

"Penyelenggaraan untuk akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar matematika, dan penguatan pendidikan karakter," jelas Nadiem di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu, 11 Desember 2019 lalu. 

Nadiem menganggap, selama ini, UN dirasa kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar peserta didik. Materi UN juga terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan bukan kompetensi.

Program Kartu Pekerja Terhambat Pandemi?

Banner Infografis Setahun Jokowi-Ma'ruf Amin, Prioritas Vs Realisasi. (Liputan6.com/Abdillah)
Banner Infografis Setahun Jokowi-Ma'ruf Amin, Prioritas Vs Realisasi. (Liputan6.com/Abdillah)

Kartu Prakerja menjadi salah satu program andalan yang dijanjikan Jokowi saat maju untuk yang kedua kalinya di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Sebagai program andalan, di masa kampanye, Jokowi pun kerap memamerkan Kartu Prakerja bersama dua ‘kartu sakti’ lainnya yaitu Kartu Sembako Murah dan Kartu Indonesia Pintar atau KIP Kuliah.

Realisasi program ini ditandai dengan dibukanya pendaftaran gelombang pertama pada 11 April 2020. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, gelombang pertama ini dibuka untuk merekrut 164 ribu peserta dalam waktu pendaftaran selama sepekan.

"Pendaftar akan diumumkan sehari setelah tenggat waktu selesai," kata Airlangga saat jumpa pers, Sabtu, 11 April 2020.

Saat ini di situs resmi program, www.prakerja.go.id pada 25 September 2020 telah merils total pendaftar, yakni mencapai 30.044.167 orang. Namun demikian, belum semua dari mereka diterima dan mengikuti program ini.

Alasan kuota dan validasi data diri peserta saat mendaftar menjadi syarat mutlak untuk mengikuti program Kartu Prakerja. Hingga saat ini, tercatat program ini sudah membuka hingga gelombang ke-10 dengan total peserta sebanyak 5.516.261 orang, dengan target tahun ini sebesar 5,6 juta orang.

Adakan Pilkada di Tengah Pandemi

Setahun Jokowi - Ma'ruf Amin
Setahun Jokowi - Ma'ruf Amin (Liputan6.com/Abdillah)

Presiden Jokowi memutuskan tetap menggelar Pilkada Serentak 2020 di tengan pandemi Covid-19. Keputusan ini pun menuai kontroversi.

Sejumlah pihak menilai pelaksanaan pilkada sepatutnya ditunda lantaran berpotensi menjadi klaster baru Covid-19. Maklum, Pilkada 2020 ini adalah pemilihan kepala daerah terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Sebab akan melibatkan 270 daerah.

Namun, Jokowi berpendapat lain. Dia menilai Pilkada 2020 tidak bisa ditunda sebab tak ada yang mengetahui kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Untuk itu dia meminta agar pelaksanaan pilkada dapat digelar dengan cara baru yang mengutamakan kesehatan masyarakat.

"Situasi tidak bisa dibiarkan, penyelenggaraan pilkada harus tetap dilakukan. Tidak bisa menunggu sampai pandemi berakhir karena memang kita tidak tahu, negara mana pun tidak tahu kapan pandemi Covid-19 ini berakhir," jelas Jokowi saat memimpin rapat terbatas yang disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 8 September 2020. 

Di awal pandemi, sejumlah kelompok masyarakat sudah mewanti-wanti agar pemerintah menunda penyelenggaraan pilkada setidaknya hingga 2021. Sebab pelaksanaan pilkada dikhawatirkan dapat memperburuk keadaan saat ini.

Salah satunya dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah termuat dalam pernyataan pers yang langsung ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti, Senin, 21 September 2020. 

"Terkait dengan Pemilihan Kepada Daerah (Pemilukada) tahun 2020, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menghimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera membahas secara khusus dengan kementerian dalam negeri, DPR, dan instansi terkait agar pelaksanaan Pilkada 2020 dapat ditinjau kembali jadwal pelaksanaannya maupun aturan kampanye yang melibatkan kerumunan massa," demikian salah satu potongan poin.

(Fifiyanti Abdurahman)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya