Depo Pertamina Plumpang Dikepung Pemukiman Warga, Relokasi TBBM Dianggap Tepat

Deddy mengatakan, 2 tahun lalu dia sudah menyampaikan usulan relokasi Depo Plumpang kepada jajaran direksi Pertamina dalam beberapa kali kesempatan rapat di DPR. Momentumnya adalah ketika terjadi kebakaran kilang Indramayu pada Maret 2021.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Mar 2023, 23:55 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2023, 19:06 WIB
Warga mulai mengambil sisa-sisa barang yang masih layak di lokasi kebakaran Depo Pertamina Plumpang
Warga mulai mengambil sisa-sisa barang yang masih layak di lokasi kebakaran Depo Pertamina Plumpang. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta - Pasca kebakaran mau di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina di Plumpang, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan akan merelokasi TBBM ke area reklamasi milik PT Pelindo. Keputusan tersebut disambut baik anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus. Menurutnya, relokasi ini mengurangi kerentanan yang dapat ditimbulkan depo bila tetap berada di tengah kepungan pemukiman penduduk.

Deddy mengatakan, dua tahun lalu dia sudah menyampaikan usulan relokasi Depo Plumpang kepada jajaran direksi Pertamina dalam beberapa kali kesempatan rapat di DPR. Momentumnya adalah ketika terjadi kebakaran yang melanda kilang Indramayu pada Maret 2021. 

"Dari berbagai rapat itu saya mendapat data tentang kondisi kerentanan kilang dan TBBM milik Pertamina di berbagai daerah. Jadi Plumpang itu hanya salah satu lokasi dan memang yang paling rentan dibanding lokasi lainnya," kata Deddy, dalam keterangannya, Selasa (7/3/2023).

"Depo raksasa milik Pertamina itu dikepung oleh pemukiman ilegal yang justru sangat membahayakan keselamatan rakyat itu sendiri," Deddy menambahkan.

Menurut Deddy, Pertamina sebenarnya memiliki standar prosedur yang mengatur keberadaan kilang dan TBBM miliknya. Tetapi kemudian banyak orang yang menduduki lahan milik Pertamina tersebut tanpa memperdulikan kerentanan batau resiko yang mereka hadapi. Hingga akhirnya terjadi insiden besar yang menyebabkan korban jiwa serta harta benda bagi masyarakat itu sendiri.

Menurut data yang dimilkinya, Deddy mengatakan bahwa lahan milik Pertamina di kawasan itu dibeli pada tahun 1971 seluas 153,4 hektare dan terbagi di 5 lokasi. Tetapi kondisi saat ini, Pertamina hanya menguasai area seluas seluas 71,9 hektare dan sisanya seluas 81,6 ha diduduki oleh masyarakat secara ilegal.

Pemukiman warga yang saat ini mengepung instalasi dengan kerentanan tinggi itulah yang kemudian menyebabkan bencana saat terjadi insiden beberapa waktu lalu, ujar Politikus Muda PDIP kelahiran Pematang Siantar itu.

Jika akhirnya Pertamina diperintahkan untuk merelokasi TBBM milik mereka, menurut Deddy, itu adalah hal yang baik. Tetapi membangun tangki-tangki raksasa di lokasi baru membutuhkan waktu yang panjang, bisa 5-6 tahun hingga akhirnya bisa pindah total. Dan dalam rentang waktu itu, bukan tidak mungkin terjadi insiden lagi.

Oleh karena itu, Deddy menyarankan agar lokasi-lokasi yang berada dalam area buffer zone ditertibkan untuk mencegah resiko terjadinya hal serupa di masa depan.

“Penertiban di wilayah itu juga diperlukan sebagai upaya penegakan hukum, sebab warga menempati wilayah yang secara hukum merupakan aset negara dalam hal ini Pertamina,” kata Deddy.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Khawatir

Infografis Kebakaran Kilang Pertamina Balongan Indramayu
Infografis Kebakaran Kilang Pertamina Balongan Indramayu

Dirinya mengaku khawatir, jika lahan milik negara itu tidak ditertibkan, akan menjadi preseden sehingga akan menyulitkan penertiban di wilayah-wilayah beresiko lainnya. Karenanya, Deddy menyarankan agar pemerintah pusat, provinsi, dan Pertamina, memikirkan secara serius relokasi dan penataan warga pemukim tanpa hak tersebut.

“Bisa dilakukan dengan menyediakan luasan tertentu di wilayah itu atau membangun rusun/rusunawa yang aman dari bencana,” saran Deddy.

Lagipula, lanjutnya, pemukiman di areal lahan Pertamina itu juga sangat rentan terhadap kebakaran, sebab sangat padat dan tidak tertata. Dari sisi kesehatan, pemukiman tersebut juga sangat tidak layak karena sanitasi dan sirkulasi udara yang sangat buruk.

Baginya, secara etis, membiarkan warga bermukim di lahan yang bukan haknya juga bisa dikatakan tidak adil terhadap warga lainnya. Warga yang taat hukum tentu beranggapan bahwa pemerintah tidak tegas, saat mereka harus bersusah payah untuk membeli lahan, tetapi di sisi lain warga tanpa hak bisa mendapatkan lahan tanpa hak.

“Oleh karena itu, saya menyarankan agar relokasi Depo TBBM Plumpang itu juga diikuti dengan penertiban dan penataan kawasan secara menyeluruh,” ujar Anggota DPR dari daerah pemilihan Kalimantan Utara tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya