9 Kriteria Penceramah Non-Ekstrem Menurut Kemenag

Kemenag menyatakan program kompetensi penceramah agama akan terus dilanjutkan karena sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga persatuan dan meningkatkan produktivitas bangsa.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Mar 2022, 17:13 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2022, 17:13 WIB
menag
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Agama atau Kemenag telah melaksanakan program penguatan kompetensi penceramah agama. Program ini dalam rangka menjaga persatuan dan meningkatkan produktivitas bangsa.

Kemenag menyerukan agar penceramah dapat menyampaikan dalam kalimat yang baik dan santun. Terbebas dari makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun.

Materi yang disampaikan juga tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Serta tidak mempertentangkan unsur SARA suku, agama, ras, antargolongan.

"Lalu apa kriteria penceramah dengan kategori ekstrem? Ya tentu yang sebaliknya dari seruan tersebut," kata Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi (HDI) Kemenag Thobib Al Asyhar kepada merdeka.com, Jumat (11/3/2022).

Thobib mengatakan, program kompetensi penceramah agama akan terus dilanjutkan karena sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga persatuan dan meningkatkan produktivitas bangsa. Serta merawat kerukunan umat beragama dan memelihara kesucian tempat ibadah.

"Kementerian Agama tidak menggunakan terminologi 'sertifikasi' penceramah, tetapi melalui konsep 'peningkatan kompetensi' penceramah," jelasnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

9 Kriteria Menurut Kemenag

Berikut ketentuan penceramah agama di rumah ibadah menurut Kemenag:

1. Disampaikan oleh penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama, yakni melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan peradamaian umat manusia.

2. Disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.

3. Disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun.

4. Bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural. Materi diutamakan berupa nasihat, motivasi dan pengetahuan yang mengarah kepada kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial.

5. Materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan empat konsensus Bangsa Indonesia, yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

6. Materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa.

7. Materi yang disampaikan tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan/atau pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktek ibadah antar/dalam umat beragama, serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif.

8. Materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis dan/atau promosi bisnis.

9. Tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan penyiaran keagamaan dan penggunaan rumah ibadah.

Reporter: Muhammad Genantan Saputra/Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya