Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ronny Talapessy akan mengajukan dua saksi ahli meringankan kepada penyidik Bareskrim Polri pada pekan depan. Keduanya yakni ahli psikologi dan ahli pidana.
"Minggu depan kami mengajukan dan bermohon kepada penyidik untuk saksi ahli meringankan, yakni saksi ahli psikologi dan saksi ahli hukum pidana," kata Ronny saat dihubungi, Minggu (14/8/2022).
Advertisement
Baca Juga
Ronny menyatakan bahwa keduanya bakal dihadirkan guna memberikan keterangan kepada penyidik dari sudut pandang psikologi dan hukum. Tujuannya agar Bharada E bisa dibebaskan dari segala tuntutan pidana dalam kasus kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
"Yang pastinya untuk meringankan, dan sangat meringankan, kita kan targetnya bebas," katanya.
Lebih lanjut, Ronny menyebut bahwa keterangan soal janji uang Rp 1 miliar kepada Bharada E seolah-olah membuat kliennya tersebut mengetahui rencana pembunuhan Brigadir J. Padahal Bharada E tidak pernah mengetahui rencana tersebut.
"Padahal faktanya tidak. Maksudnya pemberian uang itu, janji uang itu setelah kejadian. Jadi ini perlu kita luruskan. Jangan sampai mendiskreditkan klien. Saya sampaikan tolonglah jangan eksploitasi perkara ini, mencari panggung, ketenaran pribadi di atas penderitaan orang lain," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Ronny Talapessy tengah menyiapkan strategi agar Bharada E lolos dari hukuman dipidana dalam kasus kematian Brigadir J di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Sebab, penembakan dilakukan di bawah perintah dan tekanan Ferdy Sambo.
"Pengin kita luruskan dari pernyataan Komnas HAM, LPSK, bahwa Bharada E tidak mengetahui dan tidak bagian dalam rencana pembunuhan. Mengingat pasal 338 dan 340 itu kan dengan sengaja. Klien saya tidak bisa dibilang dengan sengaja. Karena apa? Dia waktu kejadian itu di bawah tekanan dan dia tidak ada pilihan yang lain," kata Ronny saat dihubungi, Minggu (14/8/2022).
Merujuk Pasal 51 ayat 1 KUHP
Karena kondisi itulah, kata Ronny, maka Bharada E seharusnya tidak bisa dipidana. Ini juga yang tengah diperjuangkan oleh tim pengacara, merujuk pada Pasal 51 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Adapun bunyi Pasal 51 ayat 1 KUHP adalah: “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.”
Sementara ayat 2 pasal yang sama menyatakan, “Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.”
"Harus gitu loh. Keadaan terpaksa. Karena yang memerintah dia ini jauh pangkatnya di atas dia. Harapan kita supaya dimasukin pasal 51 ini. Kalau seandainya pasal 51 ayat 1 ini tidak bisa dimasukin di penyidikan, itu bisa nanti di pengadilan. Walaupun tidak di dakwaan," jelas Ronny.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Merdeka.com
Advertisement