Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengajak kementerian/lembaga untuk bergerak bersama mengawal pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Pasalnya, RUU ini sudah 18 tahun mengendap di DPR dan belum jelas nasibnya.
Moeldoko menyebut RUU PPRT sudah disepakati sebagai inisiatif DPR. Namun, kata dia, RUU yang diharapkan menjadi payung hukum dan perlindungan bagi PRT ini tak kunjung dibawa ke agenda pembahasan di sidang paripurna.
Advertisement
Baca Juga
"RUU PPRT sudah lama tertidur, saatnya kita bangunkan lagi. KSP siap memberikan dukungan penuh. Dan kami (KSP) sudah pengalaman mengawal UU TPKS yang baru disahkan 12 April kemarin," kata Moeldoko dikutip dari siaran persnya, Sabtu (16/4/2022).
Menurut dia, RUU PPRT sangat diharapkan untuk mengisi kekosongan hukum perlindungan pekerja rumah tangga, dan memberikan rasa aman kepada PRT dari tindakan diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan.
Mengutip data Jala PRT, Moeldoko membeberkan, selama 2018-2020 tercatat 1.743 kasus kekerasan terhadap PRT.
"Data ini sudah menunjukkan Urgensi RUU PPRT untuk segera disahkan. Agar ada aturan yang jelas soal hak dan kewajiban bagi PRT, kepala keluarga, hingga lembaga-lembaga penyalurnya," ucap dia.
Moeldoko menyadari bahwa tidak mudah mengawal percepatan pembahasan dan pengesahan sebuah Undang-Undang. Terlebih, jika UU tersebut dianggap marjinal dan tidak menguntungkan secara politik.
Dia menuturkan butuh kerja keras dan kolaborasi yang kuat agar UU PPRT ini dapat disanhkan. Mulai dari, kolaborasi antar kementerian/lembaga hingga dukungan dari masyarakat sipil.
“Ini perlu gugus tugas yang melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat sipil. Segera dirumuskan manajemen pembentukannyanya. Untuk cara kerjanya, kita bisa mengadopsi bagaimana kerja tim Gugus Tugas RUU TPKS," tutur Moeldoko.
Sebagai informasi, Kantor Staf Presiden sebelumya telah menginisiasi pertemuan dengan berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS) dan Komnas Perempuan terkait pembahasan percepatan pengesahan RUU PPRT.
KSP juga menggelar rapar-rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga dan organisasi kemasyarskatan, yang mencuatkan pandangan tentang pentingnya pembentukan gugus tugas RUU PPRT.
Koalisi 5 Desak DPR Segera Putuskan Nasib RUU PPRT
Sebelumnya, Koalisi 5 mendesak pimpinan DPR RI segera menjadwalkan paripurna untuk pengambilan keputusan atas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Koalisi 5 yang terdiri dari Kowani, Komnas Perempuan, Institut Sarinah, Jalastoria dan Jala PRT menyatakan keprihatinan atas terhentinya proses legislasi RUU PPRT selama lebih 1,5 tahun.
"Terhentinya proses legislasi RUU PPRT usulan Baleg selama lebih 1,5 tahun karena sikap diskriminatif Pimpinan DPR RI. Baleg sudah memaparkan usulan tersebut pada tanggal 15 Juli 2020 tetapi Pimpinan DPR tidak pernah mengagendakan RUU PPRT ke sidang paripurna untuk diambil keputusan sebagai RUU usulan DPR," kata perwakilan Kowani, Giwo Rubianto dalam keterangannya, Minggu (21/11/2021).
Perwakilan Isntitut Sarinah Eva Sundari menyatakan, semua RUU yang telah dibamuskan telah masuk paripurna. Dia mengatakan, hanya RUU PPRT yang dilangkahi dan didiskriminasi.
"Semua usulan lain yang sudah diBamuskan telah diagendakan oleh Pimpinan DPR ke sidang Paripurna. Koalisi 5 menghimbau agar Pimpinan menjalankan kewajiban mereka sebagaimana diatur di UU MD3 maupun Tatib DPR RI," ujar Eva.
Advertisement
PRT Wajib Dilindungi Negara
Padahal, lanjut dia, Pasal 86 UU MD 3 terkait tugas Pimpinan DPR ayat (1) menyatakan Pimpinan DPR harus memimpin Sidang DPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusannya.
Keputusan atas usulan RUU PPRT inisiatif Baleg adalah oleh seluruh anggota DPR RI di sidang paripurna dan bukan merupakan diskresi Pimpinan DPR.
"Koalisi 5 mengimbau agar Pimpinan DPR segera menjadwalkan RUU PPRT di Sidang Paripurna di penghujung masa sidang di penghujung tahun ini demi para Ibu Sarnah PRT yang disebut PBNU maupun Muhammadiyah sebagai Kaum Dhuafa dan Muftaqiyin yang wajib dilindungi negara," kata Eva.
Dia menyarankan, pada Peringatan Hari Ibu dan Hari HAM sekaligus Anti Kekerasan terhadap perempuan Desember nanti, sepatutnya Pimpinan DPR menunjukkan pemihakan mereka kepada kaum ibu Indonesia. Caranya dengan memberikan dukungan penuh bagi pengusulan RUU PPRT (dan TPKS) menjadi inisiatif DPR pada Sidang Paripurna, Desember 2021.
"Koalisi 5 Pro RUU PPRT mengimbau adanya terobosan legislasi yang pro perempuan oleh DPR periode 2019-2024 yang diketuai Ibu Puan Maharani yang juga Menko Kesra 2014-2019. Komitmen politik Pimpinan DPR yang responsive gender ini akan produktif dan efektif karena pemerintah sudah membentuk gugus tugas untuk RUU PPRT dan RUU TPKS yang dimotori oleh KPPPA dan Kemenakertrans yang kebetulan keduanya, bersama ketua DPR RI adalah para perempuan luar biasa dan pro Kesetaraan Gender," pungkas Eva.
Bamus Tolak Bawa RUU PPRT ke Rapat Paripurna
RUU Pelindungan PRT telah disepakati dalam rapat Badan Legislasi pada (1/7/2020). Sayangnya, RUU PPRT gagal dibawa ke paripurna untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR, pada Juli lalu 2020.
Penyebabnya, Rapat Badan Musyawarah (Bamus) bersama pimpinan fraksi dan pimpinan DPR, pengesahan RUU Pelindungan PRT sebagai inisiatif DPR ditolak sebagai agenda rapat paripurna.
Kini, koalisi 5 mendesak agar pimpinan DPR membawa RUU tersebut ke rapat paripurna sebelum masa sidang tahun ini berakhir atau pada Desember 2021.
Sementara itu, RUU PPRT terdiri dari 12 bab dan 34 pasal. Beberapa fokus RUU Pelindungan PRT adalah soal perekrutan PRT baik secara langsung maupun tidak langsung, aturan penyalur PRT, dan hak-hak seperti Jamsostek dan lainnya.
Advertisement