YLKI: Pemerintah Belum Transparan Terkait Rincian Struktur Harga Tes PCR

Tulus menambahkan, keputusan pemerintah menurunkan tarif tes PCR harus diikuti dengan pengawasan.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Okt 2021, 17:23 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2021, 17:23 WIB
Tarif batas untuk tes PCR
Petugas kesehatan mengambil sampel lendir saat tes usap (swab test) PCR di Jakarta, Senin (25/10/2021). Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengarahkan untuk menurunkan harga tes PCR menjadi Rp300 ribu dan masa berlaku pemeriksaan diperpanjang 3x24 jam. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendukung sikap Presiden Joko Widodo yang memerintahkan tarif tes Covid-19 menggunakan Polymerase Chain Reaction atau PCR turun menjadi Rp 300.000 dengan masa berlaku hasilnya 3 x 24 jam. 

Sebelumnya, tarif tes PCR menyentuh angka Rp495.000 untuk Pulau Jawa dan Bali, sedangkan luar Jawa dan Bali Rp525.000 dengan masa berlaku 2 x 24 jam.

"Dengan segala plus minusnya, putusan tersebut patut diapresiasi karena setidaknya Presiden telah mendengarkan aspirasi publik atas mahalnya biaya tes PCR,” kata Ketua YLKI, Tulus Abadi, Selasa (26/10/2021).

Meski mengapresiasi, YLKI mengkritisi transparansi pemerintah. Menurutnya, hingga saat ini pemerintah belum transparan terkait rincian struktur biaya tes PCR. 

"Berapa sesungguhnya struktur biaya PCR dan berapa persen margin profit yang diperoleh oleh pihak provider? Ini masih tanda tanya besar,” ucapnya.

Tulus menambahkan, keputusan pemerintah menurunkan tarif tes PCR harus diikuti dengan pengawasan. Sebab, banyak sekali provider yang menetapkan tarif tes PCR melebihi harga eceran tertinggi (HET) dengan beragam alasan. 

Misalnya alasan PCR Ekspress dengan tarif bervariasi, mulai dari Rp650.000, Rp750.000, Rp900.000, hingga Rp1,5 juta. 

“Selain itu, pemerintah juga harus menurunkan masa uji lab, yang semula 1×24 jam; bisa diturunkan menjadi maksimal 1x12 jam; guna menghindari pihak provider/lab, mengulur waktu hasil uji lab tersebut,” sambungnya. 

 

Soroti Wacana Syarat PCR untuk semua Transportasi Umum

Tulus juga menanggapi wacana semua moda transportasi akan dikenakan wajib tes PCR. Menurutnya, kebijakan tersebut bisa dilakukan jika tarif tes PCR diturunkan lebih signifikan, misalnya menjadi Rp100.000. 

Jika tarif tes PCR masih Rp300.000, maka akan memberatkan pengguna transportasi darat seperti bus. 

"Mana mungkin penumpang bus suruh membayar PCR yang tarifnya lebih tinggi daripada tarif busnya itu sendiri? Dan untuk pengguna kendaraan pribadi bagaimana pengendaliannya? Selama ini tak ada pengendalian kendaraan pribadi, baik roda empat dan atau roda dua. Jika tak ada pengendalian yang konsisten dan setara, ini hal yang diskriminatif,” ujarnya.

Tulus menyarankan tidak semua moda transportasi harus dikenakan PCR atau swab antigen karena akan menyulitkan pengawasannya. Dia mendorong pemerintah mengembalikan tes PCR untuk keperluan skrining kesehatan.

"Karena toh sekarang sudah banyak warga yang divaksinasi,” pungkas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya