Komitmen Saja Dinilai Tidak Cukup Dorong Kesetaraan Gender di Tempat Kerja

Sebanyak 77 persen perusahaan di Indonesia sudah setuju untuk menerapkan gender diversity. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan perusahaan lain di Asia Pasifik.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Agu 2021, 15:18 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2021, 08:02 WIB
webinar
Webinar Katadata SAFE Forum 2021 yang membahas kesetaraan gender di tempat kerja, Kamis (26/8/2021).

Liputan6.com, Jakarta Pengukuran data kesetaraan gender sangat penting dalam pelaporan perusahaan yang memiliki komitmen dalam mendukung kesetaraan gender. Data ini hanya bisa diperoleh jika masing-masing perusahaan melakukan pengukuran tingkat kesetaraan gender.

"Pengukuran data itu bagi saya sangat penting, orang mungkin berpikir, itu hanya report tapi kita tidak bisa melaporkan jika tidak ada data. Dan data itu hanya bisa didapat kalau kita mengukur. Prinsipnya adalah, jika kita tidak bisa mengukur, kita tidak bisa mengatur. Kan harus jelas objektifnya, apa yang mau dicapai, dan bisa diukur serta ditelusuri sehingga hasilnya bisa tepat sasaran," tutur Febriany Eddy, CEO PT Vale Indonesia dalam Katadata SAFE Forum 2021, Kamis (26/8/2021)

Dia juga menambahkan, komitmen untuk mendorong kesetaraan gender hanya permulaan saja. Masih banyak proses yang perlu dilakukan oleh perusahaan untuk mencapainya, mulai dari komitmen, transformasi budaya hingga rencana kerja.

"Mulai dari komitmen lalu kami memulai dengan budaya korporasi, kami mau mengubah budaya kita yang maskulin menjadi inklusif dan mempromosikan learning together. Jadi inklusi dan keberagaman menjadi pilar yang sangat penting untuk mendorong dan mengakselerasi dalam transformasi budaya tersebut," jelas Febriany Eddy.

"Dan kami berusaha untuk membuat inklusi dan keberagaman menjadi jati diri perusahaan. Dengan adanya tune from the top, lalu terintegrasi secara budaya lalu muncul charter. Lalu dari charter transit menjadi norma, kebijakan, standard and procedure," imbuh dia.

PT Bank BTPN Indonesia juga menyatakan hal senada, menurut Andrie Darusman, Head of Corporate Communication and DAYA, data kesetaraan gender menjadi nilai tambah dalam laporan berkelanjutan tahun 2020 yang disusun oleh Bank BTPN.

"Ini adalah laporan berkelanjutan pertama yang kami keluarkan sesuai dengan aturan POJK 51 dan alhamdulillah laporan ini mendapat gold rating dari Asia Sustainability Reporting Standard. Dan mungkin kami mendapat gold rating karena kontribusi dari tools GEARS ini," ujarnya.

Dari data komposisi karyawan Bank BTPN tahun 2020, tercatat ada 234 karyawan perempuan baru, sekitar 37 persen dan 402 karyawan laki2 atau sekitar 63 persen. Secara keseluruhan, komposisi jumlah karyawan Bank BTPN mencapai 3.090 karyawan perempuan atau sebanyak 42 persen, dan 4.392 karyawan laki-laki. Sementara pada level karyawan manajemen ke atas itu sudah melebihi 37 persen.

"Kalau dilihat across level of responsibility, komposisi gender di karyawan dan karyawan baru, angkanya sudah seimbang. Dan di level board itu 43 persen perempuan, jadi bisa dibilang kami sedang menuju ke arah itu (keseimbangan). Dari GEARS ini kami juga mendapat beberapa key inisiatives yang harus dilakukan untuk mencapai kesetaraan, misalnya perlu dilakukannya pelatihan tentang kesetaraan gender," kata Andrie Darusman.

Sementara itu, PT HM Sampoerna menyatakan bahwa kesinambungan adalah topik bisnis, sehingga perlu adanya dorongan dari seluruh level karyawan untuk mencapai kesetaraan gender di tempat kerja.

"Ada satu kesungguhan dari manajemen, bahkan dari parent company kami, yaitu Phillip Morris sudah memberikan pernyataan publik. Yaitu di akhir tahun 2022, level pemimpin harus mencapai 40 persen. Dan tentunya kami menjadi bagian dari pergerakan itu juga," Ungkap Ripy Mangkoesoebroto, Direktur People & Culture.

Sebuah riset menunjukkan, jaminan informasi keberlanjutan kini telah menjadi praktik standar untuk perusahaan besar dan menengah di seluruh dunia. Di antara 250 perusahaan terbesar di dunia, tren yang mendasari jaminan pihak ketiga atas data keberlanjutan adalah 71 persen.

KPMG telah meluncurkan survei mengenai sustainability reporting sejak tahun 1993. Survei ini memberikan pandangan mendetail tentang tren global dalam pelaporan keberlanjutan dan menawarkan wawasan bagi para pemimpin bisnis, dewan perusahaan, dan profesional keberlanjutan.

Tujuannya adalah untuk mendukung mereka yang memiliki tanggung jawab untuk menilai dan menyiapkan pelaporan keberlanjutan organisasi mereka sendiri. Survei ini juga berfungsi sebagai panduan bagi investor, manajer aset, dan lembaga pemeringkat yang sekarang mempertimbangkan informasi keberlanjutan atau Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG) ke dalam penilaian mereka atas kinerja dan risiko perusahaan.

 

Kesenjangan Upah Masih Ada

Direktur Eksekutif IBCWE Maya Juwita mengatakan, survei KPMG menunjukkan bahwa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (UN SDGs) telah beresonansi kuat dengan bisnis sejak diluncurkan pada tahun 2015. Selain itu, pengaruhnya terhadap pelaporan telah meningkat secara signifikan antara 2017 dan 2020.

"Tekanan yang lebih besar pada perusahaan dari pemangku kepentingan, termasuk investor, dan peer, untuk lebih transparan dalam masalah seperti dampak rantai pasokan, standar tenaga kerja, dan keberagaman termasuk gender mungkin telah memengaruhi lompatan pelaporan ini. Kemungkinan juga lebih banyak perusahaan sekarang memiliki pemahaman yang lebih baik tentang SDGs dan merasa lebih nyaman dalam menanganinya dalam pelaporan keberlanjutan mereka," katanya.

Maya juga memaparkan, berdasarkan laporan Pipeline: Equity for All Report 2019, setiap 10 persen peningkatkan kesetaraan gender di tempat kerja, pemasukan perusahaan meningkat 1-2 persen. Studi tersebut dilakukan terhadap 4.161 perusahaan di 29 negara. Selain itu, laporan McKinsey & Company: Diversity Wins Report 2020 juga menyebut perusaahan yang menerapkan kesetaraan gender dalam jajaran manajemen mempunyai kinerja keuangan 28 persen lebih baik dibandingkan perusahaan lain.

Sebanyak 77 persen perusahaan di Indonesia sudah setuju untuk menerapkan gender diversity. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan perusahaan lain di Asia Pasifik. Kata Maya, sudah banyak perusahaan di Indonesia yang punya program internal untuk tingkatkan kesetaraan gender.

"Memang sebagian besar adalah perusahaan global yang punya cabang di Indonesia. Namun kami berharap perusahaan tersebut bisa memberikan contoh kepada perusahaan lokal dalam menerapkan kesetaaan gender di tempat kerja. Karena secara tidak langsung memberikan kontribusi terhadap peningkatan pemasukan perusahaan,” ujar Maya dalam webinar SAFE Forum 2021 yang digelar Katadata, Kamis (26/8/2021) pada sesi Achieving Sustainability Through Internal Capabilty.

Ketua Dewan Pembina IBCWE Debby Alishinta mengatakan, mewujudkan kesetaraaan gender di tempat kerja merupakan tantangan besar. Karena itu, perlu dukungan pemerintah dan advokasi perusahaan sehingga diharapkan bisa meningkatkan partisipasi perempuan di perusahaan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, perempuan adalah kelompok yang rentan terhadap konstruksi sosial yang sangat kental dalam budaya patriarki yang dapat menyebabkan stigmatisasi, stereotype, beban ganda dan kekerasan berbasis gender.

Padahal, kata Bintang, perempuan adalah setengah kekuatan sumber daya manusia di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 70 persen berada di usia produktif.

"Tingkat partisipasi angkatan kerja atau TPAK perempuan juga masih jauh tertinggal dibandingkan laki-laki yaitu 53 persen banding 82 persen. Selainn itu masih ada kesenjangan upah antara pekerja perempuan dan laki-laki," jelasnya.

Bintang menambahkan, peningkatkan TPAK perempuan di tempat kerja bisa berkontribusi kepada Produk Domestik Bruto. Kata dia, apabila TPAK naik 3 persen maka pada 2025 Produk Domestik Bruto Indonesia bisa bertambah hingga 135 miliar dolar Amerika.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya