Aktivis Perempuan Ragukan Ada Pelecehan Seksual kepada Putri Candrawathi di Magelang

Tudingan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat melakukan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi diragukan. Aktivis perempuan Nursyahbani Katjasungkana menduga ada motif lain yang melatarbelakangi pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 05 Sep 2022, 09:43 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2022, 09:43 WIB
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Jalani Rekonstruksi Pembunuhan Brigadir J di Rumah Dinas Duren Tiga
Istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi saat menjalani rekonstruksi kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta, Selasa (30/8/2022) (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Tudingan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat melakukan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi diragukan. Aktivis perempuan Nursyahbani Katjasungkana menduga ada motif lain yang melatarbelakangi pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Bukan tanpa alasan, Nusyahbani menyinggung perihal 97 anggota kepolisian yang turut diperiksa terkait kasus ini.

"Iyalah (ada hal lain yang membuat Irjen FS marah). 97 orang terlibat (diperiksa), bukannya itu ada sesuatu," kata Nursyahbani dalam keterangannya, Senin (5/8/2022).

Diketahui, isu kekerasan seksual yang dialami Putri Candrawathi kembali dihembuskan oleh Komnas HAM dan Komnas Perempuan baru-baru ini.

Menurut Nursyahbani, Komnas HAM dan Komnas Perempuan di dalam laporan investigasi kematian Brigadir J tidak memberikan penjelasan secara mendetail terkait dengan temuan pelecehan seksual atau kekerasan seksual.

"Menurut saya Komnas HAM dan Komnas Perempuan seperti yang mereka jelaskan di berbagai media tidak menyebutkan premis utama hasil penyelidikannya sehingga publik bingung juga memahami penjelasannya yang terkait soal relasi kuasa dan lain-lain," ujar dia.

Sulit Dipahami

Nursyahbani menjelaskan relasi kuasa yang disebut-sebut menjadi penyebab utama terjadinya kasus kekerasan seksual. Namun, dalam kasus ini dinilai sulit untuk dipahami. Nursyahbani mengungkit latar belakang Putri Candrawathi .

"Penjelasan soal relasi kuasa itu mungkin benar untuk kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi pada umumnya. Tapi agak sukar dipahami ketika diterapkan dalam konteks PC dengan posisinya sebagai ndoro putri yang dibesarkan sebagai anak jendral dan berpendidikan tinggi juga serta dalam konteks budaya polisi dengan hirarki yg begitu ketat," terang dia.

"Konteks kelas sosial dan interseksionalitas lainnya menjadikan sangat sulit untuk menerima penjelasan soal terjadinya perkosaan di Magelang itu," tambah dia.

Tak Bisa Jadi Landasan

Nursyahbani mengatakan, kekerasan seksual atau pelecehan seksual tak bisa dijadikan landasan hukum untuk para tersangka terutama Putri Candrawathi lolos dari jerat hukum.

"Yang jelas PC tetap terjerat 340/338 juncto 55/56. Dan “pemerkosaannya” apalagi hanya atas dasar keterangan Kuat Maruf dan Susi, yang tak kredibel secara hukum (orang gajian Sambo/PC) dan J tak bisa lagi membela diri, sehingga tidak bisa jadi alasan pemaaf atau pembenar," ujar dia.

Terkait hal ini, Nursyahbani berpendapat bahwa Komnas HAM dan Komnas Perempuan terkesan membantu skenario Irjen Ferdy Sambo.

"Terkesan bahwa Komnas HAM dan Komnas Perempuan seperti membantu Sambo dan mengabaikan rasa keadilan publik terhadap Joshua yang menjadi korban ekposer keganasan dan kekejaman polisi," ujar dia.

Infografis Putri Candrawathi Belum Ditahan sejak Jadi Tersangka Kasus Pembunuhan Brigadir J. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Putri Candrawathi Belum Ditahan sejak Jadi Tersangka Kasus Pembunuhan Brigadir J. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya