7 Fakta Kasus Pemerkosaan Belasan Santriwati di Bandung

Dari belasan santriwati yang menjadi korban pemerkosaan guru pesantren, telah lahir sembilan bayi.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Des 2021, 18:33 WIB
Diterbitkan 10 Des 2021, 18:33 WIB
Ilustrasi Pencabulan
Ilustrasi Pencabulan (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat tengah jadi perbincangan hangat publik karena salah satu tenaga pendidiknya diduga mencabuli para santriwati di bawah umur.

Bahkan dilaporkan, dari belasan santriwati yang disetubuhi paksa tersangka, telah lahir sembilan bayi tanpa dinikahi oleh oknum guru ngaji tersebut. 

"Yang sudah lahir itu ada delapan bayi. Kayaknya ada yang hamil berulang. Tapi saya belum bisa memastikan," ucap Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jabar Dodi Gozali Emil. 

Sidang dakwaan terdakwa HW diketahui berlangsung sejak 11 November 2021. Jaksa penuntut umum membeberkan bahwa terdakwa telah melakukan pencabulan terhadap para santri di bawah umur dalam rentang waktu 2016-2021.

Kasus ini juga menjadi perhatian Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Ia sangat geram terhadap ulah Herry Wirawan alias HW (36) yang memperkosa belasan santriwati. Hingga sembilan santri di antaranya telah melahirkan.

"Pelaku sudah ditangkap polisi dan sedang diadili di pengadilan. Semoga pengadilan bisa menghukum seberat-beratnya dengan pasal sebanyak-banyaknya kepada pelaku yang biadab dan tidak bermoral ini," kata Ridwan Kamil dalam keterangan tertulis, Kamis 9 Desember 2021.

Ridwan Kamil memastikan, santriwati yang menjadi korban perkosaan di salah satu pesantren di Kota Bandung ini mendapatkan perlindungan dan pendampingan dari tim ahli.

"Anak-anak santriwati yang menjadi korban sudah dan sedang diurus oleh Tim DP3AKB Provinsi Jawa Barat untuk trauma healing dan disiapkan pola pendidikan baru sesuai hak tumbuh kembangnya," ujarnya.

Berikut sederet hal terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan predator berkedok guru di salah satu pesantren di Bandung:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


1. Cabuli Santri hingga Hamil dan Melahirkan

Pelaksana tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Riyono mengatakan, HW (36), pelaku pencabulan belasan santri telah memiliki sembilan bayi hasil dari perbuatan bejatnya. 

"Totalnya, ada sembilan bayi telah dilahirkan korban akibat perbuatan terdakwa HW. Waktu prapenuntutan itu masih delapan, ketika persidangan ini digelar ada sembilan," kata Riyono.

Selain sembilan bayi lahir dari para santri yang merupakan korban pencabulan HW, ada dua korban lagi yang kini tengah mengandung. Namun, hingga saat persidangan ini digelar, anak tersebut belum lahir.

"Kemudian ada juga yang masih hamil," ucap Riyono.

Adapun berdasarkan fakta persidangan, ada empat korban hamil dan melahirkan akibat perbuatan biadab HW. Namun, kemungkinan besar korban hamil lebih dari empat karena satu korban ada yang melahirkan lebih dari satu kali.

"Yang melahirkan ada empat," kata Riyono.

 


2. Perbuatan HW Dilakukan dari 2016 hingga 2021

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jabar Dodi Gozali Emil menjelaskan, perbuatan HW dilakukan sekitar 2016-2021 di berbagai tempat di yayasan. Seperti di yayasan pesantren TM, pesantren MH, basecamp, apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R.

Berdasarkan data yang ia terima, korban dari tindakan cabul HW berjumlah 12 orang. Dari belasan santri, ada yang dikabarkan tengah dalam kondisi mengandung.

"Kalau dari data yang saya dapat ada 12 anak korban. Rata-rata usia 16-17 tahun," kata Dodi.

Sebanyak lima santri dijabarkan sudah melahirkan bahkan ada korban melahirkan dua kali.

"Yang sudah lahir itu ada delapan bayi. Kayaknya ada yang hamil berulang. Tapi saya belum bisa memastikan," ucap Dodi.

 


3. Secara Psikologi, Kejiwaan Korban Terganggu

Perbuatan terdakwa HW telah mengakibatkan para korban terganggu secara psikologi Kejiwaannya. Korban pun dibawa ke RS untuk menjalani visum et repertum.

Hasil pemeriksaan akhir dari 14 korban antara lain selaput dara tidak utuh dan mengalami perobekan.

Sidang digelar di Pengadilan Kelas 1A Khusus Bandung. Kali terakhir sidang digelar pada Selasa, 7 Desember 2021 di ruang sidang anak. Majelis hakim diketuai Yohanes Purnomo Suryo Adi.

Ada pun acara sidang dilakukan secara tertutup dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi korban.

Jaksa penuntut umum Agus Murjoko mengatakan, seluruh saksi korban sudah dihadirkan ke persidangan untuk diklarifikasi keterangannya.

"Iya, betul sidang pemeriksaan saksi sudah rampung kemarin. Mengingat para saksi masih anak di bawah umur, maka sesuai aturan undang-undang wajib dilindungi dan didampingi," ujar Agus saat dihubungi, Rabu, 8 Desember 2021. 

Agus menuturkan, para korban mengalami trauma berat atas pemerkosaan yang dilakukan HW. Sedikitnya empat korban di antaranya diketahui hamil dan sudah melahirkan.

"Ada empat anak korban yang hamil. Sekarang sudah melahirkan semua," ucapnya.

 


4. Cabuli Santri Demi Dapatkan Dana Bantuan

Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengungkap fakta bahwa HW (36), pimpinan salah satu yayasan pondok pesantren di Kota Bandung yang mencabuli belasan santri diduga untuk mendapatkan dana bantuan dari sejumlah pihak.

Hal itu diketahui bahwa HW yang tidak mengakui anak di bawah umur yang dilahirkan para korban yang dicabulinya dan mengklaim ke pihak luar jika anak-anak yang lahir tersebut sudah yatim-piatu.

"Ada dugaan yayasan itu dijadikan modus operandi kejahatannya," kata Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana di Bandung, Kamis, 9 Desember 2021.

Asep mencontohkan, dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang diperuntukkan untuk para santri diambil untuk kepentingan pribadi. Dugaan itu berdasarkan dari pengumpulan data dan penyelidikan yang dilakukan tim intelijen Kejati Jabar.

 


5. Kemenag Cabut Izin Operasional Pesantren

Kementerian Agama mencabut izin operasional Pesantren Manarul Huda Antapani, Bandung, Jawa Barat. Tindakan tegas ini diambil karena pengasuhnya Herry Wirawan diduga melakukan tindakan pemerkosaan terhadap belasan santri.

Selain itu, Pesantren Tahfidz Quran Almadani yang juga diasuh Herry ditutup. Lembaga ini belum memiliki izin operasional dari Kementerian Agama.

Dirjen Pendidikan Islam M Ali Ramdhani mengatakan, pemerkosaan terhadap belasan santri merupakan tindakan keji yang tidak bisa ditolerir. Kemenag mendukung langkah hukum yang telah diambil kepolisian.

Ali mengatakan sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang melakukan pelanggaran berat seperti ini.

"Kita telah mengambil langkah administratif, mencabut izin operasional pesantren tersebut," kata Ali di Jakarta, Jumat (10/12/2021).

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Waryono mengungkapkan, pihaknya sejak awal telah mengawal kasus tersebut. Salah satunya dengan berkoordinasi dengan Polda Jawa Barat dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jawa Barat.

Langkah pertama yang sudah diambil adalah menutup dan menghentikan kegiatan belajar mengajar di lembaga pesantren tersebut.

"Kemenag langsung memulangkan seluruh santri ke daerah asal masing-masing dan membantu mereka mendapatkan sekolah lain untuk melanjutkan belajarnya,"ucap dia.

Dalam hal ini, Kemenag bersinergi dengan madrasah-madrasah di lingkup Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama.

 


6. Jerat Pasal

Dalam kasus ini, jaksa Kejari Bandung mendakwa terdakwa HW dengan pasal berlapis, yakni Pasal 81 ayat (1) dan (3) Pasal 76 D UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo pasal 65 ayat (1) KUHP maksimal 15 tahun penjara.

Dan juga didakwa melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.


7. Minta Dijatuhi Hukuman Kebiri

Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meminta agar pelaku pemerkosaan belasan santriwati di Bandung, Herry Wirawan (36) dijatuhi hukuman kebiri selain pidana penjara. 

Sebagaimana dengan hukuman tersebut tertuang dalam Pasal 81 ayat 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016.

"Kami mendukung proses peradilan yang sedang berlangsung serta mendorong penerapan hukuman yang tegas dan maksimum terhadap terdakwa," kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/12/2021).

Menurut Nahar, tindakan yang dilakukan Herry Wirawan sebagai guru pesantren di Ciburi sangatlah keji dengan melakukan pemerkosaan terhadap 12 santriwati selama lima tahun sejak 2016-2021, hingga empat santriwati melahirkan delapan anak.

"(Terdakwa) telah melakukan perbuatan sangat keji terhadap anak yang ingin mendapatkan pendidikan terbaiknya,” ujar Nahar.

Nahar mengatakan kasus pemerkosaan di lembaga pendidikan berasrama sangat sering terjadi. Maka Kemen PPPA berharap adanya langkah pencegahan yang serius dari semua pihak.

 

Muhammad Fikram Hakim Suladi

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya