Pengacara Sebut Ponsel Brigadir J Tak Ditemukan Usai Adu Tembak di Rumah Ferdy Sambo

Keluarga almarhum Brigadir J atau Yoshua melaporkan kasus adu tembak polisi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dengan dugaan pembunuhan berencana di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 18 Jul 2022, 13:57 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2022, 13:57 WIB
Ilustrasi Kasus-Pengadilan-Laporan Polisi (Freepik/Rawpixel.com)
Ilustrasi Kasus. (Freepik/Rawpixel.com)

Liputan6.com, Jakarta Keluarga almarhum Brigadir J atau Yoshua melaporkan kasus adu tembak polisi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dengan dugaan pembunuhan berencana di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Pada kesempatan itu, diangkat pula soal hilangnya ponsel milik mendiang Brigadir Yoshua.

"Yang kita laporkan itu ada tiga handphone atau empat itu belum ditemukan, kemudian peretasan itu ada menyadap handphone orangtua almarhum, ayah ibunya berikut dengan kakak adiknya," tutur kuasa hukum keluarga Brigadir Yoshua, Kamarudin Simanjuntak, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).

Kamarudin menyebut, sejumlah barang bukti lainnya disertakan dalam upaya pelaporan tersebut. Seperti bukti video adanya luka sayat di tubuh almarhum Brigadir Yoshua.

"Banyak, di bawah mata, di hidung, di bibir, di bahu kemudian di tangan atau di jari, dan di kaki," jelas dia.

Adapun deretan tindak pidana dalam laporan tersebut antara lain dugaan pembunuhan berencana, dugaan pencurian dan atau penggelapan ponsel, dan peretasan dan atau melakukan penyadapan dengan dugaan tindak pidana telekomunikasi.

"Terlapornya lidik," Kamaruddin menandaskan.

Sebelumnya, Simanjuntak mengatakan pihak keluarga menemukan kejanggalan dari kematian putranya tersebut yang mereka terima dari Mabes Polri melalui Divisi Humas Polri.

"Yang janggal ya penjelasan Korepenmas, dia bilang tembak-menembak, yang menembak katanya almarhum, tapi yang ditembak enggak kena. Abis 7 peluru. Kemudian yang ditembak, menembak balik 4 kali. Tapi menghadilnya 7 peluru. Kan janggal itu. Senjata apa yang dipakai kok bisa menembak 4 kali menghasilkan 7 peluru," beber Simanjuntak.

Tak hanya itu, pihaknya juga mempertanyakan adanya luka seperti terkena senjata tajam yang ada pada tubuh Brigadir Joshua.

"Kenapa ada luka sajam di dalam tubuhnya? Di bibir, di hidung, di mata, di belakang telinga ada sayatan kurang lebih satu jengkal, kemudian di bahu, biru-biru di dada kanan kiri, ada luka tusukan atau syatan di kaki. Jarinya, rahangnya, engselnya lepas ata geser, giginya berantakan," ungkapnya.

 


Komnas HAM Temui Keluarga Brigadir J

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemui keluarga almarhum Brigadir Yoshua atau J di Jambi, dalam rangka mengumpulkan berbagai informasi dan keterangan terkait kasus adu tembak anak buah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyampaikan, pihaknya telah mendapatkan banyak informasi, keterangan, serta dokumentasi yang terkait dengan kasus meninggalnya Brigadir J atau Yoshua.

"Komnas HAM sejak kemarin berada di Jambi ketemu sama pihak keluarga. Nah kami diberikan banyak keterangan, kami diberikan banyak foto, kami diberikan banyak video, dan yang paling penting dalam konteks itu adalah kami diberikan konteks. Kami ucapkan terima kasih kepada pihak keluarga yang telah menerima Komnas HAM, terus memberikan keterangan, memberikan berbagai hal yang kami sebutkan," tutur Anam dalam video yang diterima Liputan6.com, Minggu (17/7/2022).

"Apa yang didapatkan Komnas HAM dalam proses ini, tentu saja Komnas HAM dapat lebih banyak dari apa yang beredar di publik, khususnya soal foto dan soal video," sambungnya.

Menurut Anam, yang paling penting dalam berbagai keterangan dan informasi, serta dokumentasi terkait kasus tersebut adalah konteks.

"Jadi foto itu diambilnya gimana, konteksnya apa, dan penjelasan dari keluarga apa itu yang penting," jelas dia.


Mirip dengan Kematian 6 Laskar FPI

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti beberapa kejanggalan dalam proses pengusutan kasus adu tembak antarpolisi yang menewaskan Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

"Berdasarkan informasi yang kami himpun, terdapat berbagai kejanggalan yang mewarnai proses pengusutan kasus ini," kata Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar dalam keterangannya, dikutip Jumat (15/7/2022).

Pertama, sebut Rivanlee, terkait disparitas waktu yang cukup lama sejak insiden dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar dua hari. Lalu, kronologis yang berubah-ubah disampaikan oleh pihak Kepolisian, membuat kasus ini tak masuk akal.

Kedua, ditemukannya luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian muka. Ketiga keluarga yang sempat dilarang melihat kondisi jenazah. Kemudian CCTV dalam kondisi mati pada saat peristiwa terjadi.

Terakhir, keterangan Ketua RT setempat yang mengaku tidak mengetahui adanya peristiwa adu tembak dan proses olah tempat kejadian perkara (TKP).

"Kami menilai bahwa sejumlah kejanggalan tersebut merupakan indikasi penting bahwa Kepolisian terkesan menutup-nutupi dan mengaburkan fakta kasus kematian Brigadir J," tutur dia.

Atas beberapa kejanggalan yang ada, Rivanlee memandang bahwa kasus baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E ini, seperti halnya kejanggalan pada kasus kematian enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek.

"Bukan kali pertama, upaya Kepolisian dalam menyembunyikan fakta juga terjadi pada kasus terdahulu, seperti halnya penembakan terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI)," sebut dia.

"Pada persidangan kasus, terbukti bahwa sejumlah warga sekitar diduga mengalami intimidasi oleh aparat untuk tidak merekam peristiwa dan bahkan diminta untuk menghapus file rekaman atas peristiwa penangkapan yang terjadi. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Komnas HAM ketika memberikan keterangan di persidangan," tambah Rivanlee.


Menko Mahfud Sebut Banyak Kejanggalan

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menilai kasus adu tembak anggota Polisi yang menewaskan Brigadir J alias Yoshua, tak bisa dibiarkan mengalir begitu saja. Pasalnya, kata dia, banyak kejanggalan dalam kasus tersebut.

"Kasus ini memang tak bisa dibiarkan mengalir begitu saja karena banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan, maupun penjelasan POLRI sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya," jelas Mahfud dikutip dari akun instagramnya @mohmahfudmd, Rabu (13/7/2022).

Menurut dia, langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim investigasi untuk mengusut kasus ini sudah tepat. Terlebih, kata Mahfud, tim ini terdiri dari orang-orang kredibel yang dipimpin oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy.

"Itu sdh mewakili sikap dan langkah Pemerintah sehingga Kemenko Polhukam akan mengawalnya," ujarnya.

Mahfud menyampaikan bahwa kredibilitas Polri dan pemerintah menjadi taruhan dalam kasus ini. Sebab, dalam lebih dari setahun terakhir, Polri selalu mendapat penilaian atau persepsi positif yang tinggi dari publik, sesuai hasil berbagai lembagai survei.

"Kinerja positif pemerintah dikontribusi secara signifikan oleh bidang politik dan keamanan, serta penegakan hukum," tutur Mahfud.

Mahfud juga sudah meminta Sekretaris Kompolnas Benny J. Mamoto untuk aktif menelisik kasus ini. Dia juga berpesan agar Kompolnas membantu Polri membuat perkara ini menjadi terang.

"Perkembangannya bagus juga karena selain membentuk Tim, Kapolri juga sudah mengumumkan untuk menggandeng Kompolnas dan Komnas HAM guna mengungkap secara terang kasus ini," pungkas Mahfud.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya