Menko Luhut Hadiri Sidang Haris-Fatia di Kasus Pencemaran Nama Baik

Ketut mengatakan, Luhut sebelumnya dijadwalkan hadir sebagai saksi oleh Jaksa pada 29 Mei 2023 lalu. Namun melalui kuasa hukum Luhut, menyebut kala itu tidak bisa hadir.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jun 2023, 11:48 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2023, 09:31 WIB
Menko Luhut Tidak Hadir, Sidang Haris-Fatia Ditunda
Terdakwa Haris Azhar saat menjalani sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (29/5/2023). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Sidang perkara pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Luhut diagendakan hadir sebagai saksi pada agenda sidang hari ini, Kamis (8/6/2023).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana dalam keterangannya mengatakan sejatinya Luhut dijadwalkan hadir sebagai saksi oleh Jaksa pada 29 Mei 2023 lalu. Namun melalui kuasa hukum Luhut, menyebut kala itu tidak bisa hadir.

"Dari surat yang disampaikan oleh kuasa hukum saksi Luhut, beberapa disampiakan permohonan maaf saksi Luhut Binsar Panjaitan karena belum dapat memenuhi panggilan persidangan. Mengingat saksi sedang ada di luar negeri (pada 29 Mei 2023)," kata Ketut dalam keterangannya, Kamis.

Meski demikian, sidang akan terus berlanjut dengan meminta keterangan Menko Marves itu sebagai saksi di persidangan.

"Oleh sebab karena itu, tidak ada istilah jaksa mengikuti agenda saksi namun saksi yang mengikuti agenda persidangan. Sehingga hal tersebut tidak dapat bolak balikan," ucap Ketut. 

"Dalam surat tersebut juga disampaikan bahwa saksi (Luhut) bersedia hadir pada hari Kamis 8 Juni 2023," sambungnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti melakukan pencemaran nama baik di media sosial. Dakwaan itu dibacakan Jaksa dalam sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4).

 

 

Dianggap Berbicara Tanpa Bukti

Aksi Massa Geruduk PN Jaktim Tuntut Pembebasan Haris-Fatia
Usai persidangan sempat terjadi ketegangan karena Haris Azhar meminta pintu dibuka. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Jaksa menilai Haris Azhar dan Fatiah Maulidiyanti sengaja mengangkat isu yang membahas mengenai kajian cepat dari Koalisi Bersihkan Indonesia mengenai praktik bisnis tambang di blok wabu dan situasi kemanusiaan serta pelanggaran HAM termasuk adanya benturan kepentingan sejumlah pejabat publik dalam praktik bisnis di Blok Wabu yang berjudul: 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya'. Alasannya, karena Haris Azhar melihat ada nama Luhut Binsar Pandjaitan.

"Sehingga timbul niat Haris Azhar untuk mengangkat topik mengenai Luhut Binsar Pandjaitan menjadi isu utama dalam akun youtube @Haris Azhar yang memiliki pengikut 216 ribu subscribres," kata Jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4).

Jaksa menerangkan, tujuan Haris Azhar menggelar diskusi mengenai Koalisi Bersihkan Indonesia untuk menarik perhatian dan mengelabui masyarakat dengan cara mencemarkan nama baik Luhut Binsar Pandjaitan. Jaksa menilai Haris Azhar bersama tim produksi kemudian mencari narasumber yang tepat yaitu Fatiah Maulidiyanty dan Owi.

"Fatiah Maulidiyanti dan Owi hadir secara online sebagai narasumber. Sedangkan Haris Azhar sebagai host," ujar Jaksa.

Menurut Jaksa, Fatiah Maulidiyanti sudah mengetahui maksud dan tujuan Haris Azhar ingin mencemarkan nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.

"Kemudian menyatukan kehendak dengan Haris Azhar agar rekaman dialog atau percakapannya berisikan pernyataan dari hasil kajian cepat yang belum terbukti kebenarannya dapat diakses dan diketahui oleh publik melalui akun Youtube Haris Azhar," ujar dia.

Dalam kasus ini, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dinilai telah melanggar Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 14 ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

 

Sumber: Mereka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya