MA Cabut PP Pengetatan Remisi, Ditjen Pas Siap Ikuti Aturan yang Ada

MA mencabut dan membatalkan PP Nomor 99 Tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP tersebut merupakan pengetatan remisi bagi pelaku korupsi, terorisme, dan narkoba.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 30 Okt 2021, 10:16 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2021, 10:15 WIB
PHOTO: Melawan Korupsi dengan Karya Komik dan Ilustrasi Antikorupsi
Sejumlah karya komik dan ilustrasi antikorupsi digelar dalam pameran bertajuk AKU KPK ( Aksi Komik Untuk KPK) di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/8). Pameran tersebut didukung oleh Persatuan Kartunis Indonesia (Pakarti). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) menyatakan siap menjalani aturan pemerintah terkait pemberian remisi terhadap koruptor. Hal ini menanggapi dicabutnya PP Nomor 99 Tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan oleh Mahkamah Agung (MA).

"Kita pastikan akan melaksanakan atau memberikan hak-hak narapidana karena kan kewajiban buat kami. Tapi tentunya hak-hak ini kan ada dasarnya, ada legal standing nya, saat ini memang kasus korupsi itu dasar pemberian remisinya itu adalah PP 99 tahun 2012 ya," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pas Rika Apriyanti dalam keterangannya, Sabtu (30/10/2021).

Rika menyebut, dalam memberikan remisi terhadap koruptor pihaknya berpegang teguh pada PP Nomor 99 tahun 2012. Nantinya, jika ada perubahan lain terkait pemberian remisi, maka pihaknya akan mengikuti aturan yang berlaku.

"Nah saat ini kita masih berdasarkan (PP 99/2012) itu. Adapun perkembangan selanjutnya dengan yang tadi disampaikan MA, ya, kita akan ikuti, berdasarkan rules yang baru atau peraturan yang baru, pasti kita ikuti," kata Rika.

Mahkamah Agung (MA) mencabut dan membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP tersebut merupakan pengetatan remisi bagi pelaku korupsi, terorisme, dan narkoba.

Dalam PP tersebut berisi soal koruptor, teroris, dan pengedar narkoba boleh menerima remisi namun dengan syarat yang lebih ketat dari warga binaan pemasyarakatan lainnya.

"Putusan kabul HUM (hak uji materiil)," demikian dikutip dari laman Mahkamah Agung (MA), Jumat 29 Oktober 2021.

Pertimbangan Hakim

20151030-Gedung-Mahkamah-Agung
Gedung Mahkamah Agung (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Uji materi atau judical review ini diajukan oleh Subowo dan empat rekannya, yakni warga binaan yang sedang menjalani pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Putusan MA ini diketok oleh ketua majelis Supandi dengan anggota majelis Yodi Martono Wahyunandi dan Is Sudaryono. Putusan ini dibacakan pada 28 Oktober 2021 dan dicatat panitera pengganti Dewi Asimah.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan narapidana bukan hanya objek, tetapi juga subjek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya, yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenai pidana sehingga tidak harus diberantas. Namun yang harus diberantas yaitu faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum.

Berkaitan dengan hal tersebut, majelis hakim MA menimbang, hak untuk mendapatkan remisi harus diberikan tanpa terkecuali. Artinya berlaku sama bagi semua warga binaan untuk mendapat haknya secara sama, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan.

"Persyaratan untuk mendapatkan remisi tidak boleh bersifat membeda-bedakan dan justru dapat menggeser konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang ditetapkan serta harus mempertimbangkan dampak overcrowded di Lapas," demikian bunyi pertimbangan putusan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya