Liputan6.com, Jakarta - Pakar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Agustinus Subarsono menyebut, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas bisa berjalan dengan lancar asalkan sekolah dapat mengontrol penerapan protokol kesehatan di lingkungannya.
"Pertanyaannya yang harus dijawab kan apakah sekolah mampu mengontrol perilaku 5 M yang harus dilakukan siswa. Kalau sekolah mampu saya kira bisa berjalan dengan baik," kata Agustinus, dikutip dari laman resmi UGM, Sabtu (12/6/2021).
Ia berpendapat dengan naiknya kasus penularan Covid-19 di beberapa daerah, sebaiknya kondisi tersebut menjadi bahan pertimbangan beberapa daerah yang saat ini mengalami angka kenaikan penularan untuk membuka sekolah tatap muka.
Advertisement
Sehingga, kata Agustinus, persiapan yang dilakukan jauh lebih matang. Jika nantinya sekolah mau membuka tatap muka maka penerapan 5 M, harus ketat dijalankan.
Menurut dia, pemerintah pusat tidak bisa memperlakukan daerah itu sama karena pada kenyataannya ada daerah-daerah yang masih rawan penularan (zona merah), dan bisa menunda terlebih dulu untuk kegiatan-kegiatan pembelajaran tatap muka.
"Sementara daerah-daerah dengan zona hijau berpeluang bisa mengadakan sekolah tatap muka dan zona kuning bisa tatap muka dengan durasi waktu yang lebih sedikit," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Persiapan Infrastruktur
Agustinus menyatakan, jika pembelajaran tatap muka akan dimulai pada Juli 2021, maka yang perlu dipersiapkan adalah apakah ruangannya cukup tersedia untuk pembelajaran. Karena dalam satu ruang jumlahnya tentu akan lebih sedikit dibanding suasana kelas di saat sebelum pandemi.
Selain itu, soal infrastruktur fisik yang harus disediakan sekolah, misalnya tempat cuci tangan, hand sanitizer, sabun dan lain-lain.
“Ini harus ada rasio yang baik antara wastafel dan jumlah siswa, jangan sampai dalam satu sekolah hanya ada 4 wastafel, paling tidak setiap depan ruang kelas harus ada wastafel dan sabun, itu yang perlu diperhatikan," terangnya.
Ia sangat setuju jika di awal penerapan pembelajaran tatap muka Juli 2021 nanti dilakukan dua kali seminggu. Menurutnya, dengan tatap muka dua kali seminggu, anak-anak dilatih beradaptasi untuk belajar normal seperti sebelum pandemi.
“Sehingga biarkan seminggu dua kali tatap muka dan dari situ bisa dilihat dampaknya, jika aman akan dilanjutkan bisa 3 kali dalam seminggu, 4 kali dan seterusnya atau bahkan bisa lima kali dalam seminggu. Saya pikir itu saat paling bagus, ideal," paparnya.
Advertisement
Latih Solidaritas
Dengan dibukanya pembelajaran tatap muka, menurut Agustinus akan mendorong solidaritas sosial kepada anak-anak. Sebab jika pembelajaran online hanya akan membuat siswa berlaku individualis lantaran tidak pernah berinteraksi dengan teman-temannya sehingga tidak ada daya solidaritas.
“Solidaritas sosial itu mudah terbangun ketika terjadi pembelajaran tatap muka. Meski begitu pembelajaran tatap muka di bulan Juli nanti harus terus dievaluasi, pada bulan pertama bisa dilakukan evaluasi 2 minggu sekali, kalau sudah memasuki bulan kedua dan ketiga harus setiap bulan dievaluasi," pungkasnya.
Uji Coba Belajar Tatap Muka Sekolah di Jakarta
Advertisement