Liputan6.com, Jakarta Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) menilai Presiden Joko Widodo alias Jokowi tidak perlu menuruti permintaan Effendi Simbolon terkait pengusutan hubungan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman. Sebab, isu retaknya hubungan Jenderal Andika dan Jenderal Dudung tidak benar.
“Tidak prinsip, itu sudah clear (isu disharmoni Panglima Andika dan KSAD Dudung). Saya kira tidak akan mau melakukannya (presiden) ya. Belaiu-beliau pemimpin, sudah jenderal, sudah tau apa yang harus dilakukan. Jadi tidak perlu presiden turun tangan,” ujar Gus Fahrur saat dihubungi wartawan, Sabtu (10/9/2022).
Menurut Gus Fahrur, tidak semua permintaan harus dituruti oleh Jokowi. Apalagi, isu dugaan disharmoni sudah dibantah oleh Jenderal Andika Perkasa dan Jenderal Dudung.
Advertisement
“Kita ini tidak semua komentar orang mesti kita balas ya. Saya kira presiden sudah tau, mana yang harus dijawab mana yang tidak,” katanya.
Lebih lanjut, Gus Fahrur menegaskan upaya adu domba dan provokasi kepada TNI tidak akan berhasil. Karena, TNI, kata Gus Fahrur, adalah organisasi yang kuat, solid dan disiplin.
”Jadi saya kira tidak mudah untuk dipecah-pecah TNI. kita berharap tidak ada untuk melakukan (adu domba) itu ya. TNI kita kuat menjaga persatuan,” tambah Gus Fahrur.
Gus Fahrur berharap TNI semakin solid dalam menjaga keamanan dan pertahanan negara. Sebagai pelindung negara, kata Gus Fahrur, TNI sangat dicintai oleh rakyat Indonesia.
“Makanya kita berharap TNI menjadi pengayom untuk negara ini. Kita dukung terus perbaikan untuk kemajuan TNI,” ungkap Gus Fahrur.
Legislator PDIP Minta Jokowi Turun Tangan
Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon meminta, kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk turun tangan terkait adanya hubungan tidak harmonis antara Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa dengan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman.
Menurut Effendi, kejadian disharmonis antara Andika Perkasa dengan KSAD Dudung Abdurachman buan kali ini saja. Melainkan sudah berulang kali adanya persinnggungan dua jenderal TNI tersebut.
"Harus (presiden turun tangan). Jangan sampai orang berpikiran bahwa ini dalam tanda petik ya. Karena ini berlangsung sudah cukup lama. Bukan hanya jaman Pak Andika, Pak Dudung. Pak Moeldoko dengan Pak Gatot, kan berulang," kata Effendi Simbolon kepada wartawan, Kamis 8 September 2022.
"Tapi enggak boleh. Ada apa. Memang manajemen konflik ini kan kadang-kadang suka dipakai juga untuk tidak terjadi konsolidasi kekuatan," sambungnya.
Lalu, saat disinggung kenapa disharmoni itu terjadi. Effendi tidak ingin mengunggapkannya ke publik. Dia meminta dua jenderal TNI tersebut yang membeberkannya ke publik.
"Saya nggak mau ngomong sekarang. Kalau saya ngomong sekarang berarti saya nanya saya jawab dong. Jadi pertanyaan saya ini saya lemparkan dulu ke Pak Andika. Jenderal Andika, mohon untuk dijelaskan saya ada pertanyaan dari 80 pertanyaan karena waktu saya squid aja. Random. Selebihnya saya akan serahkan tertulis," ujarnya.
"Ini juga pertanyaan sama saya ingin sampaikan ke Jenderal Dudung sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Bukan pribadi," tambahnya.
Selain itu, legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut ingin agar Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dapat menengahi disharmoni antara dua jenderal TNI dari Angkatan Darat (AD) tersebut.
"Saya mohon Pak Menhan untuk bisa menengahi. Karena ada kaitannya juga sama dia. Contoh soal Akmil itu ada juga Menhan bukan kewenanangannya ikut memberikan rekomendasi, akhirnya membuat penafsiran terhadap ketentuan itu kan menjadi subjektif. Enggak boleh," ucapnya.
"Ya nanti biar semua bisa mengevaluasi. Kan kita pernah juga ad namanya panglima angkatan darat. Pernah pakai tongkat tuh. Dia membawahi kodam-kodam, sekarang Pangdam kan begini, pimpinannya kepala staf. Bisa aja kembali ke sana. Tapi itu poinnya enggak harus ke sana dulu. Ini lebih kepada asalkan dia jawab aja," ungkapnya.
Advertisement
Disharmoni Andika Perkasa dan Dudung Berpotensi Ganggu Soliditas TNI
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Anton Aliabbas menyatakan isu keretakan hubungan antara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman bisa berpengaruh pada soliditas di tubuh TNI.
Apalagi, Anton menilai jawaban Andika terkait disharmonisasi itu nampak sangat normatif. “Jika dicermati, jawaban Andika Perkasa terkait kabar disharmoni hanya menampilkan kesan normatif. Andika tidak memberi jawaban yang lugas menampik kabar tersebut. Hal ini dapat diartikan hubungan dua elit TNI tersebut tidak sedang baik-baik saja,” kata Anton dalam keterangannya, Selasa 6 September 2022.
Menurut Anton, hal wajar apabila hubungan antar pimpinan mengalami pasang surut. Anton menyebut sebuah organisasi, termasuk institusi militer, keberadaan sebuah budaya politik merupakan hal biasa.
“Namun budaya politik yang tidak sehat dapat menimbulkan dampak destruktif bagi organisasi militer seperti TNI. Selain terganggunya target dan sasaran strategis militer, friksi politik di antara jenderal dapat mengganggu profesionalitas dan soliditas di tubuh TNI. Sebab, kabar disharmoni ini jika dibiarkan maka dapat menurunkan moral prajurit. Apalagi, para jenderal yang berselisih memiliki posisi dan kewenangan strategis dalam institusi TNI,” terangnya.
Anton berpendapat Presiden Joko Widodo alias Jokowi perlu mengambil langkah merespon hal ini. Jokowi diminta menengahi serta memastikan Panglima TNI Andika Perkasa dan KSAD Dudung Abdurachman dapat saling bekerja sama.
“Informasi yang beredar dalam Rapat Kerja Komisi I DPR sangat penting untuk diklarifikasi, mengingat forum tersebut adalah formal dan resmi. Pembiaran atas kabar disharmoni ini justru akan mengganggu penuntasan rencana dan target pemerintah terkait sektor pertahanan,” kata dia.
Melihat sejarah, lanjut Anton, disharmoni antar elit di tubuh militer bukanlah hal baru. Sejak kepemimpinan Presiden Sukarno, friksi politik antar jenderal telah banyak mengemuka. Dan fenomena tersebut tidak hanya terjadi di dalam satu matra melainkan juga antar matra angkatan bersenjata.
“Publik tentu berharap para pimpinan TNI tidak lagi mempertontonkan sikap kurang mampu bekerja sama satu sama lain, yang justru dapat menimbulkan kegaduhan tidak perlu. Mempertahankan sikap yang mengedepankan ego politik hanyalah akan menggerus tingkat kepercayaan publik pada TNI. Dan pada akhirnya, yang merugi dan dikorbankan adalah citra institusi TNI,” pungkas dia.