Liputan6.com, Jakarta - Dua tenaga kesehatan (nakes) dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (7/11/2022).
Dalam persidangan, dua nakes yakni Nevi Afrilia dan Ishbah Azka Tilawah memastikan bahwa Ferdy Sambo tidak menjalani tes PCR saat Brigadir J tewas di rumah dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Keterangan itu sekaligus membatas skenario palsu Ferdy Sambo yang mengaku tengah pergi melakukan tes PCR saat penembakan Brigadir J. Sebab, eks Kadiv Propam itu ternyata sudah menjalani tes PCR sehari sebelumnya.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini berawal dari kesaksian Nevi yang menjelaskan bahwa dirinya diminta untuk melakukan tes PCR kepada empat orang pada 8 Juli 2022. Mereka adalah Putri Candrawathi, Susi, Richard Eliezer alias Bharada E, dan Brigadir J yang baru tiba dari Magelang, Jawa Tengah.
"Siapa saja yang saudara swab?" tanya hakim dalam persidangan di PN Jakarta Selatan.
"Ada empat orang, Ibu Putri, Susi, Bapak Richard Eliezer, dan Yosua," jawab Nevi.
Lalu, saksi Nevi menyebut tes PCR dilakukan di rumah pribadi di Jalan Saguling, Jakarta Selatan sekitar pukul 15.25 WIB hingga 15.50 WIB secara bergantian dari Putri, Susi, Brigadir J, dan Bharada E.
Dari keterangan itu, tak ada nama Ferdy Sambo. Padahal, dalam skenario awal, eks Kadiv Propam itu menyebut ikut menjalani tes PCR. Bahkan, keterangan rekan Nevi, yakni Ishbah juga mengungkap bahwa Sambo telah menjalani tes PCR pada 7 Juli atau sehari sebelum Brigadir J tewas.
Eks Kadiv Propam itu disebut menjalani tes COVID-19 itu bersama ajudannya, Daden Miftahul Haq pada pagi hari setelah melakukan perjalanan dari Magelang, Jawa Tengah di Mabes Polri.
"Tanggal 7 siapa saja?" tanya hakim.
"Bapak FS sama bapak Daden," jawab Ishbah.
"Tanggal 7, jam berapa?" timpal hakim.
"Jam 7 pagi," kata Ishbah.
"Di rumah?" tanya hakim.
"Kantor di Mabes," kata Ishbah.
Sekedar informasi, Nevi Afrilia dan Ishbah Azka Tilawah adalah sosok tenaga kesehatan (nakes) yang diminta untuk melakukan swab PCR di rumah Pribadi di Jalan Saguling terhadap rombongan Putri Candrawathi setelah menempuh perjalanan dari Magelang, Jawa Tengah.
Dia dihadirkan bersamaan dengan tiga saksi lainnya yakni Sopir Ambulans, Ahmad Syahruk Ramadhan, Legal Counsel pada provider PT. XL AXIATA, Viktor Kamang; dan Provider PT Telekomunikasi Selular bagian officer security and Tech Compliance Support, Bimantara Jayadiputro.
Skenario Palsu
Untuk diketahui jika awal mula kasus sempat disebutkan kalau Ferdy Sambo tidak ada dilokasi saat terjadi penembakan terhadap Brigadir J, keterangan ith merupakan skenario palsu yang disusun Ferdy Sambo untuk menutupi kasus pembunuhan berencana.
Sebagaimana sempat disebutkan Karopenmas Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan bahwa posisi Kadiv Propam tak berada di lokasi saat peristiwa ini terjadi. Saat kejadian, Irjen Ferdy Sambo sedang melakukan tes PCR Covid-19.
"Pada saat kejadian, Kadiv Propam tidak ada di rumah karena sedang PCR test," ungkap Ramadhan saat dikonfirmasi, Senin (11/7).
Ramadhan mengatakan bahwa Irjen Ferdy Sambo baru mengetahui insiden baku tembak ini setelah ditelepon oleh istrinya yang histeris akibat kasus ini.
"Kadiv Propam pulang ke rumah karena dihubungi istrinya yang histeris. Kadiv Propam sampai di rumah dan mendapatki Brigadir J sudah meninggal dunia," tutur Ramadhan.
Atas kejadian tersebut, Irjen Ferdy Sambo langsung menghubungi Kapolres Jakarta Selatan. Hingga akhirnya dilakukan oleh TKP oleh Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
"Sehingga Kadiv Propam langsung menghubungi Kapolres dan selanjutnya dilaksanakan olah TKP," pungkasnya.
Advertisement
Didakwa Pembunuhan Berencana
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total lima tersangka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa turut secara bersama-sama terlibat dengan perkara pembunuhan berencana bersama-sama untuk merencanakan penembakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.
Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
Sedangkan hanya terdakwa Ferdy Sambo yang turut didakwa secara kumulatif atas perkara dugaan obstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.
Atas hal tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," sebut Jaksa.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Merdeka.com