Liputan6.com, Jakarta - Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid segera diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin. Berkas dakwaan Abdul Wahid telah dirampungkan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Jaksa KPK Titto Jaelani telah selesai melimpahkan berkas perkara Terdakwa Abdul Wahid ke Pengadilan Tipikor pada PN Banjarmasin," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (29/3/2022).
Advertisement
Baca Juga
Dengan pelimpahan berkas dakwaan tersebut, maka penahanan Abdul Wahid kini telah menjadi kewenangan PN Banjarmasin.
"Selanjutnya Tim Jaksa akan menunggu jadwal persidangan berupa penetapan hari sidang dan penetapan penunjukkan majelis hakim," kata Ali.
Abdul Wahid akan didakwa dengan Pasal 12 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, Pasal 12B UU Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, Pasal 3 UU TPPU Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, atau Pasal 4 UU TPPU Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Â
Jadi Tersangka Suap, Gratifikasi, dan TPPU
Sebelumnya, KPK mengembangkan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) pada 2021 sampai 2022 yang menjerat Bupati nonaktif HSU Abdul Wahid. Kini Abdul Wahid dijerat sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
KPK menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka TPPU. Abdul Wahid diduga telah menyamarkan aset hasil korupsi ke dalam bentuk lain dan diduga menggunakan nama pihak lain.
Kasus yang menjerat Abdul Wahid ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT). Dalam OTT, KPK mengamankan 7 orang.
Tiga di antaranya dijadikan tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa dalam dua proyek lelang Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR pada dua desa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.
Ketiganya adalah Maliki selaku Plt Kadis PU pada Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) dan kuasa pengguna anggaran (KPA), Marhaini selaku Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi selaku Direktur CV Kalpataru.
Dalam perjalannya, KPK menjerat Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, tahun 2021-2022.
Abdul Wahid diduga menerima suap dari Marhaini dan Fachriadi melalui Maliki.
Advertisement