Liputan6.com, Jakarta - Sekolah sejatinya menjadi tempat teraman bagi setiap anak dalam menimba pendidikan. Namun tidak bagi seorang siswa kelas 1 SMA Insan Cendikia, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dia mengalami kekerasan di lingkungan sekolah asrama. Akibatnya korban terbaring di rumah sakit untuk menjalani operasi karena patah hidung akibat perngeroyokan yang dialaminya itu.
Peristiwa tersebut terjadi pada 18 Februari 2023, sekitar pukul 23.30 WIB. Korban berinisial RMMA yang kala itu tengah beristirahat di asrama sekolah dibangunkan oleh delapan orang temannya.
Advertisement
"Anak saya dituduh mencuri oleh para pelaku," kata orangtua korban, Fachrurrozi (43), kepada Liputan6.com, Selasa (4/4/2023).
Advertisement
RMMA lantas dibawa oleh sekelompok siswa ke sebuah ruangan yang difungsikan sebagai gudang. Di tempat itu, RMMA ditanyai terkait tuduhan pencurian layaknya sebuah interograsi.
"Karena korban tidak merasa mengambil dan membantah, korban dikeroyok oleh para terlapor dengan cara dipukul, ditendang, dan ditarik dengan tangan kosong berkali-kali," kata Fachrurrozi seperti tertuang dalam Laporan Polisi di Polsek Babakan Madang, No.Pol: LP/B/60/III/2023/JBR/Res Bogor/Sektor Babakan Madang, tertanggal 1 Maret 2023.
Akibat perlakuan tersebut, korban mengalami luka memar dan pendarahan pada hidung, luka memar mata sebelah kiri, luka memar tangan kanan-kiri, memar pada dada dan perut, memar pada pada dan lutut kiri.
Orangtua korban baru mengetahui luka-luka yang dialami anaknya ketika waktu kunjungan ke sekolah pada hari Minggu 19 Februari 2023. Saat itu, Fachrurrozi dan istri tidak mendapati anaknya di tempat biasa mereka menemui dan menjemput anaknya bermain sehari penuh bersama keluarga.
Akhirnya, Fachrurrozi meminta adik korban untuk mencari ke dalam asrama. Ketika korban berhasil ditemui, Fachrurrozi melihat anaknya berjalan pincang.
"Saya positive thinking kalau anak saya cidera karena olahraga," kata Fachrurrozi.
Namun dia dan istri sangat terkejut manakala RMMA mendekat dia melihat lebam di mata dan hidung. Namun kala itu, korban tidak menyatakan langsung bahwa dirinya dianiaya.
"Dia bilang biasa guyonan anak laki-laki," kata Fachrurrozi menirukan ucapan anaknya itu.
RMMA baru menuturkan yang sesungguhnya terjadi ketika berada di dalam mobil. Anaknya itu sambil meneteskan air mata mengatakan bahwa lebam yang dialaminya adalah akibat dianiaya rekan-rekannya di dalam sekolah.
"Kami nyesak tahu anak kami dianiaya begini bukan dari pihak sekolah," kata Fachrurrozi.
Fachrurrozi lalu menemui pihak sekolah untuk mempertanyakan tanggungjawab sekolah terkait dugaan penganiayaan yang dialami anaknya. Pihak sekolah, kata Fachrurrozi, sebenarnya ingin memberitaukan langsung ke pihak orangtua.
"Kenapa tidak melalui telepon dan harus kami yang mencari sendiri kenapa anak kami begini," ujarnya.
Tidak hanya itu, dari penuturan korban pagi harinya usai dianiaya, korban dipanggil oleh ustadz sekolah. Dia didudukan di salah satu ruang untuk diperiksa bersama salah seorang pelaku. Namun pertayaan bukan pada tindak kekerasan yang dialami korban, tapi kepada tuduhan pencurian yang tidak terbukti.
"Sangat disayangkan anak saya disudutkan dengan tuduhan pencurian dan bukan penganiayaan yang kemudian membuat dia dibungkam tidak berani untuk melapor," kata Fachrurrozi.
Dia lantas meminta pihak sekolah memfasilitasi pertemuan dia dan beberapa orangtua terduga pelaku pada Selasa 21 Februari 2023. Namun saat itu hanya dihadiri satu orangtua terduga pelaku.
Pertemuan dilakukan tiga kali. Namun tidak berujung kata sepakat. Sampai akhirnya pihak orangtua korban mendatangkan KPAD Kabupaten Bogor untuk membantu mediasi. Namun lagi-lagi tidak ada kata sepakat.
Lantas, kesepakatan apa yang diinginkan pihak korban?
"Kami hanya meminta pihak sekolah dan orangtua pelaku memindahkan anak kami ke sekolah, karena tidak ada lagi jaminan anak kami bersekolah di sana," kata Fachrurrozi.
Saat ini, kata Fachrurrozi, dia tidak dapat memindahkan anaknya. Alasan pihak sekolah karena korban dilaporkan atas kasus pencurian. Pihak sekolah berdalih orangtua korba dan pelaku dapat mencabut laporan polisi masing-masing.
Saat ini korban baru kembali dari rumah sakit setelah menjalani operasi cidera hidung yang dialaminya. "Operasi kedua kemungkinan tercepat enam bulan lagi," kata Fachrurrozi.
Respons Pihak Sekolah
Sementara itu, Direktur Insan Cendikia Boarding School, Alfian Adi, mengatakan bahwa saat ini pihaknya dibantu dan difasilitasi KPAD Kabupaten Bogor untuk memediasi kedua belah pihak orang tua siswa yang berkonflik.
"Dan yang sudah dilakukan oleh sekolah sejauh ini pada prinsipnya mengedepankan penyelesaian masalah dalam koridor pendidikan anak dan langkah yang terbaik bagi anak-anak kami serta mediasi yang kami fasilitasi," kata Adi dalam keterangan tertulisnya.
"Sekolah tidak menjadi tempat untuk menghukum anak-anak ketika melakukan kesalahan, tapi kami lakukan pembinaan-pembinaan imtaq (iman dan taqwa) bagi anak-anak yang melakukan pelanggaran. Adapun tujuannya adalah supaya anak-anak dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari apa kesalahan/pelanggaran yang sudah dilakukan dan ke depannya menjadi anak- yang lebih baik lagi," Adi menambahkan.
Adapun Kepala Sekolah ICBS Sentul Sundito saat dikonfirmasi terkait peristiwa ini mengatakan hal senada dengan yang dikatakan Adi. "Sanksi dan pembinaan sudah diberikan dan pembinaan masih kami lakukan," kata Sundito.
Advertisement