HEADLINE: Upaya Kudeta AHY Melalui KLB, Demokrat di Ujung Perpecahan Internal?

Terpilihnya Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat dalam KLB Sumut, dia melihat akan dibaca oleh publik bahwa yang memecah Partai Demokrat adalah Istana.

oleh RinaldoDelvira HutabaratMuhammad Radityo PriyasmoroFachrur Rozie diperbarui 08 Mar 2021, 20:43 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2021, 00:03 WIB
Terpilih Aklamasi, AHY Gantikan SBY Jadi Ketum Demokrat
Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono usai terpilih secara aklamasi, Jakarta, Minggu (15/3/2020). Keputusan diambil setelah sidang paripurna melakukan verifikasi dan menyatakan AHY memenuhi persyaratan jadi ketum di Kongres V Partai Demokrat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat akhirnya digelar di The Hill Hotel and Resort Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. KLB yang digagas sejumlah pendiri partai dan eks politikus Partai Demokrat itu bahkan telah memilih Moeldoko sebagai ketua umum melalui mekanisme voting.

"Memutuskan menetapkan pertama calon ketua tersebut atas voting berdiri maka Pak Moeldoko ditetapkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat 2021-2026," ujar pimpinan rapat Jhoni Allen Marbun membacakan keputusan KLB, Jumat (5/3/2021) petang.

Munculnya nama Moeldoko membuat Partai Demokrat kini punya dua ketua umum, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Moeldoko. AHY terpilih dalam Kongres V pada 15 Maret 2020 di Jakarta, sedangkan Moeldoko dalam KLM di Deli Serdang, Sumut.

Pertanyaannya, apakah Partai Demokrat saat ini terpecah dalam dua kubu, antara pendukung AHY dan Moeldoko? Sebab, penggagas KLB Deli Serdang menyebut kegiatan mereka dihadiri 1.200 kader, meski tak disebutkan mewakili cabang atau daerah mana saja yang hadir.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago melihat bahwa KLB ini belum tentu dihadiri oleh pemegang suara Partai Demokrat. Dia beralasan, kader partai ini cukup solid untuk bisa dipecah belah.

"Saya mencermati dari perspektif masyarakat awam, melihat solidaritas di internal partai ini termasuk kuat. Agak kesulitan mereka untuk melakukan KLB saya lihat sekarang itu, dari sisi pesertanya, cacat prosedur, terlalu banyak kelemahan, dan mereka seperti tidak memenuhi syarat untuk menggelar KLB," ujar Pangi kepada Liputan6.com, Jumat (5/3/2021).

Dia pun menilai, hingga saat ini Partai Demokrat tetap solid di bawah AHY, khususnya di jajaran DPC Partai Demokrat yang menurut dia sangat kuat.

"Kalau dikatakan sudah pecah atau ada dualisme kepemimpinan saya pikir enggak. Yang ada itu mungkin bukan benar-benar kader, atau mungkin ada sebagian yang dulu dipecat atau tidak mendapat posisi strategis," ujar Pangi.

Dia mengatakan, tak akan banyak internal Demokrat yang akan membela atau mendukung KLB di Deli Serdang. Alasannya, Demokrat bukanlah partai yang sedang terpuruk sehingga mudah dijatuhkan atau dipecah.

"Elektabilitas partainya kan nggak jelek-jelek amat, masih bagus, internal solid. Nah, seolah kemudian dibuat ini konflik internal, yang saya lihat tidak ada itu konflik internal," jela Pangi.

Dia melihat, alih-alih faktornya dari internal, yang bermain adalah pihak eksteral, dalam hal ini adalah Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang tak lain berada di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Seharusnya Presiden tegur itu KSP, KSP itu kan lingkaran Istana. Kenapa Istana diam saja? Itu kan ketika AHY mengirimkan surat itu ibaratnya sudah menyerah tanpa syarat, meminta pengayoman, meminta perlindungan dari yang sedang berkuasa, tolong lindungi partai kami, jangan dirusak, jangan dihancurkan, tapi itu tak terbalas," ujar Pangi.

Dia bisa memaklumi kalau kemudian Presiden Jokowi tak membalas surat tersebut, namun dia menilai Presiden harusnya bisa berbuat atau mengambil langkah yang lebih tegas.

"Artinya, kalau ini negara demokrasi, oposisi jangan dibuat seperti itulah, jangan disasar semua partai oposisi, jangan dibuat politik belah bambu. Demokrasi tanpa oposisi itu bullshit," tegas Pangi.

Dia juga menegaskan, dirinya tidak sedang membela AHY atau Partai Demokrat, namun sedang sedang berbicara soal demokrasi. Karena itu pula, dia berharap Presiden Jokowi tidak perlu membela Demokrat, tapi menyelamatkan demokrasi dan partai politik.

"Karena ada Moeldoko-nya di sana, kalau enggak ada Moeldoko kita tidak bisa menyebut nama Presiden di sini. Yang bisa menghentikan Moeldoko siapa? Kan presiden. Saya sangat menyayangkan," ujar Pangi memungkasi.

 

Infografis Singgasana Demokrat Terbelah Dua
Infografis Singgasana Demokrat Terbelah Dua (Liputan6.com/Triyasni)

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari memberi penilaian berbeda. Dia melihat memang tata kelola dan demokrasi internal partai politik banyak bermasalah.

"Terkait tata kelola kita melihat partai politik masih dengan mudah diganggu pihak-pihak di luar partai, termasuk dari pemerintah. Kemudian, belum lagi jika KLB berhasil maka pemerintah dapat menentukan pengurus mana yang sah," ujar Feri kepada Liputan6.com, Jumat (5/3/2021).

Selain itu, lanjut dia, demokrasi di internal partai sangat penting dikelola dengan baik agar perpecahan tidak terjadi. Sedangkan terkait kisruh yang terjadi di Partai Demokrat, dia mengatakan seharusnya pemerintah menghormati kepengurusan AHY di Partai Demokrat.

"Bagi anggota Partai Demokrat yang tidak setuju dengan AHY, silakan buat partai baru atau gabung saja dengan partai lain. Sebab menurut saya, langkah membuat dua kubu hanya akan merugikan masyarakat pemilih dan perwakilan masyarakat di parlemen," jelas Feri.

Sedangkan terkait dengan terpilihnya Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat dalam KLB di Sumut, dia melihat akan dibaca oleh publik bahwa yang memecah Partai Demokrat adalah Istana, di mana Istana itu bisa juga bisa dimaknai sebagai Presiden.

"Presiden harusnya menasihati bawahannya untuk tidak ikut campur tangan di partai lain, kecuali memang Jokowi turut merencanakan atau setidak-tidaknya merestui," pungkas Feri.

Penegasan juga datang dari Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani. Dia menegaskan, Demokrat sampai saat ini tetap solid. Sebanyak 34 DPD dan 514 DPC semuanya loyal dan setia pada kepemimpinan hasil kongres 2020. Lantas, bagaimana dengan KLB di Sumut?

"Itu abal-abal, yang mereka klaim peserta tidak punya legal standing. Karena peserta kongres harus mendapat mandat dari kepengurusan sah DPD dan DPC dan harus ketua. Contoh yang dari Sulteng, itu yang datang mantan DPC Palu yang pernah dipenjara dan pada Pileg kemarin dari NasDem. Tidak ada satu pun DPD yang hadir," beber Kamhar pada Liputan6.com, Jumat (5/3/2021).

Dia juga merasa heran dengan terpilihnya Moeldoko sebagai Ketum Demokrat, lantaran ketum terpilih tak pernah hadir di lokasi acara.

"Di organisasi manapun, kan ada pemaparan visi misi calon, dan calon hadir. Jadi abal-abal. Kita tunggu saja, kalau Moeldoko mengklaim ketum, maka dia ketum abal-abal," tegas Kamhar.

Dia meyakini, Partai Demokrat akan mengambil langkah hukum dan langkah lainnya terkait dengan digelarnya KLB di Sumut. Pihaknya juga akan mengidentifikasi jika ada kader Demokrat yang terlibat dalam KLB di Sumut. Sementara untuk pemerintah, dia berharap bisa mengambil posisi yang jelas.

"Sedari awal ini bukan hanya gesekan internal, yang terbaca ada kekuatan di luar (Demokrat) yang ingin memanfaatkan kader atau mantan kader.

Pemerintah tidak boleh lakukan pembiaran, harus fair dari sisi sesuai UU. Menkumham juga harus tegas menolak pengesahan mereka," tutup Kamhar.

Saksikan Video Terkait di Bawah Ini:

Suara Kader di Balik KLB

Momen AHY Kibarkan Panji Demokrat
Ketum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat mengibarkan bendera Partai Demokrat usai terpilih secara aklamasi dalam Kongres V Partai Demokrat di JCC, Jakarta, Minggu (15/3/2020). AHY menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi ketum partai. (Liputan6.com/Dok Partai Demokrat)

Seiring dengan digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel and Resort Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021) hingga Minggu (7/3/2021) mendatang, sejumlah DPD dan DPC Partai Demokrat ramai-ramai mengecam acara tersebut dan menyatakan tetap loyal pada kepemimpinan AHY.

DPD Partai Demokrat Sumatera Utara (Sumut) misalnya, menegaskan DPC Partai Demokrat kabupaten/kota se-Sumut menolak pelaksanaan KLB ilegal yang digelar di Kecamatan Sibolangit.

"DPC Partai Demokrat di Sumut secara tegas menolak dan meminta kepolisian membubarkan, jika ada KLB ilegal Partai Demokrat di Sumut," ujar Pelaksana Tugas Ketua DPD Partai Demokrat Sumut Heri Zulkarnain Hutajulu, di Medan, Kamis (4/3/2021).

"Kami loyal dan setia pada kepemimpinan Ketum AHY, dan kepengurusan hasil Kongres V Partai Demokrat, 15 Maret 2020," imbuhnya.

Ketua DPC Partai Demokrat Kota Sibolga Efendi Marpaung juga menyampaikan hal yang sama. "Tidak ada itu KLB. Itu, sudah pasti ilegal. Mana ada KLB diselenggarakan oleh para mantan kader," ujar dia.

Hal senada disampaikan ajaran Partai Demokrat di Sumatera Barat. Anggota DPR-RI dari Fraksi Demokrat Dapil Sumbar II Rezka Oktoberia di Payakumbuh, Jumat mengatakan bahwa kegiatan deklarasi penolakan KLB telah selesai dilaksanakan di Kota Padang pada Kamis (4/3/2021) kemarin.

"Hal ini untuk memperkuat konsolidasi dan soliditas Partai Demokrat di Sumbar. Kami ingin tunjukkan kepada masyarakat Indonesia, khususnya Sumbar, bahwa kami partai Demokrat tetap solid bersama Ketum AHY," kata Rezka, Jumat (5/3/2021).

Penolakan juga datang dari DPD Partai Demokrat Nusa Tenggara Timur (NTT). Sekretaris DPD Partai Demokrat NTT Ferdinandus Leu memastikan seluruh Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan kader solid mendukung partai di bawah kepemimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Kami pastikan bahwa seluruh Ketua DPC yang ada di 22 kabupaten/kota solid dan tegak lurus dengan kepemimpinan AHY. Seluruh Ketua DPC sudah menandatangani pernyataan loyalitas dan kebulatan tekad mendukung AHY," kata Ferdinandus di Kupang, Jumat (5/3/2021).

Sementara DPD Partai Demokrat Jawa Barat menyerukan delegitimasi KLB yang yang diinisiasi oleh beberapa pendiri partai berlambang bintang mercy itu.

"Kami, para pengurus Partai Demokrat di Jawa Barat menyerukan kepada seluruh pengurus DPD dan DPC Partai Demokrat di seluruh Indonesia pun melakukan hal yang sama," ungkap Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jabar Asep Wahyuwijaya alias AW di Bogor, Jumat (5/3/2021).

Menurutnya upaya delegitimasi dari para pemilik suara sah di partainya akan memberikan pesan yang kuat kepada negara bahwa KLB yang diselenggarakan tersebut abal-abal.

"Bahwa KLB yang diselenggarakan oleh kelompok politisi liar itu adalah 'abal-abal' dan dagelan yang amat tidak lucu karena tak dihadiri oleh pemilik suara sah yang sesungguhnya," ujar Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPRD Jawa Barat itu.

Pesan yang lebih tegas datang dari Partai Demokrat Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang menegaskan akan memecat kadernya secara tidak hormat apabila memaksakan untuk datang ke acara KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara.

"Kalau ada yang terbukti menghadiri acara tersebut dipastikan dicabut keanggotaannya. Kita tegas, ketika ada yang berangkat ke KLB itu langsung kita pecat," kata Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Bekasi Romli di Cikarang, Jumat (5/3/2021).

Tak hanya pengurus daerah, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga menegaskan bahwa KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara, ilegal. AHY juga menyebut para peserta KLB bukanlah pemilik suara yang sah.

"Sekali lagi saya sampaikan, peserta KLB ilegal di Deli Serdang, Sumatera Utara, bukanlah pemilik suara yang sah," kata AHY dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/3/2021) malam.

AHY mengungkapkan, sebagian besar peserta KLB merupakan mantan kader yang dipecat. Selain itu, ada sejumlah kader yang sudah tidak lagi aktif.

"Mereka kebanyakan adalah para mantan kader yang sudah dipecat, sudah diberhentikan tetap secara tidak hormat. Saya tidak perlu jelaskan satu per satu siapa saja orangnya, yang tentu itu juga menjadi bagian dari kedaulatan partai kami dan kemudian ada juga sejumlah mantan kader atau kader yang sudah lama tidak aktif lagi," tuturnya.

"Bahkan, sudah pindah partai tiba-tiba kembali menggunakan jaket Demokrat, jaket biru Demokrat seolah-olah mereka adalah kader aktif seolah-olah mereka adalah kader yang memiliki hak suara yang sah. Bukan. Saya bisa pastikan itu," sambung AHY.

AHY mengakui memang ada sejumlah Ketua DPC yang terlibat dalam KLB tersebut. Namun, dia menegaskan, para Ketua DPC tersebut telah di-Plt-kan.

"Ada memang sejumlah ketua DPC yang terpapar gerakan pengambilalihan kepemimpinan partai Demokrat yang saat ini. Tetapi semua itu ada 34 yang saya catat berdasarkan laporan dari lapangan dan dari berbagai sumber mereka juga sudah di-Plt sebelum KLB dimulai," katanya.

Karena itu, AHY kembali menegaskan tidak ada kader pemilik suara yang sah yang ikut dalam KLB tersebut. Dia memastikan 93 persen pemilik suara sah di DPD dan DPC Demokrat setia terhadap kepemimpinannya dan menolak KLB.

"Artinya mereka tidak melakukan penerbangan atau perjalanan ke Sumatera Utara. Fakta di lapangan sekali lagi hanya sekitar 7 persen dan itu pun sudah kita ganti. Sudah di-Plt. Kami bisa buktikan dokumen-dokumennya," ungkap AHY.

 

Surat dari Demokrat

Presiden Joko Widodo atau Jokowi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi berbincang dengan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/3/2020). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kesal karena selalu diganggu oleh pihak yang disebut kader pengkhianat, Partai Demokrat mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum dan pencegahan tindakan inkonstitusional ke Kapolri, Menteri Hukum dan HAM, serta Menko Polhukam. Surat ini dikirim seiring dengan perkembangan Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Kepala Badan Komunikasi Strategis Herzaky Mahendra Putra mengatakan, surat itu ditandatangani oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sekjen Teuku Riefky Harsya. Pada surat tersebut Partai Demokrat menguraikan alasan-alasan permohonan itu.

Pertama, Partai Demokrat sudah menyelenggarakan Kongres V pada 15 Maret 2020 di Jakarta.

"Kongres V tersebut dihadiri oleh seluruh pemilik suara yang sah yaitu seluruh Ketua DPD, seluruh Ketua DPC dan seluruh Ketua Organisasi Sayap yang terdaftar dalam AD/ART Partai Demokrat. Pelaksanaannya sudah memenuhi dan mencapai kuorum sesuai AD/ART Partai Demokrat," kata Herzaky di Jakarta, Jumat (5/3/2021).

Kongres tersebut, lanjut dia, secara aklamasi memilih Ketua Umum Partai Demokrat periode 2020-2025. Selain itu, AD/ART dan Kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres V sudah didaftarkan pada Kementerian Hukum dan HAM RI untuk mendapat pengesahan.

"Kementerian Hukum dan HAM RI kemudian menerbitkan Surat Keputusan nomor: M.HH-09.AH.11.01 tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat tertanggal 18 Mei 2020, Jo. Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) RI, menerbitkan Surat Keputusan nomor: M.HH-15.AH.11.01 tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat masa bakti 2020-2025, tertanggal 27 Juli 2020 dan telah diterbitkan dalam Lembaran Berita Negara RI nomor 15 tertanggal 19 Februari 2021," tutur Herzaky.

Partai Demokrat juga mengemukakan, sejak Januari 2021 telah terjadi Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) yang hendak menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) yang bertentangan dengan AD/ART.

"GPK-PD ini diprovokasi dan dimotori oleh sejumlah kader dan mantan kader Partai Demokrat serta disponsori oleh pihak eksternal partai. Mereka melakukan tindakan melawan hukum karena tidak memilik hak suara yang sah. Atas tindakan mereka tersebut, Partai Demokrat telah memecat mereka," kata Herzaky.

Selain itu, kata Herzaky, seluruh Ketua DPD dan Ketua DPC Partai Demokrat seluruh Indonesia sudah membuat serta menandatangani surat pernyataan menolak KLB ilegal.

"Atas dasar itu semua, Partai Demokrat memohon agar Menko Polhukam, Kapolri, dan Menkumham mencegah serta menghentikan penyelenggaraan KLB yang ilegal dan inkonstitusional karena melanggar AD/ART Partai Demokrat yang sah," ujar dia.

"Surat-surat tersebut sudah dikirimkan dan sudah diterima oleh Kantor Menko Polhukam, kantor Kapolri serta Kementerian Hukum dan HAM," tandas Herzaky.

Partai Demokrat dengan Ketua Umum AHY juga mengungkap sejumlah kejanggalan dalam KLB yang dilangsungkan di sebuah hotel di Deli Serdang, Sumatera Utara. Kubu AHY menyebut acara tersebut ilegal karena tidak mendapat restu Majelis Tinggi Partai. Sementara kubu KLB mengklaim sah karena dihadiri mayoritas DPC dan DPD.

Berdasarkan Pasal 83 ayat (1) AD/ART disebutkan bahwa Dewan Pimpinan Pusat (DPP) sebagai penyelenggara Kongres atau Kongres Luar Biasa. Selanjutnya, ayat (2) mengatur, KLB dapat diadakan atas permintaan; Majelis Tinggi Partai atau sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan 1/2 dari jumlah Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan disetujui oleh Majelis Tinggi Partai.

Dalam permintaan tersebut, harus menyebutkan agenda dan alasan-alasan yang jelas diadakannya Kongres Luar Biasa. Selanjutnya, peserta KLB adalah Majelis Tinggi Partai, Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah, Dewan Pimpinan Cabang, Dewan Perwakilan Luar Negeri dan Organisasi Sayap yang telah ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat.

Pasal 93 mengatur, peserta terdiri dari peserta yang mempunyai hak suara dan peserta yang diundang. Pasal 94 mengatur jumlah hak suara dalam KLB sebagai berikut; Majelis Tinggi Partai 9 hak suara, DPP 5 hak suara, DPD 2 hak suara, DPC 1 hak suara, Dewan Perwakilan Luar Negeri 1 hak suara, dan Organisasi Sayap 1 hak suara.

Pasal 95 mengatur, pengambilan keputusan di KLB Demokrat dapat dilakukan melalui aklamasi dan/atau pemungutan suara. Keputusan rapat-rapat Demokrat di setiap tingkatan kepengurusan dinyatakan sah apabila disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah peserta yang hadir.

Pihak Polri pun bereaksi atas surat yang dikirim Partai Demokrat. Mabes Polri memastikan tak mengeluarkan surat izin keramaian bagi penyelenggara Kongres Luar Biasa Parta Demokrat di The Hill Hotel and Resort Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Namun, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono, belum memberikan jawaban terkait langkah apa yang akan diambil oleh aparat kepolisian apabila acara tersebut tetap digelar.

"Polri tidak mengeluarkan izin," kata Argo saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (5/3/2021).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya