Dalih Berusia Senja, Djoko Tjandra Minta Dibebaskan dari Tuntutan

Djoko Tjandra merupakan terdakwa dugaan suap dalam dua kasus, yakni terkait pengurusan fatwa MA serta penghapusan namanya dari red notice.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 15 Mar 2021, 14:02 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2021, 14:02 WIB
FOTO: Suap Penghapusan Red Notice, Djoko Tjandra Dituntut 4 Tahun Penjara
Terdakwa suap pengurusan fatwa MA serta penghapusan nama terpidana pengalihan hak tagih Bank Bali dari daftar red notice Polri, Djoko S Tjandra saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/3/2021). Djoko Tjandra dituntut 4 tahun penjara. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra berharap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat membebaskannya dari tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung).

Djoko Tjandra merupakan terdakwa dugaan suap dalam dua kasus, yakni terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan namanya dari red notice. Djoko Tjandra menyampaikan hal tersebut dalam nota pembelaan atau pleidoi.

Permohonan itu disampaikan dengan dalih usianya yang sudah senja. Selain itu, Djoko Tjandra juga mengklaim dirinya sebagai korban penipuan.

"Saat ini saya berusia 70 tahun. Tak ada lagi yang saya inginkan dan impikan dalam hidup ini selain menemani cucu-cucu saya. Lebih dari pada itu, saya menginginkan, mengharapkan, dan memimpikan agar Majelis Hakim Mulia berada dalam terang kebijaksanaan dan terang kebenaran dan keadilan," ujar Djoko Tjandra dalam pleidoinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (15/3/2021).

Djoko Tjandra meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor mencermati setiap kesaksian dan keterangan yang dihadirkan dalam persidangan perkaranya ini. Dia menyebut, jika hakim menemukan fakta adanya kejahatan yang dia lakukan, maka dia siap dihukum.

"Jika benar saya adalah seorang penjahat, pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwa dan dituntut penuntut umum, maka hukumlah saya. Tetapi jika Majelis Hakim Yang Mulia melihat dengan mata hati nurani bahwa saya adalah seorang lelaki tua berusia 70 tahun yang punya harapan dan kerinduan untuk pulang ke tanah air, tetapi telah menjadi korban penipuan sebagaimana yang saya alami dan rasakan sendiri, maka bebaskanlah saya," kata dia.

Djoko Tjandra mengaku, apa yang dia lakukan selama ini hanya karena kerinduan dirinya ingin bertemu keluarga di Indonesia. Dia menyebut dirinya telah ditipu oleh Pinangki Sirna Malasari dalam perkara ini.

"Saya menyadari tidak mudah bagi Majelis Hakim Yang Mulia untuk membebaskan saya di tengah besarnya perhatian publik dan tekanan opini publik atas perkara ini," kata dia.

Djoko Tjandra berharap hakim menyatakan surat tuntutan terhadap dirinya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Dia berharap dibebaskan dari segala tuntutan.

"Namun, apabila Majelis Hakim Yang Terhormat berpendapat lain, mohon kiranya Majelis Hakim memberikan putusan yang seringan-ringannya," kata dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Tuntutan JPU

FOTO: Djoko Tjandra Jalani Sidang Lanjutan Suap Penghapusan Red Notice
Terdakwa suap penghapusan nama terpidana perkara pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali dari daftar red notice Polri, Djoko Soegiarto Tjandra saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/11/2020). Sidang mendengar keterangan saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Diketahui, JPU menuntut Djoko Tjandra dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Djoko Tjandra menghadapi tuntutan dalam dua kasus sekaligus, yakni terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).

Jaksa menilai Djoko terbukti telah menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Djoko melalui rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, sebanyak Sin$200 ribu dan US$370 ribu. Dia juga memberikan uang sebesar US$100 ribu kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.

Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Ia berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.

Selain itu, Djoko juga menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA.

Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar US$500 ribu. Jaksa menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.

Jaksa menyatakan bahwa Djoko juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa berujar mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.

Infografis Surat Sakti Buronan Djoko Tjandra

Infografis Surat Sakti Buronan Djoko Tjandra. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Surat Sakti Buronan Djoko Tjandra. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya