Liputan6.com, Jakarta - Kerumunan massa yang mengakibatkan desak-desakkan hingga memakan korban jiwa jadi pembahasan masyarakat beberapa pekan terakhir. Bahkan pihak kepolisian juga sempat menghentikan penyelenggaraan festival musik Bergoyang Berdendang di Istora Senayan usai puluhan penonton pingsan, Sabtu (29/10).
Kemudian, polisi juga menghentikan konser grup musik asal Korea Selatan, NCT 127, Jumat (4/11) malam. Salah satu pertimbangannya adalah faktor keselamatan penonton. Sebab puluhan penonton juga pingsan akibat aksi dorong-dorongan.
Psikolog dari Universitas Brawijaya Cleoputri Yusainy mengatakan, perilaku seseorang saat berada dalam sebuah kerumunan akan berbeda jika dibandingkan saat sendiri atau berdua. Kata dia, pada dasarnya keputusan yang diambil setiap individu tidak sepenuhnya rasional.
Advertisement
"Karena sifat dasar dari otak itu memang sangat boros akan energi hingga hanya menangkap pola-pola saja dan ketika dalam kerumunan itu ada beragam kemungkinan," ucap Cleoputri kepada Liputan6.com.
Dia menambahkan, "Bisa jadi otak yang memang pada dasarnya boros energi kemudian ngikutin pada siapa yang menjadi group leader tersebut atau yang menjadi ketua pada kerumunan itu individu-individu yang ada pada kerumunan akan ikut pada leader-nya."
Leader atau pemimpin kata Cleoputri tak sebatas penunjukan seseorang secara formal namun juga informal. Misalnya petugas lapangan, panduan atau petunjuk arah, hingga spanduk yang mempermudah para individu.
Lanjut dia, saat terjadi kerumunan yang sangat padat sosok leader pun sangat ambigu dan petunjuk yang ada juga akan terabaikan. Sebab saat peristiwa berlangsung akan terjadi kepanikan pada setiap individu.
"Jadi seakan-akan hilang arah ketika individu-individu berada di tengah kerumunan. Ketika kondisi sudah panik maka kembali lagi karena sifat otak sangat boros energi ya pada akhirnya bisa jadi kemudian timbul naluri yang kalau pada tragedi sepakbola itu disebut selamatkan diri masing-masing," ucapnya.
Saat ingin menyelamatkan diri masing-masing, Cleoputri juga menyatakan jika terjadi kerumunan yang padat arah gerak orang pertama akan diikuti semua orang tanpa ada alasan rasional. Padahal hal tersebut dapat memicu penumpukan dan dapat menimbulkan korban jiwa.
Karena hal itu, dia meminta agar dilakukan langkah antisipasi oleh para penyelenggara sebuah acara atau kegiatan. Sebab penyelenggara merupakan pihak pertama yang bertanggung jawab.
Karakter yang Berbeda
Selain itu penonton yang datang dalam sebuah acara memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Misalnya penonton konser dari Korea Selatan, dangdut, hingga aliran musik lainnya.
"Menurut saya, jadi tidak hanya memikirkan bagaimana cara untuk mengatur pada saat kerumunan akan masuk tapi mengatur juga pada saat bubarnya bagaimana. Karena kebanyakan pada kenyataannya begitu bubar juga tidak langsung bubar, ada yang ngobrol dulu yang membuat menghalangi jalan keluar orang-orang dan sebagainya ini kan harus diantisipasi oleh penyelenggara kegiatan," ujar Cleoputri.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan oleh penyelenggara menurut Cleoputri yaitu jumlah penonton yang tidak melebihi kapasitas yang ada. Kemudian kedatangan penonton ke sebuah acara hanya untuk bersenang-senang tanpa berniat melakukan kerusuhan.
"Tapi kan ada titik-titik tertentu apabila terjadi kondisi kepanikan massa ini tidak bisa memaksa penontonnya sendiri untuk melakukan antisipasi," tandas Cleoputri.
Advertisement
Dua Orang Ditetapkan Tersangka Acara Musik
Polres Metro Jakarta Pusat menetapkan HA dan BW sebagai tersangka kasus kericuhan hingga menyebabkan sejumlah peserta pingsan dalam acara 'Berdendang Bergoyang'. Acara tersebut digelar di Istora Senayan pada Sabtu (29/10/2022).
"Jadi sekarang ada dua orang sudah ditetapkan tersangka," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Komarudin, dalam keterangannya, Sabtu (5/11/2022).
Kata Komarudin kedua tersangka merupakan orang yang bertanggung jawab atas kejadian dalam konser musik tersebut. "HA penanggung jawab dan BW direktur," imbuh Komarudin.
Kendati HA dan BW sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut, kata Kapolres Metro Jakarta Pusat keduanya belum dilakukan penahanan di Polres Metro Jakarta Pusat.
"Ancaman hukuman di bawah 5 tahun dan tersangka kooperatif," tutur Komarudin.
Adapun atas kejadian tersebut kepolisian mengenakan pasal berlapis yakni pasal dugaan pasal 360 ayat 2 akibat lalainya menyebabkan orang lain luka serta pasal 93 UU nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.
Komarudin menjelaskan pihaknya mengenakan pasal karantina kesehatan lantaran pihak panitia telah telah menerima rekomendasi dari satgas mengenai batasan penonton Festival Berdendang Bergoyang hanya sebanyak 5 ribu. Namun rekomendasi itu tidak diindahkan.
"Mereka mengajukan permohonan rekomendasi ke satgas covid hanya 5 ribu orang, jadi mereka sudah menjual tiket puluhan ribu tapi mengajukan ke satgas covid hanya 5 ribu orang dan rekomendasi yang keluar dari satgas covid pun hanya 5 ribu," paparnya.
Dalam temuan data yang dilakukan pihak penyidik, Kapolres Jakarta Pusat menerangkan pihak panita telah menjual tiket sejak bulan April lalu hingga 14 Oktober. Sehingga total tiket yang telah terjual sebanyak 27.879 tiket .