Wakil Ketua MPR Syarief Hasan Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi Penyaluran Dana Fiktif

Wakil Ketua MPR yang juga mantan Menkop UKM Syarief Hasan akan dihadirkan KPK sebagai saksi dalam persidangan kasus korupsi penyaluran dana fiktif di LPDB-KUMKM.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 28 Apr 2023, 10:05 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2023, 10:05 WIB
Syarief Hasan Sebut Demokrat Belum Tentukan Pilihan di Pilgub DKI-Jakarta- Faizal Fanani-20170306
Syarief Hasan menjelaskan pleno tertutup di DPP Partai Demokrat yang digelar selama tiga jam tersebut belum membahas dukungan partai di Pilgub DKI, Jakarta, Senin (6/3). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Syariefuddin Hasan atau Syarief Hasan dijadwalkan akan bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi terkait penyaluran dana bergulir fiktif oleh lembaga pengelola dana bergulir koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (LPDB-KUMKM) Tahun 2012-2013.

Syarief Hasan yang merupakan mantan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) ini akan bersaksi untuk terdakwa Direktur LPDB-KUMKM periode 2010 - 2017 Kemas Danial (KD).

"Tim jaksa KPK menghadirkan saksi Syarief Hasan, Mantan Menteri Koperasi yang juga menjabat Wakil Ketua MPR RI saat ini," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (28/4/2023).

Ali mengatakan, Syarief Hasan sudah hadir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung.

"Informasi yang kami peroleh, saksi telah hadir di PN Tipikor Bandung dan akan memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan dimaksud," kata Ali.

Syarief Hasan sempat diperiksa dalam proses penyidikan kasus korupsi penyaluran dana fiktif ini. Syarief Hasan diperiksa di Gedung KPK pada Rabu, 4 Januari 2023.

Saat itu politikus senior Partai Demokrat ini diselisik soal alokasi dan penggunaan dana dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) terhadap Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM).

"Syariefuddin Hasan, saksi, hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan teknis dilakukannya alokasi penyaluran dana dari Kementerian Koperasi dan UKM ke LPDB-KUMKM di Provinsi Jawa Barat yang saat itu di pimpin Tersangka KD (Kemas Danial)," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (5/1/2023).

"Selain itu didalami juga terkait pelaporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut," kata Ali.

Syarief Hasan sendiri mengamini dirinya diselisik seputar tugasnya saat menjadi Menkop UKM. Namun Syarief menyangkal dicecar berkaitan dengan aliran dana korupsi dalam kasus ini. "Hanya (ditanya penyidik) seputar tugas-tugas menteri di bidang pengawasan," kata Syarief saat dikonfirmasi, Rabu (4/1/2023).

 


KPK Tetapkan 4 Tersangka

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penyaluran dana oleh lembaga pengelola dana bergulir koperasi, usaha mikro kecil dan menengah (LPDB-KUMKM) di Provinsi Jawa Barat.

Empat tersangka itu yakni Direktur LPDB-KUMKM periode 2010 - 2017 Kemas Danial (KD), Ketua Pengawas Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat Dodi Kurniadi (DK), sekretaris II Koperasi Pedangan Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat Deden Wahyudi (DW), dan Direktur PT Pancamulti Niagapratama (PN) Stefanus Kusnadi (SK).

Kasus ini bermula sekitar tahun 2012 saat Stefanus Kusnadi menemui Kemas Danial dan menawarkan bangunan Mall Bandung Timur Plaza (BTP) yang kondisi bangunannya belum selesai seratus persen.

Tawaran Stefanus agar Kemas dapat membantu dan memfasilitasi pemberian pinjaman dana dari LPDB-KUMKM. Kemas kemudian menyetujui penawaran tersebut dan merekomendasikan Stefanus untuk segera menemui Andra A Ludin selaku Ketua Pusat Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat (Kopanti Jabar) agar bisa mengondisikan teknis pengajuan pinjaman dana bergulir melalui permohonan ke Kopanti Jabar.

Sesuai arahan Kemas selanjutnya Andra A Ludin meminta Dodi Kurnia mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp90 miliar ke LPDB yang digunakan untuk pembelian kios di Mall BTP seluas 6.000 meter persegi yang akan diberikan pada 1.000 orang pelaku UMKM.

Meski data pelaku UMKM yang dilampirkan tidak mencapai 1.000 orang dan diduga fiktif, namun tetap dipaksakan agar dana bergulir tersebut bisa segera dicairkan melalui pembukaan rekening bank yang dikoordinir Deden Wahyudi.

Agar penyaluran dana bergulir segera terealisasi, Kemas kemudian membuat surat perjanjian kerjasama dengan Kopanti Jabar tanpa mengikuti dan mempedomani analisa bisnis dan manajemen resiko.

Kemudian untuk periode 2012 hingga 2013, telah disalurkan pinjaman dana bergulir pada 506 pelaku UMKM binaan Kopanti Jabar sebesar Rp116,8 miliar dengan jangka waktu pengembalian selama 8 tahun.

Uang sebesar Rp116,8 miliar tersebut seluruhnya kemudian diautodebet melalui rekening bank milik Kopanti Jabar dan selanjutnya dibayarkan ke rekening bank PT PN milik Stefanus sebesar Rp98,7 miliar.

Karena pengembalian pinjaman yang dapat dilakukan Stefanus hanya sebesar Rp3,3 miliar dan masuk kategori macet sehingga Kemas mengeluarkan kebijakan untuk mengubah masa waktu pengembalian menjadi 15 tahun.

Kemas selanjutnya diduga menerima sekitar Rp13,8 miliar dan fasilitas kios usaha ayam goreng di Mall BTP dari Stefanus. Sedangkan Dodi dan Deden diduga turut menikmati dan mendapatkan fasilitas antara lain berupa mobil dan rumah dari Kopanti Jabar. Akibat perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp116,8 miliar.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya