Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis pidana selama 3 tahun penjara terhadap terdakwa Mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar atas perkara dugaan penggelapan dana bantuan sosial korban pesawat Lion Air Boeing 737, JT 610.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun," kata Hakim Ketua saat sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023).
Meski, Mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Periode 2019-2022 tetap diyakini secara sah dan meyakinkan bersalah. Namun, Vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan daripada tuntutan empat tahun penjara jaksa penuntut umum (JPU).
Advertisement
"Menyatakan terdakwa Ibnu Khajar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penggelapan dalam jabatan sebagaimana dakwaan primer," ujarnya.
Vonis lebih ringan dari tuntutan itu, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Karena dianggap terbukti atas tindakan penggelapan dengan maksud menyelewengkan dana bantuan.
Adapun, vonis yang telah dijatuhkan majelis hakim sebagaimana mempertimbangkan hal-hal memberatkan yakni, perkataan Ibnu Khajar dianggap telah salahgunakan dana sosial Boeing, BCIF.
"Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat luas khususnya penerima manfaat dan ahli waris korban pesawat Boeing," jelasnya.
Sementara pertimbangan hal meringankan, dalam persidangan Ibnu Khajar telah mengakui perbuatannya. Serta memiliki tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum.
Sebelumnya, JPU telah menuntut empat tahun penjara terhadap Ibnu Khajar karena diyakini telah melakukan penggelapan dana Rp117 miliar donasi yang diberikan Boeing untuk ahli waris korban kecelakaan Lion Air JT610.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Ibnu Khajar selama empat tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," ujar JPU dalam tuntutannya.
Tuntutan itu, dimintakan JPU akibat penggelapan dana bantuan Boeing Community Investment Fund (BCIF) sebesar USD25.000.000 yang dilakukan oleh para terdakwa.
"Bahwa Terdakwa Drs. Ahyudin bersama-sama dengan Hariyana binti Hermain dan Ibnu Khajar yang mengetahui penggunaan dana BCIF harus sesuai dengan peruntukannya," kata JPU.
Â
Perjalanan perkaraÂ
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Terdakwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana binti Hermain, didakwa menyelewengkan dana sebesar Rp117,98 M dari total Rp138,54 M yang diberikan Boeing Community Investment Fund (BCIF).
Dana itu didapat dari hasil total proyek 68 ahli waris yang berhasil diterima ACT. Dimana hanya sebesar Rp20,56 M yang digunakan sesuai peruntukan.
"Tanggal 8 Agustus 2022 ditemukan bahwa dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500,- dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing adalah hanyalah sejumlah Rp 20.563.857.503," katanya.
Perbuatan itu dilakukan para terdakwa setidak-tidaknya dalam kurun Tahun 2021 sampai Tahun 2022, bertempat di Menara 165 Lantai 22, Jalan TB Simatupang, Kavling I, Cilandak Timur, Kecamatan Pasar Minggu Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta.
"Atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang berwenang mengadili, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan," katanya.
Cara licik itu dilakukan dengan meminta, pihak keluarga korban agar menyetujui agar ACT dapat mengelola dana sosial/BCIF sebesar USD144.500. ACT rencananya menggunakan dana itu untuk pembangunan fasilitas sosial.
"Dengan sengaja dan Melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. Barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," tambah dia.
Namun dana Rp117.982.530.997 digunakan ACT diluar dari peruntukannya untuk kegiatan di luar perjanjian Boeing.
Yakni adalah tanpa seizin dan sepengetahuan ahli waris korban Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak perusahaan Boeing sendiri.
Â
Reporter: Bachtiarudin AlamÂ
Sumber: Merdeka.com
Advertisement