Misteri Kematian Sertu Bayu Pratama Usai Bertugas di Papua

Kasus kematian prajurit TNI, Sertu Marctyan Bayu Pratama, masih menyisakan pertanyaan. Hampir setengah tahun sejak kematiannya pada 8 November 2021 lalu, kasusnya tak kunjung memiliki kepastian hukum.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jun 2022, 21:42 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2022, 15:02 WIB
FOTO: TNI AD Gelar Apel Pasukan di Monas
Prajurit TNI AD mengikuti Apel Gelar Pasukan Jajaran TNI AD di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (25/1/2022)(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kematian prajurit TNI, Sertu Marctyan Bayu Pratama, masih menyisakan pertanyaan. Hampir setengah tahun sejak kematiannya pada 8 November 2021 lalu, kasusnya tak kunjung memiliki kepastian hukum, meski telah diproses Oditurat Militer.

Awalnya, Bayu disebut terlibat penjualan senjata kepada Kelompok Separatis Teroris di Papua. Belakangan, kasus penganiayaan dari seniornya yang membuat dirinya tewas terungkap ke publik. Terbaru, keluarga mengungkap ada masalah utang piutang korban dengan koleganya di TNI.

Atas hal itu, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa berjanji akan menuntaskan kasus kematian Sertu Marctyan Bayu Pratama, prajurit TNI yang diduga tewas di tangan kedua seniornya saat bertugas di Timika, Papua.

"Saya janji, saya akan kawal seperti halnya kasus hukum yang sudah terjadi kemarin," kata Andika usai rapat bersama Komisi I di DPR RI, Jakarta, dikutip Minggu (12/6).

Andika menjelaskan jika kasus yang terjadi ini telah diusut sebelum dirinya menjabat sebagai Panglima TNI. Namun, dia telah memastikan jika kasus ini telah menyeret dua yang diduga pelaku yang berpangkat, yakni Letnan Satu dan Letnan Dua.

Pihak polisi militer sebelumnya telah melimpahkan berkas perkara tersebut ke Oditurat Militer Jayapura pada 13 Desember 2021.Kemudian ditindaklanjuti dengan melimpahkan ke Oditurat Militer Jakarta pada 25 Mei 2022.

"Jadi ini yang sedang saya telusuri. Saya sudah perintahkan Oditur Jenderal sebagai atasan dari Oditur Militer dan saya sebagai atasan Oditur Jenderal, selidiki apa yang terjadi. Karena saya ingin tahu apa yang terjadi," jelasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Diduga Ada Yang Melambatkan Proses Hukum

Di samping itu, terkait kasus yang lama diproses, Andika menduga ada yang sengaja memperlambat penanganan kasus penganiayaan yang menewaskan Sertu Marctyan Bayu Pratama.

"Kalau saya sinyalir ada bukti cukup kuat adanya kesengajaan melambat-lambatkan atau bahkan tidak membuka secara terang," ungkap Andika.

Dia pun berjanji akan menuntaskan kasus ini, bahkan tak segan memberikan hukuman bagi pihak-pihak yang mencoba memperlambat proses hukum. Termasuk, mengucapkan terimakasih kepada pihak keluarga korban yang telah menyuarakan kasus ini

"Maka saya berikan konsekuensi. Cuma yang jelas, kasus hukumnya sendiri harus lanjut. Sekarang saya kawal benar. Karena sekarang saya jadi tahu," tegasnya.

"Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri yang menyuarakan, mungkin tidak terima karena penanganan yang mengakibatkan korban tewas dari anaknya sendiri. Sehingga beliau kemudian menyuarakan ke publik saya jadi tahu," tambahnya.


Kesaksian Sang Ibu

Sebelumnya, Sri Rejeki (50), seorang ibu asal Kota Solo, Jawa Tengah, pada 8 November 2021 lalu, menerima kabar bahwa putranya, Sertu Marctyan Bayu Pratama, telah meninggal dunia dalam tugas di Papua.

“Hari Senin saya dapat kabar dari komandan di Solo kalau anak saya meninggal karena sakit. Saya enggak percaya. Padahal saat telepon terakhir dengan saya kondisinya baik-baik saja. Kegiatan selama di sana ngaji, hafalan Alquran, makanya saya tenang. Wong Sabtu baik-baik saja kok tiba-tiba Senin dikabari kalau anak saya meninggal,” kata Sri Rejeki, mengutip dari ANTARA pada Kamis (9/6).

Kecurigaan terkait meninggalnya sang anak makin besar saat dia melihat wajah anaknya di peti mati. Ia mengatakan kalau wajah anaknya penuh dengan luka lebam dan hidung patah sehingga ia meminta agar ada autopsi ulang.

Walaupun petugas telah berjanji akan memberikan hasil autopsi, namun hingga kini Sri Rejeki belum menerima hasil itu. Ia menduga anaknya dianiaya karena permasalahan utang piutang.

Ia mengatakan sebenarnya masalah itu sudah selesai karena dirinya yang melunasi sendiri utang anaknya itu. Namun selang satu minggu kemudian ia menerima kabar anaknya meninggal. Terkait hal ini, Sri sudah berupaya menghubungi pihak petinggi TNI yang ia kenal.

“Saya hanya menghubungi yang saya tahu dan saya kenal lewat WA. Saya tanya bagaimana proses hukum anak saya, baru mereka memberi kabar. Kalau saya tidak tanya ya mereka tidak memberi kabar ke saya,” ungkap Sri Rejeki.

Atas kasus ini, Sri Rejeki meminta keadilan pada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa agar kasus anaknya itu dapat segera disidangkan dan diputuskan seadil-adilnya. Tak hanya bagi keluarganya, bagi Sri Rejeki kasus ini sudah kelewat batas dan bisa membahayakan tatanan negara ini.

“Para pelaku harus mendapat hukuman setimpal sesuai perbuatannya. Kalau bisa ya ini dipecat, karena sudah bisa merusak tatanan TNI dan juga membahayakan masyarakat sipil karena orang seperti ini kejam,” kata Sri Rejeki.


Keluarga Tak Tahu Sertu Bayu Diduga Terlibat Jual Beli Amunisi ke KKB

Pengacara keluarga almarhum Sertu Marctyan Bayu Pratama, Asri Purwanti, mengaku tidak tahu sebab musabab masalah kliennya dianiaya seniornya hingga meninggal dunia. Yang dia tahu, kliennya meninggal dunia karena dianiaya hanya karena masalah utang piutang, bukan karena dugaan kasus jual beli amunisi 600 butir kepada teroris Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.

“Kalau (dugaan jual amunisi 600 butir) itu kami tidak tahu karena tahunya utang piutang. Itu bukan ranah saya ya. Saya hanya tahu dari keluarga kasus utang piutang, penganiayaan hingga mati. Masalah (dugaan kerlibatan Bayu jual beli amunisi) bukan urusan saya. Namun nanti dalam persidangan terbongkar, kenapa Bayu sampai meninggal, ada apa?,” ujar Asri dalam keterangannya.

Asri mengaku ingin tahu benar tidaknya Sertu Bayu terlibat jual beli amunisi kepada teroris KKB. Namun demikian, Asri menegaskan dirinya tidak ingin mencampuri soal dugaan Sertu Bayu terlibat jual beli amunisi kepada teroris KKB tersebut. Soal dugaan keterlibatan almarhum Bayu dalam kasus jual beli amunisi kepada teroris KKB, Asri lebih menyerahkan kasus tersebut kepada institusi yang berwenang.

“Justru kami ingin tahu kalau memang (Bayu jual beli amunisi). Kalau terlibat itu kapan terlibatnya, kan Bayu ditahan. Karena Bayu itu dikirim Juni (ke Papua) ditahan pertengahan Agustus. Jadi tahunya utang piutang sudah dilunasi 3 November. Kami punya bukti transfernya lunas. Kita punya bukti itu. Itu (jual beli amunisi) urusannya internalnya institusi ya. jadi kami enggak tahu,” katanya.

Kendati demikian, menurut Asri, penganiayaan yang menyebabkan Sertu Bayu meninggal dunia, apapun alasannya, hal itu tidak dibenarkan. Tapi, lanjut Asri, kliennya tak masalah diadili hingga mati selama Sertu Bayu terbukti berhianat terhadap kesatuan dan negara.

“Tapi melalui peradilan. Jadi masalah (jual amunisi itu) kami tidak tahu. Kalau Bayu memang salah terus sampai seperti itu masih ada peradilan karena apa, setiap manusia berhak untuk hidup,” ucapnya.

“Kan ada peradilannya. Kan harusnya diproses hukum, diselidiki, selain Bayu siapa dan bagaimana, kan gitu,” tandas Asri lagi.

Lebih lanjut, Asri mengaku dirinya sudah pernah meminta klarifikasi kepada pimpinan Satgas perihal aturan seorang pimpinan diperbolehkan menganiaya juniornya ketika melakukan kesalahan. Hanya saja, Asri tidak menyebutkan siapa nama pimpinan almarhum Bayu saat bertugas di Papua.

“Ada (komunikasi dengan pimpinan Bayu) saya tahu. Saya sudah telpon ke beliaunya. Saya pernah telpon dan saya pernah menghadap. Saya tidak berani menyebutkan (nama pimpinan Bayu),” tambah Asri.

Asri lantas meminta ibunda Sertu Bayu, Sri Rejeki (50) dimintai keterangan jika memang Sertu Bayu diduga terlibat jual beli amunisi kepada teroris KKB.

“Makanya kami kemarin menyampaikan saya mohon ibu korban di BAP karena kami punya bukti-bukti (pelunasan utang) yang mana kami sebagai orang tua tidak terima anaknya digitukan. Masuk TNI itu kan kebanggaan. Nah sekarang kenapa mati di tangan seniornya sendiri. Kenapa enggak dilindungi. Kalau memang salah kami ikhlas kok, enggak apa-apa kalau memang mengkhianati negara, tapi dengan prosedur yang benar,” katanya.

Asri mengatakan dirinya hanya mencari keadilan dan memperjuangkan kebenaran soal kematian Sertu Bayu. Hal itu diakui Asri sudah disampaikan kepada Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa.

Sumber: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com

Infografis Gebrakan Jenderal Andika Perkasa di Rekrutmen Anggota TNI. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Gebrakan Jenderal Andika Perkasa di Rekrutmen Anggota TNI. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya