KSP: Pemerintah Tak Pernah Rilis Nama Penceramah Radikal

Kantor Staf Presiden (KSP), Rumadi Ahmad, menegaskan pemerintah tidak pernah merilis daftar nama penceramah yang dianggap radikal. Untuk itu, dia meminta masyarakat tidak terpancing dengan informasi yang belum jelas sumbernya.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 09 Mar 2022, 09:45 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2022, 09:41 WIB
Jokowi.
Presiden Jokowi. (Foto: Instagram terverifikasi @jokowi)

Liputan6.com, Jakarta - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Rumadi Ahmad, menegaskan pemerintah tidak pernah merilis daftar nama penceramah yang dianggap radikal. Untuk itu, dia meminta masyarakat tidak terpancing dengan informasi yang belum jelas sumbernya.

Hal ini disampaikan Rumadi menanggapi polemik serta pro kontra atas pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait penceramah radikal. Terlebih, setelah daftar nama penceramah yang dinilai radikal beredar di sosial media.

"Saya tidak tahu dari mana asalnya. Yang jelas pemerintah tidak pernah menyebutkan soal nama," tegas Rumadi dikutip dari siaran persnya, Rabu (9/3/2022).

Pihak KSP pun menyayangkan terjadinya polemik tersebut. Pasalnya, kata Rumadi, apa yang disampaikan Jokowi terkait penceramah radikal bukan mengada-ada dan hal yang faktual.

"Pernyataan Presiden sangat jelas. Tidak ada yang simpang siur, karena masalah radikalisme ini hal yang faktual, bukan mengada-ada," katanya.

Menurut dia, yang terpenting saat ini bagaimana masyarakat bisa lebih hati-hati dan selektif dalam mengundang penceramah. Selain itu, Rumadi meminta semua pihak tidak lagi memperdebatkan soal ciri apalagi nama penceramah.

"Apa yang disampaikan bapak Presiden adalah pesan untuk semua kelompok, agar lebih hati-hati dalam mengundang penceramah. Bukan memperdebatkan soal ciri atau nama," jelas Rumadi.

Tidak Sembarangan Undang Penceramah

Ustaz Felix Siauw
Ustaz Felix Siauw konon disebut dalam daftar nama penceramah radikal. (Instagram @felixsiauw)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan TNI-Polri beserta keluarganya tidak bisa bersikap bebas layaknya masyarakat sipil dalam berdemokrasi. Salah satunya, TNI-Polri maupun keluarganya tidak bisa sembarangan mengundang penceramah.

Menurut dia, tentara dan polisi tidak bisa terlibat dalam urusan demokrasi. Hal ini juga harus diterapkan kepada keluarga masing-masing agar memberikan contoh kedisiplinan nasional kepada masyarakat.

"Hal seperti ini harus mulai dikencangkan lagi, supaya masyarakat itu melihat dan bisa kita bawa juga ke arah kedisiplinan nasional. Ini bukan hanya bapak/ibu yang kerja, tapi yang di rumah juga sama," kata Jokowi dalam Pembukaan Rapat Pimpinan TNI-Polri Tahun 2022 di Jakarta Timur, Selasa (1/3/2022).

"Hati-hati ibu-ibu kita juga sama, kedisiplinnya harus sama. Enggak bisa ibu-ibu manggil, ngumpulin ibu-ibu yang lain, manggil penceramah semaunya atas nama demokrasi. Sekali lagi di tentara, polisi, enggak bisa seperti itu," sambungnya.

Cegah Penyebaran Radikalisme

Dia mengatakan TNI-Polri harus mengkoordinir penceramah yang diundang oleh keluarga mereka. Hal ini untuk mencegah penyebaran paham-paham radikal.

"Makro mikro harus kita urus juga. Tau-tau undang penceramah radikal. Nah, hati-hati. Juga hal-hal kecil tapi harus mulai didisplinkan," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya