Liputan6.com, Jakarta Minggu pagi itu kawasan Taman Langsat, Jakarta Selatan dipenuhi masyarakat. Tak hanya untuk berkumpul keluarga hingga sahabat, sejumlah kegiatan juga berlangsung di sana. Tampak puluhan orang duduk bersama, semua fokus pada bacaannya masing-masing.
Beberapa dari orang terlihat juga mulai berdatangan. Mencari lokasi duduk yang nyaman dan langsung mengeluarkan buku dari tasnya. Termasuk Fera yang datang bersama suami dan anaknya.
Baca Juga
Fera bersama keluarganya jauh-jauh datang dari Pamulang, Kota Tangerang Selatan untuk ikut serta dalam kegiatan Baca Bareng Silent Book Club Jakarta. Dalam kegiatan itu tidak ada interaksi satu sama lain, bahkan banyak yang tidak saling mengenal satu sama lain. Kedatangan mereka hanya karena ingin membaca buku bersama.
Advertisement
Bagi Fera, kegiatan membaca bersama ini baru pertama diikuti. Biasanya bersama keluarga hanya membaca bersama di rumah. Berbeda dengan Fera, sang suami gemar berkeliling di berbagai perpustakaan di Jakarta.
"Biasanya baca ya di rumah saja bareng (suami dan anak). Karena memang kami sekeluarga suka meluangkan waktu untuk membaca buku," kata Fera kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Hal serupa juga dilakukan oleh Awfa. Setelah sibuk bekerja kadang kala dia butuh lokasi baru untuk membaca buku. Apalagi dia membutuhkan lokasi yang lebih tenang untuk menyelesaikan setiap halaman buku yang dipilihnya.
Sebenarnya beberapa kali dia mencoba datang ke sejumlah perpustakaan yang ada di Jakarta, namun seringkali dia kurang fokus untuk membaca.
"Ikut kegiatan baca bareng ini udah setahun lah dan dapat info dari media sosial. Soalnya ke sini beneran dateng baca terus pulang tanpa diharuskan berinteraksi dengan peserta lainnya," ucap Awfa kepada Liputan6.com.
Kegiatan Baca Bareng Silent Book Club Jakarta tidak menyediakan sesi diskusi satu sama lain. Peserta yang datang juga tidak terikat keanggotaan. Mereka dibebaskan kapan datang dan bergabung.
Inisiator Baca Bareng, Hestia Istiviani mengaku sejak kecil bersama keluarganya sering membaca buku dan berdiskusi. Sejak bekerja di Jakarta, dia sempat merasa kesepian dan ingin membaca bersama orang-orang. Akhirnya dia mencoba meniru dan memodifikasi kegiatan Silent Book Club (SBC) yang telah tersebar di berbagai negara.
Perempuan asal Kota Surabaya ini akhirnya menghubungi pihak SBC untuk meminta izin membentuk komunitas yang disesuaikan dengan budaya di Jakarta. Yaitu membaca tanpa ada diskusi apa pun selama satu jam dan dilakukan sekali dalam sebulan.
Awalnya kegiatan ini dilakukan di sebuah kedai kopi namun setelah hampir 5 tahun banyak wajah baru yang bermunculan setiap kegiatan. Hestia memiliki harapan besar dengan kegiatan baca bareng yang saat ini dilakukan di ruang publik. Salah satunya yaitu orang menjadi suka dan gemar membaca.
"Orang jadi tahu bahwa membaca itu tujuannya enggak hanya untuk sekolah, soal kerjaan, lulus kuliah, ataupun membuat laporan. Membaca itu juga sama serunya seperti menonton televisi, nonton konser, lihat artis yang ada di streaming, tapi membaca juga memiliki fungsi sebagai kanal hiburan," ucap Hestia kepada Liputan6.com.
Berdasarkan data UNESCO, indeks membaca di Indonesia meningkat dalam beberapa tahun terakhir, meskipun masih banyak tantangan yang dihadapi. Pada tahun 2023, survei menunjukkan bahwa sekitar 40 persen anak muda di bawah usia 25 tahun membaca setidaknya satu buku per bulan.
Sedangkan, laporan dari Perpustakaan Nasional pada tahun 2022, Gen Z menyumbang sekitar 35 persen pengunjung aktif perpustakaan digital iPusnas, menunjukkan preferensi terhadap akses digital.
Alasan Sering Berkunjung ke Perpustakaan
Amira merupakan salah seorang pekerja yang sering menyempatkan diri membaca di Perputakaan Jakarta yang berlokasi di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat. Dokter umum di salah satu RS di Jakarta ini memilih perpustakaan untuk mengerjakan tugas dan membaca berbagai buku sebagai bentuk melepas penat.
"Biasanya mau ngerjain tugas dan baca-baca buku juga. Sering datang ke sini dua minggu sekali kalau lagi libur," ujar Amira kepada Liputan6.com.
Pengunjung Perpustakaan Jakarta juga datang dari kota penyangga. Salah satunya Lisa Damayanti yang berasal dari Kota Depok, Jawa Barat. Biasanya dia naik KRL untuk sampai di kawasan Cikini.
"Bisanya buat ngerjain tugas, baca buku, pinjem buku. Karena tempatnya sangat nyaman," kata Lisa kepada Liputan6.com.
Perpustakaan Cikini Setelah Direvitalisasi
Setiap perpustakaan memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri. Misalnya Perpustakaan Jakarta yang berlokasi di jantung Jakarta. Perpustakaan tersebut dikelola langsung oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta.
Setelah direvitalisasi pada tahun 2019, Perpustakaan Jakarta memiliki wajah baru. Dengan desain minimalis perpustakaan yang terdiri dari tiga lantai ini seringkali menjadi salah satu destinasi masyarakat.
Perpustakaan Jakarta juga dikenal sebagai Perpustakaan Cikini dan memiliki fasilitas modern yang dapat menampung hampir 100 ribu buku. Berbagai kegiatan juga sering diselenggarakan di sana. Mulai dari diskusi buku, pameran, hingga kegiatan kreatif lainnya.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta, Syaefuloh Hidayat mengaku pada tahun 2025 pihaknya akan melakukan sejumlah strategi baru. Salah satunya yakni mengembangkan Perpustakaan Ki Ageng Serang.
"Kami Pemprov DKI Jakarta ingin menyediakan sebuah wadah kepada masyarakat sehingga masyarakat itu nyaman untuk hadir di perpustakaan, tidak semata-mata untuk membaca tapi juga menyediakan tempat untuk berdiskusi dan jika ada kepentingan lain oleh komunitas dapat menggunakan ruang-ruang yang ada di perpustakaan," jelas Syaefuloh kepada Liputan6.com.
Advertisement
