Liputan6.com, Jakarta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)Â memprakirakan cuaca di Ibu Kota memasuki akhir pekan, Sabtu, 9 Juli 2022 cenderung cerah hingga cerah berawan. Kondisi ini berlangsung hingga malam hari.Â
Meski ada sejumlah titik yang diprediksi BMKG diselimuti awan pada pagi hingga siang hari. Untuk DKI Jakarta, cuaca berawan tersebut dilaporkan BMKG terjadi di Jakarta Pusat, utara Ibu Kota serta Kepulauan Seribu.
Advertisement
Baca Juga
Daerah penyangga Jakarta, yakni Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bekasi pada Sabtu pagi juga diprediksi cerah berawan. Namun, BMKG mengimbau agar warga waspada terhadap potensi hujan diselingi petir dan angin pada sore hari.Â
"Waspada potensi hujan disertai kilat/petir dan angin kencang antara sore hingga menjelang malam hari di Kab Bogor, Kab Sukabumi, Kab Cianjur dan Kab Karawang," jelas BMKG.Â
Sementara, untuk wilayah Tangerang, hujan intensitas ringan turun di siang hingga malam hari.
Berikut informasi prakiraan cuaca untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG:Â Â
 Kota |  Pagi |  Siang |  Malam |
 Jakarta Barat |  Cerah Berawan |  Cerah |  Cerah Berawan |
 Jakarta Pusat |  Berawan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Jakarta Selatan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Jakarta Timur |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Jakarta Utara |  Berawan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Kepulauan Seribu |  Berawan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
Bekasi | Â Cerah Berawan | Â Berawan | Â Berawan |
Depok | Â Cerah Berawan | Â Berawan | Â Berawan |
Bogor | Cerah | Berawan | Berawan |
 Tangerang |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
Masyarakat Diminta Lebih Teliti Terima Informasi Cuaca Ekstrem
Di sisi lain, hoaks terkait perubahan iklim mulai muncul belakangan ini di masyarakat. Informasi tersebut akan sangat berbahaya jika tidak diatasi.
Salah satu hoaks terkait perubahan iklim adalah terkait cuaca ekstrem di Indonesia. Hoaks itu seperti adanya gelombang panas hingga ancaman banjir di sejumlah daerah.
Dosen Program Studi Meteorologi FITB ITB, Joko Wiratmo menyebut munculnya hoaks tersebut karena kurangnya pemahaman masyarakat. Hoaks itu juga kerap menjadi viral meskipun informasi yang disampaikan terkesan tidak ilmiah.
"Penyampaian informasi mengenai cuaca perlu ilmu pengetahuan yang cukup kuat supaya informasi-informasi berseliweran yang cenderung tidak benar dapat dihindari. Hoaks yang menyebabkan keresahan harus segera ditangkal dengan pemberitaan yang tepat dari media massa sehingga jumlah hoaks yang beredar dapat berkurang dan masyarakat terdidik dengan informasi yang benar," ujar Joko dilansir laman Itb.ac.id.
"Aksi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki situasi ini adalah lebih aktif dan responsif menyuarakan kebenaran ilmiah kepada orang-orang di media massa maupun media sosial. Masyarakat juga dianjurkan untuk meneliti setiap berita atau fenomena alam yang terjadi di sekelilingnya agar informasi yang didapatkan faktual," katanya menambahkan.
Ia menjelaskan perubahan iklim yang menimbulkan cuaca ekstrem disebabkan oleh faktor alam dan manusia.
"Sebagian besar penyebab perubahan iklim adalah dari faktor manusia sebesar 90 persen," kata Joko.Â
Advertisement
BMKG: Aksi Mitigasi Gas Rumah Kaca Harus Lebih Ditingkatkan
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebut laju peningkatan suhu permukaan di Indonesia sangat bervariasi.
Berdasarkan analisis hasil pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir, menunjukkan kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Dimana, Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami trend kenaikan > 0,3℃ per dekade.
Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi tercatat terjadi di Stasiun Meteorologi Aji Pangeran Tumenggung Pranoto, Kota Samarinda (0,5℃ per dekade). Sementara itu wilayah Jakarta dan sekitarnya suhu udara permukaan meningkat dengan laju 0,40 – 0,47℃ per dekade.
"Secara rata-rata nasional, untuk wilayah Indonesia, tahun terpanas adalah tahun 2016 yaitu sebesar 0,8 °C dibandingkan periode normal 1981-2010 (mengikuti tahun terpanas global), sementara tahun terpanas ke-2 dan ke-3 adalah tahun 2020 dan tahun 2019 dengan anomali sebesar 0,7 °C dan 0,6 °C," papar Dwikorita.
Analisis BMKG tersebut, lanjut Dwikorita, senada dalam laporan Status Iklim 2021 (State of the Climate 2021) yang dirilis Badan Meteorologi Dunia (WMO) bulan Mei 2022 yang lalu. WMO menyatakan bahwa hingga akhir 2021, suhu udara permukaan global telah memanas sebesar 1,11 °C dari baseline suhu global periode pra-industri (1850-1900), dimana tahun 2021 adalah tahun terpanas ke-3 setelah tahun 2016 dan 2020.