Kata BNPB Soal Siklus 100 Tahun Tsunami di Pesisir Selatan Jawa

BMKG mengingatkan potensi gempa besar mencapai magnitudo 8,7 di pesisir Jawa yang bisa berdampak tsunami, mengacu siklus 100 tahunan.

oleh Yopi Makdori diperbarui 14 Okt 2021, 18:11 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2021, 18:11 WIB
Diterjang Tsunami Selat Sunda, Jembatan Penghubung di Jalur Alternatif Ambruk
Ilustrasi tsunami - Sebuah mobil melintasi pantai karena jembatan di jalur alternatif Sumur, Banten, ambruk, Senin (24/12). Jembatan penghubung ambruk diterjang gelombang Tsunami Selat Sunda. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menanggapi peringatan yang disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tentang potensi gempa besar yang dapat memicu tsunami di pesisir selatan Pulau Jawa.

Potensi gempa besar berkekuatan magnitudo 8,7 di pesisir selatan Jawa Timur itu bisa berdampak tsunami, mengacu siklus 100 tahunan.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengatakan, belum ada kajian ilmiah terkait siklus 100 tahun tsunami di pantai selatan Jawa.

Dalam penelitian BNPB yang juga menggandeng BMKG, butuh waktu paling tidak 400 tahun untuk lempeng di selatan Jawa memuntahkan energi gempa berkekuatan lebih dari magnitudo 8.

"Ini bisa terjadi kalau sih gerakan lempeng darat ini tetap bergerak sampai waktu tertentu karena dia kan harus ngumpulin energi. Nah ketika kita hitung yang 8,8 di selatan Jawa Barat dan 8,9 di selatan Jawa Timur itu bisa terkumpul dalam magnitudo segitu dalam rentang 400 tahun minimal," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (14/10/2021).

Pria yang akrab disapa Aam itu mengamini bahwa dalam periode 100 tahun bisa saja terjadi gempa. Namun jika berdasarkan risetnya, kekuatan gempa tak sampai melebihi magnitudo 8.

"Jadi dalam segmen Jawa Barat bisa enggak lepas gempa dalam periode ulang 100 tahun, ada tapi kita enggak bicara 8,8, gitu," katanya.

Aam menerangkan, riset yang dilakukan BNPB berdasarkan data dari perhitungan Sistem Pemosisi Global atau GPS dan data relokasi pusat gempa.

Aam menggarisbawahi bahwa data gempa di Jawa masih sedikit, kalau tak mau dianggap kurang mumpuni untuk membaca pola keterulangan gempa di sana. Sehingga BNPB tak mengetahui kapan terakhir kali gempa basar di pesisir selatan Jawa itu terjadi.

Ada catatan dari peneliti luar yang bersifat dokumentasi cerita. Pada 1921 tercatat ada rekaman cerita air naik di Pangandaran dan Cilacap. Estimasi kekuatan gempa saat itu mencapai magnitudo 7,5.

"Di (tahun) bawahnya lagi ada enggak, ada report Belanda waktu itu air naik di sekitar Kebumen, Kulonprogo di 1859 dan 1840. Ke bawahnya kita enggak punya nih," ujar Aam.

Peringatan Tsunami Siklus 100 Tahun di Jawa

Ilustrasi tsunami
Gelombang tinggi di laut Gunung Kidul Yogyakarta. (Liputan6.com/Sunariyah)

Sebelumnya, BMKG mengingatkan potensi gempa besar magnitudo 8,7 di pesisir Jawa Timur. Gempa besar ini bisa berdampak tsunami mengacu siklus 100 tahunan di wilayah selatan Jawa.

"Ini merupakan siklus 100 tahunan yang harus kita waspadai," kata Kepala BMKG Stasiun Geofisika Malang, Ma'muri saat menyampaikan survei lokasi dan evakuasi di pesisir selatan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (13/10/2021).

Untuk itu, BMKG meminta setiap pemerintah daerah yang memiliki kawasan pesisir selatan di Jatim untuk melakukan skenario mitigasi sejak dini.

Dia menyebut, salah satu daerah memiliki banyak kawasan pesisir yang berpotensi tsunami setinggi 24 meter adalah Kabupaten Tulungagung.

"Itu potensi, bisa terjadi bisa enggak. Ketika kita tahu ada potensi maka kita bisa bersiap," katanya.

Dari hasil modeling, jika terjadi gempa bermagnitudo 8,7, maka bisa memicu gelombang tsunami setinggi 24 meter setelah 30 menit kegempaan.

Dalam upaya memitigasi potensi megabencana itulah BMKG melakukan sosialisasi ke daerah-daerah rawan tsunami di Jawa Timur mulai Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember hingga Banyuwangi.

"Kami langsung turun lapangan guna melakukan verifikasi jalur evakuasi dan titik evakuasi akhir yang sudah ada di masing-masing daerah," ujar seperti dikutip dari Antara.

Hasilnya, lanjut dia, sejauh ini hampir semua daerah telah memiliki pemetaan dan sarana pendukung jalur evakuasi serta titik evakuasi dirasa sudah aman.

"Kami ukur ketinggiannya ternyata sudah aman dari tsunami," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya