Liputan6.com, Jakarta - Ahli hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Eva Achjani Zulfa, menjelaskan tentang bisa atau tidaknya seorang pelaku yang menerima perintah dipidana. Dia juga menyinggung soal doenpleger.
Eva adalah ahli yang dihadirkan dua mantan anak buah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, dalam sidang kasus perusakan CCTV hingga menyebabkan terhambatnya penyidikan pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat di PN Jaksel, Jumat (13/1/2023). Jaksa bertanya ke Eva terkait bisa atau tidak penerima perintah dipidana.
Baca Juga
"Contoh Pasal 51 pakai contoh fasilitas kredit, dalam proses pencairan kredit misal ada enam pihak semua setuju A sampai E. Tapi bayar sama si teller, menurut ibu teller nggak bisa dihukum, tapi yang diperintah ini bisa nggak diproses?" tanya jaksa.
Advertisement
"Setiap mata rantai komando harus diperiksa siapa yang beri perintah dan siapa yang menerima perintah. Perintah yang memberi kewenangan untuk, dan bawahan yang menerima, yang memang punya kewenangan jalankan perintah," jelas Eva.
Eva menilai bisa tidaknya seseorang diproses hukum tergantung dari hasil pemeriksaan. Eva juga tidak menutup kemungkinan jika si pemberi dan penerima perintah diproses pidana.
"Bisa dinyatakan bersalah atau tidak bersalah dalam pasal 51 ayat 1 atau pasal 55 ayat 2 bisa diterapkan atau tidak tergantung persyaratan apakah dipenuhi atau tidak, karena perintah bisa dua, bisa doenpleger menyuruh melakukan, di mana orang yang disuruh tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena ada dasar pemaaf," ucapnya.
"Atau bisa juga outlook yang menerima atau memberikan perintah dua-duanya bisa dimintai pertanggungjawaban pidana," imbuhnya.
Jaksa kemudian menganalogikan sosok A memberi perintah ke B dan seterusnya hingga E mendapat perintah. Jaksa bertanya apakah para penerima perintah bisa dijerat pidana atau tidak. Menurut Eva, itu ditentukan setelah menjalani pemeriksaan.
"Dalam konteks awal kita harus lihat ini kan sumber perintah. Yang awal itu apakah dia beri perintah sah atau tidak, kemudian yang kedua menerima perintah. Jadi ketika pertama memberi perintah kemudian turun, artinya orang kedua ini sah dalam pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ini sudah menjadi satu doenpleger, ini sesat fakta semua. Tapi bisa jadi yang nomor 1 dan 2 sama-sama tahu tidak sah dan bisa dilaksanakan. Tergantung, jadi silakan diperiksa satu persatu," pungkas Eva.
Hanya Menjalankan Perintah
Dalam kasus ini, Hendra dan Agus didakwa dengan UU ITE karena diduga terlibat merusak CCTV kompleks rumah dinas Ferdy Sambo bersama lima orang lainnya. Namun, keduanya mengaku hanya menjalankan perintah Ferdy Sambo yang saat itu menjabat Kadiv Propam Polri sekaligus atasan keduanya di Divpropam.
Sebelumnya, saksi ahli ITE menjelaskan unsur-unsur untuk membuktikan dakwaan dalam perintangan penyidikan (obstruction of justice) kasus pembunuhan Brigadir J di Pasal 33 subsider Pasal 32 Ayat 1 UU ITE. Hal tersebut untuk membuktikan terdakwa Agus Nurpatria yang dituduh memberikan perintah mengamankan DVR CCTV di Duren Tiga.
Ahli ITE, Roni menjelaskan bahwa dalam Pasal 33 tidak diatur secara detail tindakan pelaku dalam memindahkan informasi elektronik, baik disentuh menggunakan perangkat ataupun tanpa perangkat sama sekali.
Roni menambahkan, pemberian perintah dan diikuti tindakan untuk melakukan perbuatan yang mengganggu sistem elektronik juga bisa masuk dalam unsur Pasal 33 UU ITE.
Advertisement