Eks Presiden ACT: Informasi Gaji Fantastis Benar, tapi Bukan dari Satu Sumber

Ahyudin menyebut gaji yang diterima bukan bersumber hanya dari ACT. Namun dari banyak lembaga amal sosial yang dikelola.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 07 Jul 2022, 11:20 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2022, 13:49 WIB
Sembako
Presiden ACT Ibnu Khajar (kiri) saat memberikan paket sembako dalam Operasi Pangan Murah di Masjid Assuada, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Jumat (15/10/2021) . (ACTNews/Abdurrahman Rabbani)

Liputan6.com, Jakarta Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin menanggapi berbagai pemberitaan  seputar penyelewengan donasi umat hingga gaji tinggi pejabat saat dirinya masih masih aktif di ACT.

Ahyudin menegaskan, untuk sumber dana remunerasi atau gaji yang diterima merupakan akumulasi dari banyak lembaga, bukan hanya ACT.

"Total remunerasi atau gaji yang diterima merupakan akumulatif dari banyak lembaga. ACT hanyalah salah satu dari sekian banyak lembaga yang pernah saya pimpin," tutur Ahyudin kepada wartawan, Rabu (6/7/2022).

Menurut Ahyudin, selain ACT pun ada lembaga lainya sebagai sumber gaji semua SDM, yakni Global Wakaf, Global Zakat, Global Qurban, MRI, Disaster management isntitute of Indonesia (DMII). Kemudian di bawah Global Wakaf juga masih banyak program atau lembaga produktif lainnya seperti lumbung ternak wakaf, lumbung beras wakaf, lumbung air wakaf, dan lainnya. 

"Semua lembaga-lembaga tersebut dibawahi oleh satu holding berlegal perkumpulan, yaitu Global Islamic Fhilanthropy (GIP) di mana saya menjadi presidennya. Semua leader lembaga adalah tim leader inti di GIP yakni Presiden, Senior Vice Presiden, Vice Presiden, Dir Eksekutif dan Direktur," jelas dia.

Ahyudin menyebut, sumber dana GIP berasal dari semua lembaga yang dibawahi, termasuk dirinya sebagai Presiden GIP. Dia sendiri mengaku sebagai ketua dewan pembina yayasan dari semua lembaga yang dibawahi oleh GIP.

Sementara untuk leader GIP lainya yakni para Senior Vice Presiden, Vice Presiden, hingga Board of Directors adalah tim pengurus di legal yayasan lainnya. GIP menjadi holding dari semua lembaga dan sudah berlangsung sejak dilahirkan yakni sekitar tahun 2013.

"Remunerasi profesional bagi semua SDM lembaga mulai dijalankan setelah pencapaian penerimaan dana atau dominan donasi secara akumulatif mencapai Rp500 miliar lebih per tahun, yaitu sejak tahun 2018 hingga 2021," kata Ahyudin.

Dia pun turut memberikan sekilas gambaran tentang akumulasi jumlah dana atau donasi yang diterima semua yayasan, dalam hal ini ACT, Global Wakaf, Global Qurban, hingga Global Zakat dibawah GIP. 

Hal itu sebagai bagian dari alasan mengapa lembaga memberikan gaji relatif besar.

"Dalam kurun waktu 5 tahun sejak 2017-2021  total dana atau donasi terhimpun mencapai hampir Rp3 Triliun dalam bentuk uang tunai dan sebagian dalam bentuk aset dan natura yang diterima oleh semua yayasan di bawah GIP. Total akumulasi donasi selama 17 tahun sejak 2005 hingga 2021 sekitaran Rp4 triliun lebih. Global Qurban misalnya, memperoleh amanah pekban lebih dari 100 ribu ekor setara kambing dalam 5 tahun terlahir mulai 2017-2021," ujarnya.

 

Buat Lembaga Amal Sosial Berkelas

Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ibnu Khajar
Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ibnu Khajar saat menggelar konferensi pers. (Foto: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com).

Ahyudin menengaskan, dirinya ingin mengangkat lembaga amal sosial di Tanah Air dengan posisi yang tinggi, berkelas, prestise dan profesional. Tidak ketinggalan yang terpenting adalah mampu menghadirkan kebermanfaatan yang besar bagi masyarakat luas. 

Dengan begitu, diharapkan banyak para profesionalis hebat di Indonesia yang mau ikut terjun ke dunia sosial.

"Jika gaji di lembaga sosial kecil apalagi ditiadakan, maka mana mungkin orang-orang hebat profesional tertarik mengelola lembaga amal sosial. Melalui kiprah lembaga-lembaga amal sosial ini saya ingin Indonesia menjadi bangsa besar, menjadi bangsa terbaik, menjadi bangsa tangan di atas, bukan bangsa tangan di bawah. Bukan bangsa pengutang, tetapi menjadi bangsa pemberi bantuan," beber Ahyudin.

Baginya, semua niatan tersebut hanya bisa tercapai jika generasi terbaik di Indonesia tertarik untuk terjun ke industri sosial, sehingga mampu membangun lembaga amal yang besar kelas dunia, memberi manfaat sosial, bukan hanya kepada bangsanya sendiri namun juga kepada bangsa lain di seluruh dunia.

"Visi sosial seperti ini diharapkan mampu menstimuasi gerakan entrepreneurship bisnis secara meluas di masyarakat, sebab membangun gerakan sosial yang masif tanpa gerakkan entreprenuership yang masif adalah sulit, bahkan mustahil," ucap dia. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya