Sidang Duplik, Pihak Angin Prayitno Sebut Jaksa KPK Memutarbalikkan Fakta

Pengadilan Tipikor melanjutkan sidang dugaan suap pengurusan nilai pajak, dengan terdakwa mantan pejabat DJP Kemenkeu Angin Prayitno Aji, Kamis (27/1/2022).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 27 Jan 2022, 17:16 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2022, 17:16 WIB
FOTO: Mantan Pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji Dituntut Hukuman 9 Tahun Penjara
Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Tahun 2016-2019, Angin Prayitno Aji (kanan) usai sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (11/1/2022). Angin Prayitno Aji merupakan terdakwa suap pengurusan pajak di Kementerian Keuangan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) melanjutkan sidang dugaan suap pengurusan nilai pajak sejumlah perusahaan dengan terdakwa mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Angin Prayitno Aji, Kamis (27/1/2022).

Agenda sidang kali ini yakni mendengarkan duplik atau jawaban tergugat atas replik yang diajukan tim jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada dupliknya, Angin Prayitno melalui kuasa hukumnya, Syaefullah Hamid menyebut ada fakta yang diputarbalikkan oleh tim penuntut umum KPK.

"Replik penuntut umum hanya mengulang kembali apa yang pernah penuntut umum sampaikan dalam surat dakwaan dan surat tuntutan, bahkan terdapat pemutarbalikan fakta," ujar Syaefullah membaca duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/1/2022).

Menurut dia, jaksa tidak jujur karena menyatakan print out data transaksi customer Dolarasia Kepala Gading berasal dari hasil penggeledahan yang dilakukan penyidik di Kantor Dolarasia dalam kasus yang sama dengan tersangka Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak.

Dia menyebut pernyataan jaksa itu sesat lantaran berdasarkan bukti dalam Berita Acara Penyitaan (BAP) dan tanda penerimaan barang bukti, dijelaskan bahwa data transaksi penukaran uang Rp 3,049 miliar ke dolar AS itu sudah disita dalam perkara Angin Prayitno.

"Kedua surat tersebut (BAP dan tanda penerimaan barang bukti) sedemikian terang benderang menyatakan barang tersebut disita dalam perkara Angin Prayitno Aji. Lantas dari mana asalnya karangan penuntut umum yang menyebutkan bahwa data transaksi tersebut ditemukan dalam perkara Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak," kata Syaefullah.

 

Mengingkari Dakwaan

Selain itu, Syaefullah menyebut jaksa sudah mengingkari sendiri surat dakwaannya. Jaksa dinilai gagal membuktikan adanya penukaran uang rupiah Rp 13,8 miliar ke dolar Singapura oleh Yulmanizar alias Deden Suhendar.

Pasalnya dalam surat dakwaan, jaksa menerangkan hasil penukaran dalam bentuk dolar Singapura diteruskan sebagai suap ke Dadan Ramdani dan sebagian ke Angin Prayitno. Jaksa dalam sidang replik mengajukan bukti lain berupa penukaran uang rupiah ke dolar AS sebesar Rp 3,049 miliar menjadi USD 227.100.

Alat bukti tersebut dipandang tak dapat membuktikan adanya penerimaan uang sebagaimana yang didakwakan kepada Angin Prayitno.

"Jika penuntut umum menganggap penukaran uang sebesar Rp 3,049 miliar menjadi USD 227.100 sebagai bagian dari tindak pidana yang dituduhkan, maka berarti penuntut umum mengingkari dakwaan dan tuntutannya sendiri dan secara implisit mengakui dakwaannya tidak terbukti," kata Syaefullah.

Syaefullah juga mengatakan jaksa gagal membuktikan adanya suap dari Veronika Lindawati, selaku wajib pajak Bank Panin.

Jaksa diketahui mempersoalkan kedatangan Veronika pada 15 Oktober 2018 dan mengaitkannya dengan initial finding Rp 900 miliar yang dinegosiasikan. Kubu Angin Prayitno menduga jaksa ingin menyatakan kedatangan Veronika sebelumnya pada 24 Juli 2018 guna menegosiasikan nilai pajak dari Rp 900 miliar ke Rp 300 miliar.

Tapi menurut Syaefullah, dugaan penuntut umum tidak logis karena Veronika seharusnya mendatangi Direktorat Jenderal Pajak sebelum nilai pajak ditetapkan dalam SPHP agar angka tersebut berubah.

"Tetapi fakta hukum membuktikan bahwa Veronika Lindawati mendatangi DJP pada tanggal 24 Juli 2018, sehari setelah SPHP ditetapkan pada tanggal 23 Juli 2018. Nilai pajak dalam SPHP sebesar Rp 303 miliar bahkan bertambah menjadi Rp 307 miliar pada saat SKP terbit," katanya.

"Di sinilah logical fallacy penuntut umum dalam mengurai perkara ini. Dalam Repliknya, penuntut umum sama sekali tidak membahas pertemuan tanggal 24 Juli 2018," sambung Syaefullah.

 

Minta Hakim Tolak Replik Jaksa

Atas penjabaran duplik ini, kubu Angin Prayitno meminta majelis hakim menolak replik jaksa karena hanya didasarkan pada asumsi dan imajinasi semata. Majelis hakim juga diminta menjatuhkan putusan dengan menyatakan Angin Prayitno tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama - sama sebagaimana Pasal 11 dan Pasal 12 huruf A UU Tipikor.

"Membebaskan terdakwa Angin Prayitno Aji dari segala dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan dari segala tuntutan hukum," pungkas Syaefullah.

Sebelumnya, Angin dituntut 9 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Sementara Dadan Ramdhani, selaku mantan Kepala Subdirektorat Pemeriksaan Ditjen Pajak, dituntut pidana 6 tahun penjara denda Rp 350 juta subsider 5 bulan kurungan.

Jaksa juga menuntut kedua mantan pejabat Ditjen Pajak itu membayar uang pengganti Rp 3.375.000.000 dan SGD 1.095.000, dengan perhitungan nilai tukar rupiah pada tahun 2019.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya