Lonjakan Kasus Covid-19 Omicron di Indonesia Belum Sampai Puncaknya?

Pemerintah memprediksi puncak penambahan kasus Covid-19 gelombang ketiga pada akhir Februari atau awal Maret 2022.

oleh Ika Defianti diperbarui 13 Feb 2022, 14:08 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2022, 18:45 WIB
FOTO: Testing-Tracing COVID-19 Akan Diintensifkan
Warga menjalani tes usap PCR COVID-19 di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Jakarta, Kamis (22/7/2021). Peningkatan testing dan tracing di wilayah padat penduduk diharapkan bisa mempercepat upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Awal Februari 2022, untuk kedua kalinya, Nathania Tambunan dinyatakan terpapar Covid-19. Namun, wanita yang bekerja di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan itu merasakan gejalanya lebih ringan daripada saat terpapar Covid-19 varian Delta pada Juli 2021.

Saat itu gejala yang dirasakannya demam, batuk, flu, dan sakit tenggorokan. Awalnya, Nathania mengira dirinya hanya flu biasa karena tidak merasakan demam tinggi dan nyeri badan seperti halnya terpapar varian Delta. Tapi dia memilih untuk melakukan tes swab antigen dan hasilnya negatif.

Selang dua hari kemudian Nathania direkomendasikan untuk tes PCR oleh atasannya di kantor karena batuknya yang berdahak. Hasil tes swab PCR nya menunjukkan positif Covid-19 dan dia langsung melakukan isolasi mandiri.

"Hasil PCR, tulisannya probable omicron. Demam tetap ada tapi enggak sampai bikin nyeri badan atau sampai nggak bisa bangun dari tempat tidur, flu juga ada hanya pilek aja, batuk enggak berat," kata Nathania kepada Liputan6.com.

Nathania merupakan satu di antara puluhan ribu orang yang dinyatakan terinfeksi Covid-19. Penambahan kasus harian positif Covid-19 di Indonesia sudah lebih 10 ribu orang sejak akhir Januari 2022.

Bahkan, pada 9 Februari 2022 penambahan kasus mencapai 46.843 orang. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memprediksi puncak penambahan kasus di tanah air akan terjadi pada akhir Februari atau awal Maret 2022.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementrian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi memperkirakan puncak kenaikan kasus dapat mencapai tiga sampai enam kali lipat dibandingkan saat ini. Dari penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia sebagian besar didominasi oleh varian Omicron.

"Kalau lihat data genome squencing yang digunakan oleh para surveilans (proporsi kasus) 96 persen itu oleh omicron dari data kasus saat ini, 4 persen itu dari jenis varian yang lain," kata Nadia kepada Liputan6.com.

Peningkatan pelacakan kasus atau tracing kepada para kontak erat pasien Covid-19 sangat diperlukan. Hal itu, kata Nadia, guna membatasi atau memutus penyebaran Covid-19 yang semakin masif. Untuk itu dibutuhkan kerjasama dari Pemerintah Daerah (Pemda) dalam peningkatan testing dan tracing kepada masyarakat.

Peningkatan itu juga sebagai bentuk antisipasi adanya lonjakan tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit (RS) rujukan. Lanjut Nadia, sebagian besar pasien varian Omicron bergejala ringan bahkan tanpa gejala. Namun hal tersebut tidak dapat diremehkan begitu saja.

Masyarakat pun diimbau untuk tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Lalu segera mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap hingga dosis ketiga untuk mereka yang telah enam bulan menerima dosis kedua. RS saat ini akan diprioritaskan untuk merawat pasien Covid-19 dengan gejala berat.

 

Infografis Journal
Infografis Negara Tertinggi Tangani Kasus Covid-19 di Asia Tenggara. (Liputan6.com/Abdillah)

Isolasi Mandiri

Untuk gejala ringan dan tak bergejala dapat melakukan isolasi mandiri ataupun terpusat dengan memanfaatkan layanan telemedisin. Isolasi mandiri untuk pasien tanpa gejala ataupun ringan dapat membantu mengurangi beban RS. Saat ini menurut Nadia, BOR secara nasional masih dalam angka aman, yaitu di bawah 60 persen.

"Kalau lihat angkanya walaupun ada beberapa provinsi yang cukup tinggi jumlah BOR (nasional) kita 24 persen (data Rabu, 9 Februari 2022)," ucapnya.

Selain kasus positif, kematian akibat Covid-19 juga alami peningkatan meskipun tak sebanyak saat gelombang dua. Kematian akibat Covid-19 mayoritas lansia dengan penyakit penyerta atau komorbid yang tidak terkontrol. Sebagian besar belum divaksin dan adapula yang sudah divaksin.

Saat ini Nadia, juga meminta agar setiap Pemda dapat meningkatkan cakupan vaksinasi di wilayahnya berbarengan dengan dosis ketiga atau booster. Peningkatan itu untuk memperkuat imunitas masyarakat.

Kondisi RS Saat Penambahan Kasus

FOTO: Melihat Alat Pendukung Perawatan Pasien di RS Darurat COVID-19
Alat pendukung perawatan pasien virus corona COVID-19 terlihat di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Minggu (22/3/2020). RS Darurat Penanganan COVID-19 dilengkapi dengan ruang isolasi, laboratorium, radiologi, dan ICU. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per Jumat (11/2/2021) pukul 12.00 WIB, cakupan vaksinasi Covid-19 di Indonesia mencapai 187.918.754 atau 90,23 persen untuk dosisi pertama dan 134.403.989 atau 64,53 persen untuk dosis kedua. Lalu sebanyak 6.623.413 dosis atau 3.18 persen untuk booster.

Dari sejumlah kelompok yang mendapatkan vaksinasi, lansia masih rendah. Cakupan dosis pertama baru mencapai 73,82 persen atau 15.910.262 dari total 21.553. 118 kelompok lansia. Dengan begitu, masih ada 26,18 persen atau 5.642.856 lansia yang belum menerima vaksinasi. Untuk mencapai cakupan vaksinasi lengkap sebesar 60 persen sejumlah pendekatan akan dilakukan.

"Vaksinasi door to door, vaksinasi RT/RW dan berbasis adat," Nadia menjelaskan.

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan menyebut peningkatan jumlah pasien bergejala Covid-19 sudah terjadi sejak Januari 2022. Jumlah tersebut terus meningkat hingga saat ini. Rata-rata pasien yang berdatangan ke RS bergejala ringan.

Namun, saat datang ke RS dengan terkonfirmasi positif Covid-19 pasien akan dipilah berdasarkan gejala yang dirasakan. Pasien tidak bergejala dan ringan akan langsung diarahkan ke poliklinik dan nantinya dipulangkan untuk melakukan isolasi mandiri atau terpusat milik pemerintah. Sedangkan pasien bergejala sedang dan berat akan langsung mendapatkan perawatan di ruang isolasi.

Pasien akan dipindahkan ke ICU jika mengalami sejumlah penurunan. Seperti halnya laju nafas yang semakin cepat lebih dari 30 kali per menit ataupun saturasi di bawah 90 persen akan langsung diarahkan ke ICU. Sebab pasien tersebut membutuhkan perawatan yang lebih intensif.

"Ini membutuhkan pemberian oksigen yang lebih banyak dan itu bisa dilakukan melalui ventilator. Yang akhirnya pasien ini akan masuk ke ICU dan diberikan oksigen melalui ventilator," kata Erlina kepada Liputan6.com.

Deteksi Dini

Dengan adanya peningkatan kasus Covid-19, Erlina menyebut 80 persen dari mereka diakibatkan varian Omicron. Sebenarnya diagnosis Omicron harus berdasarkan pemeriksaan khusus yakni whole genome sequencing (WGS). Namun sejumlah RS di Jakarta telah melengkapi tes swab dengan metode S-gene target failure (PCR-SGTF).

Metode itu mengandalkan pemeriksaan beberapa target genetik sekaligus dalam satu sampel. PCR-SGTF juga dinilai lebih cepat dalam mengidentifikasi dan menangani Covid-19 varian Omicron. Selain itu mempermudah untuk keperluan deteksi dini.

"SGTF yang bisa mendiagnosis kearah pemikiran kita sebut sebagai probable Omicron dan data menunjukkan 80 persen dari peningkatan kasus," ujar dia.

Erlina optimistis RS tidak akan kewalahan menangani pasien Covid-19 ketika para pasien tak bergejala dan ringan melakukan isolasi mandiri atau terpusat. Selain itu untuk menekan penyebaran kasus masyarakat diimbau untuk terus disiplin menerapkan protokol kesehatan atau 6 M. Yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, membatasi mobilisasi, dan menghindari makan bersama. Lalu diimbangi dengan cakupan vaksinasi Covid-19.

"Kuncinya adalah masyarakat mau di vaksin kemudian mau disiplin menjalankan protokol kesehatan dan untuk orang-orang yang beresiko untuk mudah tertular atau sangat rentan seperti lansia atau orang dengan komorbid yang tidak terkontrol dan orang yang belum di vaksin itu sebaiknya untuk saat-saat sekarang di rumah aja," Erlina menandaskan.

Kenaikan Level PPKM

Ganjil Genap Gantikan Penyekatan di Jakarta
Pemerintah menaikkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejumlah daerah ke level 3. Kebijakan itu berlaku selama 8-14 Februari 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, pemerintah juga telah menaikkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejumlah daerah ke level 3. Kebijakan itu berlaku selama 8-14 Februari 2022. Dengan penerapan PPKM Level 3, secara otomatis sejumlah fasilitas publik akan menyesuaikan pembatasan hingga waktu operasionalnya. Wilayah tersebut yaitu Jabodetabek, Bandung Raya, Bali, dan Yogyakarta.

Kemudian terdapat 37 kabupaten/kota di luar Jawa-Bali yang berstatus PPKM level 3. Jumlah tersebut meningkat yang sebelumnya hanya tiga kabupaten/kota, yaitu Jayawijaya, Lanny Jaya, dan Jayapura. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan tingkat konfirmasi harian Covid-19 di luar Jawa-Bali masih rendah.

Infografis Journal
Infografis 10 Negara dengan Kasus Omicron Tertinggi di Dunia. (Liputan6.com/Abdillah)

Pola Sama

Airlangga menilai penyebaran kasus saat ini memiliki pola yang sama dengan penularan varian Delta pada pertengahan tahun lalu.Kendati begitu angka reproduksi kasus efektif di beberapa daerah mengalami kenaikan.

"Angkanya di Sumatera tetap, Kalimantan naik 1,2, Maluku naik 1,12, Papua 1,07, Nusa Tenggara 1,04, Sulawesi 1,02," kata Airlangga dalam Konferensi Pers Evaluasi PPKM, Senin (7/1/2022).

Untuk tingkat keterisian rumah sakit di luar Jawa-Bali dinilai masih rendah. BOR paling tinggi yaitu di Sulteng 15 persen, Sulsel 11 persen, Lampung 11 persen, Kalsel 10 persen, Bengkulu 10 persen, dan sisanya dibawah 10 persen. Lalu tingkat vaksinasi baru dua provinsi dengan tingkat vaksinasi kedua di atas 70 persen. Yakni Kepulauan Riau 85,6 persen dan Kalimantan Timur 71,2 persen.

Sedangkan, Menteri Koordinator Bidang kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan peningkatan level PPKM bukan karena tingginya kasus Covid-19. "Hal ini bukan karena tingginya kasus, tetapi karena rendahnya tracing. Bali (naik status level PPKM) karena rawat inap yang meningkat," jelas Luhut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya