Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai, putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Richard Eliezer menjadi tonggak baru bagi dunia peradilan pidana di Tanah Air.
"Ini adalah tonggak sejarah baru. Dibandingkan justice collaborator lain yang pernah diberikan LPSK, saya melihat nilai lebih Eliezer ini adalah ketulusannya dan kesungguhannya," ujar Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo dilansir dari Antara, Jumat (17/3/2023).
Menurut Hasto, vonis yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada Richard Eliezer telah merujuk pada Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.Â
Advertisement
"Hakim jelas-jelas merujuk kepada Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban," ucap Hasto.
Hasto juga menyinggung soal dilema hukum yang dialami Richard Eliezer. Kendati menyandang status justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum, dia tetap dituntut 12 tahun oleh jaksa penuntut umum dalam perkara itu.
Atas dilema hukum yang terjadi, Hasto mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memang masih tergolong paradigma baru dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
"Termasuk justice collaborator yang menjadi subjek baru yang dilindungi LPSK dan diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban," katanya.
Di satu sisi, LPSK menyadari bahwa belum semua pihak bisa memahami dengan sempurna atas paradigma sistem peradilan pidana tersebut. Namun, hakim dengan progresif telah memberikan putusan, salah satunya berdasarkan pasal yang ada dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Pada kesempatan itu, Hasto juga menjawab soal keraguan apakah Richard Eliezer pantas mengantongi status justice collaborator sebab biasanya hal itu hanya diberikan kepada pelaku untuk kasus tindak pidana yang berdimensi kolektif atau kejahatan terorganisasi, seperti korupsi, tindak pidana perdagangan orang, dan narkotika.
Akan tetapi, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 yang sudah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 menyatakan bahwa selain tindak pidana korupsi, perdagangan orang dan narkotika, justice collaborator juga bisa diberikan kepada kasus tindak pidana yang ditetapkan LPSK.
Ia mengatakan, sebelum memberikan perlindungan, LPSK lebih dulu melakukan asesmen sehingga menyatakan Bharada E layak diberikan justice collaborator.
"Dibandingkan justice collaborator lain yang pernah diberikan LPSK, saya melihat nilai lebih Eliezer ini adalah ketulusannya dan kesungguhannya," ujar Hasto.
Vonis 1 Tahun 6 Bulan Richard Eliezer
Sebagai informasi, terdakwa Richard Eliezer telah divonis hakim selama 1,6 tahun bui. Richard terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan dan turut serta dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir J alias Yosua Hutabarat atas perintah atasanya Ferdy Sambo.
Hukuman diterima hakim lebih rendah dari tuntuan jaksa selama 12 tahun. Menurut hakim, putusan yang jauh lebih ringan ini merupakan buah jujurnya Eliezer selama persidangan dan statusnya sebagai justice collaborator.
Advertisement