Penyuap Edhy Prabowo Minta KPK Usut Eksportir Lain di Kasus Suap Benur

Menurut Suharjito, dirinya bukan satu-satunya eksportir yang bermain dalam kasus suap benur atau benih lobster di KKP.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 24 Mar 2021, 15:08 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2021, 15:08 WIB
FOTO: Dugaan Suap Penetapan Calon Eksportir Benih Lobster, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Ditahan KPK
Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (tengah) digiring petugas usai rilis penetapan tersangka kasus dugaan suap penetapan calon eksportir benih lobster di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/11/2020). Sebelumnya, Edhy ditangkap KPK usai lawatan ke Amerika. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut eksportir lain yang turut menyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edy Prabowo.

Menurut Suharjito, dirinya bukan satu-satunya eksportir yang bermain dalam kasus suap benur atau benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Ya kira-kira masa aku yang salah sendiri? Begitu saja logikanya kan," ujar Suharjito di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (24/3/2021).

Suharjito mengaku bahwa dirinya masuk dalam gelombang empat eksportir benur di KKP. Menurut dia, pada gelombang empat ini, ada 65 eksportir yang turut mengekspor benur.

"Kalau aku gelombang 4, nomor urut 35. Kan masih ada sampai 65 kan nomor urutnya," kata dia.

Suharjito mengaku kecewa lantaran hanya dirinya yang dijerat KPK. Apalagi, menurutnya ini bukan murni kesalahan dirinya, melainkan oknum di KKP yang memintanya menyerahkan komitmen fee sebelum ekspor.

"Bukan apa-apa, kalau aku enggak diminta komitmen fee, enggak mungkin aku begini," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

7 Tersangka Suap Ekspor Benur

FOTO: KPK Tunjukkan Barang Bukti Penahanan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango (ketiga kiri) bersama petugas menunjukkan barang bukti terkait penetapan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap calon eksportir benih lobster di Gedung KPK Jakarta, Rabu (25/11/2020). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).

Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya