Liputan6.com, Jakarta - Berjabat tangan sambil mengucapkan sholawat Nabi sering kali kita jumpai dalam berbagai momen keagamaan. Salah satu waktu yang paling umum adalah ketika hari raya Idul Fitri, saat umat Islam saling bersilaturahmi.
Tradisi ini tampaknya sudah begitu melekat di tengah masyarakat Muslim, terutama di Indonesia. Namun, tidak sedikit yang kemudian bertanya-tanya, apakah perbuatan tersebut memiliki dasar dalam syariat?
Apakah membaca sholawat ketika berjabat tangan adalah sesuatu yang disunnahkan dalam Islam, atau hanya sebatas kebiasaan yang berkembang tanpa rujukan?
Advertisement
Pertanyaan ini sering muncul dalam forum-forum tanya jawab keislaman, karena ada sebagian kalangan yang ingin mengetahui hukum pastinya.
Menjawab hal tersebut, mengutip situs Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB (www.piss-ktb.com), yang dikenal sebagai portal rujukan Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, memberikan penjelasan menarik.
Dalam salah satu artikelnya, situs ini mengutip pernyataan dari Al-Hafizh As-Sakhawi, seorang ulama besar dalam bidang hadis.
Dikutip dari kitab Al-Qaulul Badi’, As-Sakhawi menyebut adanya keutamaan ketika dua orang Muslim berjabat tangan sambil membaca sholawat Nabi.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Keutamaan Baca Sholawat saat Jabat Tangan
“Tidaklah dua muslim bertemu lalu berjabat tangan dan membaca sholawat pada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melainkan keduanya tidak berpisah kecuali telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang kemudian,” demikian bunyi riwayat yang disampaikan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Riwayat ini menunjukkan bahwa ada keutamaan besar yang terkandung dalam praktik berjabat tangan sambil membaca sholawat.
Dari sisi kandungan makna, hadits ini tidak hanya menunjukkan sunnah berjabat tangan, tapi juga menggabungkannya dengan keutamaan sholawat.
Sholawat sendiri merupakan amalan yang sangat dianjurkan dalam banyak kondisi, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ahzab ayat 56.
Dengan demikian, ketika seseorang menggabungkan dua amalan—berjabat tangan dan bersholawat—maka ini bisa menjadi ladang pahala yang besar.
Tentu saja, penting untuk dicatat bahwa hadits ini bukan menunjukkan sebuah kewajiban, melainkan anjuran atau keutamaan (fadhilah).
Artinya, jika seseorang tidak membaca sholawat saat berjabat tangan, tidak berarti ia berdosa atau melakukan kesalahan.
Namun bila ia melakukannya dengan penuh kesadaran dan niat baik, maka besar kemungkinan akan mendapatkan pahala sebagaimana disebutkan dalam hadits tersebut.
Kebiasaan bersalaman sambil bersholawat saat lebaran pun, jika didasarkan pada niat untuk menghidupkan sunnah dan memperbanyak dzikir, menjadi hal yang sangat positif.
Tradisi ini juga sekaligus menjadi bentuk nyata dalam mempererat ukhuwah Islamiyah di tengah masyarakat.
Advertisement
Sarana Cinta Rasululhah
Namun demikian, seperti dalam amalan-amalan lainnya, keikhlasan dan kesesuaian dengan tuntunan syariat tetap menjadi hal yang utama.
Tidak perlu berlebihan dalam menilai atau menyalahkan orang yang tidak melakukan praktik tersebut, karena hukum asalnya bukan wajib.
Bahkan jika ada yang tidak bersalaman sama sekali karena alasan kesehatan atau lainnya, juga tidak menjadi masalah dalam pandangan syariat.
Yang penting adalah menjaga adab dan tetap mengedepankan semangat saling mendoakan dan memaafkan satu sama lain.
Sebagaimana kata para ulama, keindahan Islam terletak pada keluasan rahmat dan toleransinya dalam perkara-perkara cabang.
Maka dari itu, bersalaman sambil bersholawat bisa menjadi amalan yang berpahala, selama tidak diyakini sebagai keharusan mutlak.
Sebaliknya, menjadikan kebiasaan ini sebagai sarana menyebarkan cinta kepada Rasulullah SAW dan sesama muslim tentu sangat dianjurkan.
Penjelasan Al-Hafizh As-Sakhawi ini menjadi penguat bahwa kebiasaan tersebut memiliki pijakan dalam khazanah Islam klasik.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
