Liputan6.com, Jakarta Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, saat ini pemerintah kesulitan mengubah persepsi publik terhadap tindakan korupsi. Pasalnya, masih ada pejabat di pemerintahan yanh melakukan praktik korupsi, seperti pemungutan liar (pungli) dan menerima suap.
Hal ini disampaikan Moeldoko dalam acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi, yang ditayangkan di Youtube StranasPK Official, Selasa (13/4/2021).
"Harus diakui kita masih menghadapi masalah dalam mengubah persepsi publik terhadap korupsi dan adanya oknum di pemerintahan karena masih terjadinya suap, kickback pemungutan liar dalam perizinan dan pelayanan publik, serta belum baiknya integritas sebagian oknum aparat penegak hukum," jelas Moeldoko.
Advertisement
Menurut dia, hal ini pulalah yang membuat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2020 berada di skor 37, turun tiga poin dari tahun sebelumnya. Padahal, kata Moeldoko, Presiden Joko Widodo atau Jokowi kerap mengingatkan jajarannya agar tak korupsi dan menciptakan sistem yang dapat menutup celah korupsi.
"Bapak Presiden sering sampaikan saat rapat terbatas kabinet yaitu untuk menciptakan sistem yang menutup celah korupsi, jangan korupsi apa pun atas hak rakyat, jangan menyalahgunakan kewenangan, jangan mau disuap, serta jangan melakukan pungli," katanya.
"Karena pada dasarnya dan pada akhirnya yang menjadi korban adalah rakyat. Kalimat ini sering diulang-ulang oleh Bapak Presiden. Untuk itu, harus menjadi perhatian kita semua," sambung Moeldoko.
Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa masih banyak tugas yang harus dilakukan pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menutup celah korupsi secara sistemik. Salah satunya, melalui aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
"Kita bisa melihat bahwa titik tekan dari 27 aksi di 3 fokus sektor Stranas PK sudah menyentuh akar masalah dan perlu diperkuat implementasinya. Sudah ada kemajuan yang kita capai di tahun 2019-2020," tuturnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pengadaan Barang dan Jasa
Di sektor perizinan dan tata niaga, layanan perijinan semakin cepat menghemat waktu 5 hingga 14 hari karena dihapusnya surat keterangan domisili usaha (SKDU). Kemudian, penyaluran bantuan sosial (bansos) yang diharapkan semakin tepat sasaran karena adanya data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dan NIK.
"DTKS dan NIK sudah mencapai 88 persen dan ini sangat penting khususnya di masa pandemi Covid-19," ucapnya.
Di sisi lain, Moeldoko menyampaikan tata kelola pengadaan barang dan jasa pemerintah juga sudah semakin transparan dan akuntabel. Hal ini karena penerapa e-Catalog di enam provinsi dan empat kementerian/lembaga.
"Aksi ini harus terus kita dorong di semua instansi agar semakin efisien dan akuntabel," pungkas Moeldoko.
Advertisement