Ahli Dukung Jaksa Agung Terapkan Keadilan Restoratif Tangani Kasus Istri Marahi Suami

Hibnu menilai, seorang aparat penegak hukum seharusnya dapat menyelesaikan persoalan KDRT, dengan restorative justice yang berpegang pada prespektif korban.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Nov 2021, 17:29 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2021, 16:21 WIB
Buron 13 Tahun, Adelin Lis Ditangkap Kejaksaan Agung
Jaksa Agung, S Burhanuddin (tengah) saat rilis pemulangan terpidana kasus pembalakan liar dan perusakan alam, Adelin Lis di Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (19/6/2021). Adelin Lis ditangkap di Singapura dan dipulangkan ke Indonesia setelah buron 13 tahun. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Ahli hukum Pidana Prof Hibnu Nugroho mengapresiasi langkah dari Jaksa Agung ST Burhanuddin melakukan eksaminasi khusus terhadap perkara terdakwa Valencya alias Nengsy Lim yang marahi suaminya karena kerap mabuk di Kejaksaan Negeri Karawang.

Dia berharap, kasus yang termasuk kategori KDRT tidak terulang kembali dan keadilan restoratif menjadi pilihan para jaksa untuk menyelesaikan kasus serupa seperti itu.

"Sewajarnya berdasarkan instruksi Jaksa Agung ST Burhanuddin perkara tersebut dapat diselesaikan secara restorative justice, dan tak perlu sampai naik ke meja persidangan," ujar hibnu saat dihubungi merdeka.com, Selasa (16/11/2021).

Hibnu menilai, seorang aparat penegak hukum seharusnya dapat menyelesaikan persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dengan restorative justice yang berpegang pada prespektif korban.

Sehingga, Hibnu mengatakan, seharusnya tuntutan satu tahun terhadap Valencya alias Nengsy Lim oleh jaksa penuntut umum (JPU), lantaran kerap memarahi suaminya yang sering mabuk-mabukan bisa diselesaikan secara berkeadilan.

"Sehingga dalam perkara-perkara ini seharusnya seorang jaksa, sesuai perkembangan dengan kebijakan jaksa agung dilakukan dengan penyelesaian restorative kan begitu. sehingga tidak sampai ke arah mitigasi (persidangan)," katanya.

Hibnu juga menyoroti soal temuan dari hasil eksaminasi khusus dari pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengungkap jika para jaksa yang menangani perkara Valencya diduga tidak profesional dengan menunda-nunda waktu.

"Profesionalisme jaksa yang bersangkutan ternyata tidak profesional menunda-menunda, padahal namanya penyelesaian hukum itu harus ada asas tepat, nah itu tidak dijalankan. Inilah saya kira, dalam rangka peningkatan profesionalisme penegak hukum ini harus betul-betul diterapkan," jelasnya.

 

Langkah Eksaminasi Khusus

Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung)
Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana untuk melakukan eksaminasi khusus terkait dengan penanganan perkara KDRT terdakwa Valencya alias Nengsy Lim di Kejaksaan Negeri Karawang.

Pelaksanaan eksaminasi khusus terhadap penanganan perkara KDRT dengan terdakwa Valencya yang dijatuhi hukuman 1 tahun akibat memarahi suaminya yang mabuk itu dilakukan dengan mewawancarai sembilan orang, baik dari pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Karawang, maupun jaksa penuntut umum (P-16 A), Senin.

"Bapak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum bergerak cepat sebagai bentuk program quick wins dengan mengeluarkan Surat Perintah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk melakukan eksaminasi khusus terhadap penanganan perkara atas nama terdakwa Valencya Alias Nengsy Lim," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dilansir Antara, Senin (15/11).

Dari eksaminasi itu, diperoleh sejumlah temuan. Pertama, dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan, Kejaksaan Negeri Karawang ataupun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dinilai tidak memiliki sense of crisis, yaitu kepekaan dalam menangani perkara. Kedua, mereka tidak memahami Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum.

"Pada ketentuan Bab II pada Angka 1 butir 6 dan butir 7, pengendalian tuntutan pidana perkara tindak pidana umum dengan prinsip kesetaraan yang ditangani di Kejaksaan Agung atau Kejaksaan Tinggi dilaksanakan oleh kepala kejaksaan negeri atau kepala cabang kejaksaan negeri sebagaimana dimaksud pada butir (1) dengan tetap memperhatikan ketentuan pada butir (2), (3), dan butir (4),” kata Leonard.

Ketiga, jaksa penuntut umum di Kejaksaan Negeri Karawang telah melakukan penundaan pembacaan tuntutan pidana sebanyak empat kali dengan alasan rencana tuntutan belum turun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

Namun, faktanya rencana tuntutan baru diajukan dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada hari Rabu (28/10) diterima di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada hari Kamis (29/10), dan disetujui berdasarkan tuntutan pidana dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan nota telepon, Rabu (3/11).

Akan tetapi, pembacaan tuntutan pidana oleh jaksa penuntut umum baru dilakukan pada hari Kamis (11/11).

"Keempat, tidak memedomani Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Perkara Pidana," kata Leonard.

Selain itu, baik Kejaksaan Negeri Karawang maupun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat juga tidak memedomani.

"Tujuh Perintah Harian Jaksa Agung" sebagai norma atau kaidah dalam pelaksanaan tugas penanganan perkara itu.

"Hal ini dapat diartikan tidak melaksanakan perintah pimpinan," kata Leonard.

 

 

Kesimpulan Temuan Pemeriksaan

Dari keseluruhan hasil temuan itu, lanjut dia, disimpulkan penangangan perkara terdakwa Valencya akan dikendalikan langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Para jaksa yang menangani perkara itu pun akan melalui pemeriksaan fungsional oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan. Selanjutnya, asisten tindak pidana umum di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat akan ditarik sementara waktu ke Kejaksaan Agung guna memudahkan pemeriksaan fungsional.

Sekedar informasi bahwa, tuntutan dari JPU terhadap Valency tengah menyorot perhatian. Lantaran akibat memarahi suami yang ketauan mabuk-mabukan, Valency akhirnya harus duduk di kursi persidangan hingga dituntut jaksa selama satu tahun penjara.

Melansir dari unggahan di Instagram @tante_rempong_, disebutkan bahwa terdakwa V dinilai terbukti melanggar Pasal 45 ayat (1) junto Pasal 5 huruf Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Terdakwa disebut menyebabkan kondisi psikis suaminya terganggu lantaran sering dimarahi dengan kata-kata kasar setiap pulang dalam keadaan mabuk.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya