Liputan6.com, Jakarta - Sumber dana bagi jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI) untuk melancarkan aksinya di Tanah Air belum lama ini terungkap. Salah satunya berasal dari kotak amal yang dilaporkan tersebar di 12 daerah di Indonesia.
Antara lain ada di Sumatera, Jakarta, Semarang, Pati, Temanggung, Solo, Yogyakarta, Magetan, Surabaya, Malang, dan Ambon.
Baca Juga
Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror bahkan menyebut, kotak amal yang jumlahnya mencapai ribuan tersebut akan dipakai untuk aksi-aksi terorisme.
Advertisement
"Nanti kita sampaikan ke mereka (Departemen Agama), bahwa kotak amal ini untuk kegiatan teroris. Kotak amal itu dipasang atau tidak, itu dari instansi terkait ya," kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono, di Mabes Polri, Jumat, 18 Desember 2020.
Sebelumnya, modus pendanaan teroris Jamaah Islamiyah diketahui lewat infaq dan kotak amal tersebut terungkap usai polisi memeriksa tersangka Fitria Sanjaya alias Acil dari Yayasan Abdurrahman Bin Auf (ABA).
Berikut kabar terbaru dari kotak amal yang diduga menjadi sumber dana Jamaah Islamiyah (JI) saat melancarkan aksi terornya di Tanah Air:
Saksikan video pilihan di bawah ini:
3 Cara JI Cari Sumber Dana
Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, dalam mencari pendanaan kelompok teroris jaringan Jamaah Islamiyah (JI) melakukan tiga cara. Salah satunya dengan cara membuat kotak amal.
"Pendanaan dari pada tersangka ini yang kita tangkap ini ada tiga. Pertama, ada kotak amal yang terdaftar resmi yang dipasang di berbagai macam tempat yang mudah diliat oleh orang, ada transaksi orang, ada kembalian atau apa nanti orang isi dan rencanya ini pendalaman masih berlanjut," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 18 Desember 2020.
"Yang kedua ada yayasan one care, sedang kita cek dari mana yayasan ini," ujarnya.
Selanjutnya, melalui penjualan mereka. Karena, dari sejumlah orang yang ditangkap itu bekerja sebagai penjual pisang goreng serta bebek.
"Ketiga dari anggota JI ini kan banyak yang sudah berkerja dengan berbagai profesi. Ada yang penjual bebek, pisang goreng dan apa-apa. Ini 5 persen disisihkan kemudian dikirim ke JI Pusat. Kemudian uang itulah yang digunakan untuk membiayai jaringan sel yang ada di seluruh Indonesia yang belum memiliki pekerjaan tetap," jelasnya.
Advertisement
6.000 Jaringan Masih Aktif
Kemudian, wajib bagi anggota JI yang sudah mempunyai pekerjaan untuk menyisihkan sebagian uangnya untuk anggota JI lainnya yang belum memiliki pekerjaan.
Selain itu, berdasarkan data dari penjelasan tersangka, masih ada sekitar 6.000 jaringan JI yang masih aktif wara-wiri di sekitar kita.
"Tapi kalau yang sudah punya pekerjaan tetap itu ya dia harus menyisihkan uangnya. Maka dari data penjalasan tersangka itu ada sekitar itu ada sekitaran 6.000 sel jaringan JI yang masih aktif yang menjadi perhatian kami," ungkapnya.
"Jadi itulah sistem pendanaannya ada yang dari kotak amal, ada yang dari menyisihkan uang sekitar 5 persen itu yang kita temukan, ada juga dari yayasan one care itu," ujarnya.
Kotak Amal Tersebar di Beberapa Wilayah Indonesia
Berdasarkan pengakuan tersangka Fitria Sanjaya alias Acil dari Yayasan Abdurrahman Bin Auf (ABA). Kotak amal tersebut sudah tersebar dibeberapa wilayah di Indonesia.
Diketahui, dari pemeriksaan terungkap ternyata modus kotak amal yang dipakai JI telah tersebar di 12 daerah, yakni Sumatera Utara (4.000), Lampung (6.000), Jakarta (48), Semarang (300), Pati (200), Temanggung (200), Solo (2.000), Yogyakarta (2.000), Magetan (2.000), Surabaya (800), Malang (2.500), dan Ambon (20).
Advertisement
Kotak Amal Tiap Daerah Berbeda
Argo juga mengatakan, disetiap daerah kotak amal tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda.
"Pertama, kotak kaca dengan rangka alumunium untuk wilayah Jakarta, Lampung, Malang, Surabaya, Temanggung, Yogyakarta, dan Semarang," kata Argo.
Sedangkan yang kedua, kotak kaca dengan rangka kayu untuk wilayah Solo, Sumut, Pati, Magetan, dan Ambon.
Sementara, ciri-ciri lain yakni terdapat lampiran nama yayasan dan mencantumkan nomor handphone pengurus Yayasan.
"Melampirkan nomor SK Kemenkum HAM (Kementerian Hukum dan HAM), nomor Sk Baznas (Badan Amil Zakat Nasional), SK Kemenag (Kementerian Agama) dan di dekat kotak dilampirkan majalah yang menggambarkan program-program yayasan," ujar dia.
Mayoritas Diletakkan di Warung-Warung
Argo melanjutkan terkait penempatan kotak Amal, mayoritas di warung-warung makan konvensional. Kenapa? Alasannya karena tidak perlu izin khusus dan hanya meminta izin dari pemilik warung yang biasanya bekerja di warung tersebut.
"Untuk ciri-ciri spesifik yang mengarah ke organisasi teroris tidak ada, karena bertujuan agar tidak memancing kecurigaan Masyarakat dan dapat berbaur," tuturnya.
Dengan begitu, lanjut Argo, kelompok JI bisa dengan mulus menyebarkan kotak-kotak amal dan tidak terdeteksi, karena pemotongan biaya untuk kelompok JI dipotong sebelum adanya audit atau pemeriksaan dari lembaga resmi.
"Setiap penarikan atau pengumpulan uang Infaq dari kotak amal (bruto/jumlah kotor), sebelum dilaporkan atau audit sudah dipotong terlebih dahulu untuk alokasi Jamaah, sehingga netto/jumlah bersih yang didapatlah yang dimasukkan ke dalam laporan audit keuangan, yang mana laporan keuangan tersebut yang nanti akan di laporkan kepada Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) setiap per semester agar legalitas kotak amal tetap terjaga," kata Argo.
(Fifiyanti Abdurahman )
Advertisement