KPK Tetapkan Eks Dirjen Kemendagri Tersangka Suap Dana PEN Daerah

Selain Ardian, KPK juga menjerat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 27 Jan 2022, 18:16 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2022, 18:16 WIB
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto (MAN) sebagai tersangka suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.

Selain Ardian, KPK juga menjerat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar. Laode dan Ardian ditetapkan sebagai penerima suap. Sementara pihak pemberi, KPK menjerat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur.

"Dengan dilakukannya pengumpulan dari berbagai informasi dan data yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melanjutkan dengan melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dan mengumumkan tersangka," ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/1/2022).

Karyoto menyebut, Ardian selaku pejabat Kemendagri memiliki kewenangan menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. 

Kemudian pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur. Selanjutnya, sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta.

 

Permintaan Fee 3 Persen

FOTO: Pemeriksaan Lanjutan Bupati nonaktif Kolaka Timur
Bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (25/10/2021). Andi Merya Nur merupakan tersangka suap dana hibah BNPB untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi serta Dana Siap Pakai (DSP) di Kab Kolaka Timur. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dalam pertemuan itu Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 Miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Namun Ardian meminta fee 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.

Andi menyanggupinya dan mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode. Dari uang itu, diduga dilakukan pembagian dimana Ardian menerima SGD 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung dirumah kediaman pribadinya di Jakarta dan Laode Rp 500 juta.

"Atas penerimaan uang oleh MAN (Ardian), permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan AMN (Andi) disetujui dengan adanya bubuhan paraf MAN pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan," kata Karyoto.

Atas perbuatannya, Ardian dan Laode disangka melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Andi Merya disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.

Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjerat Andi Merya Nur dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya