BMKG Sebut Dampak Kekeringan di Indonesia Tak Separah Negara Lain

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut, musim kemarau dan kekeringan di Indonesia tidak akan separah kondisi di negara lain.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 12 Agu 2023, 18:59 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2023, 18:58 WIB
Pengamat Nilai Program Kementan untuk Antisipasi El Nino Sudah Tepat
Ilustrasi kekeringan. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut, musim kemarau dan kekeringan di Indonesia tidak akan separah kondisi di Korea Selatan.

BMKG memprediksi puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada minggu terakhir Agustus 2023 yang dipicu fenomena El Nino.

"Dasarnya kan dari penghitungan suhu muka air laut lalu dihitung dalam indeks atau anomali. Di Indonesia ini relatif paling lemah, kalau di negara lain levelnya bisa lebih tinggi," kata Dwikorita dilansir dari Antara, Sabtu (12/8/2023).

BMKG memprediksi, kondisi kemarau tahun ini, akan seperti kekeringan pada 2019, tetapi tidak separah 2015 lalu. Saat itu, kondisi kekeringan diperburuk dengan luasnya area kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Memang kalau kita lihat di lapangan sungai-sungai sudah mulai mengering ya. Tetapi kalau dilihat secara global intensitas atau level El Nino di Indonesia ini relatif rendah. Kita diuntungkan karena masih punya laut," ucap Dwikorita.

"Ini adalah fenomena global yang terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain seperti India, Thailand, dan Vietnam. Karena kita levelnya paling rendah sehingga dampaknya tidak akan separah di negara lain," ujarnya.

Sebelumnya, gelombang panas yang terjadi di Korea Selatan telah menyebabkan sedikitnya 25 korban tewas dan mengganggu penyelenggaraan Jambore ke-25 Pramuka Dunia di Area Reklamasi Saemangeum.

Karena situasi tersebut Kontingen Gerakan Pramuka Indonesia yang beranggotakan 1.569 orang memutuskan pulang ke Tanah Air pada Selasa (8/8) sebelum kegiatan tersebut resmi berakhir pada 12 Agustus 2023.

Selama gelombang panas, suhu udara di Korea Selatan bisa mencapai 38-40 derajat Celsius pada siang hari.

Musim Kemarau, Masyarakat Diminta Hemat Air dan Tidak Membakar Sampah

Harga Gabah Tinggi, Pemerintah Lakukan Penyesuaian HET dan HPP
Sementara untuk gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp 6.200 per kilogramg dan di gudang Bulog Rp 6.300 per kilogram. (merdeka.com/Arie Basuki)

Musim kemarau di bulan Agustus, mulai menampakan wajahnya. Tak terkecuali di wilayah Tangerang, pemerintah daerah setempat meminta masyarakat untuk lebih mewaspadai dampaknya.

Sebab, BMKG menyatakan musim kemarau tahun ini, lebih kering dibandingkan tiga tahun sebelumnya. Musim kemarau tahun 2023 menjadi lebih kering dan curah hujan sangat rendah. Hal ini terjadi karena adanya fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang terjadi di Samudra dalam kurun waktu bersamaan. 

Pejabat Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG), BMKG Stasiun Geofisika Klas 1 Tangerang, Maria Evi Trianasari mengungkapkan, indeks El Nino pada Juli kemarin mencapai level moderate. Sementara IOD sudah memasuki level index yang positif. 

Fenomena El Nino dan IOD Positif saling menguatkan, sehingga membuat musim kemarau 2023 menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah. 

"Puncak kemarau kering 2023 diprediksi akan terjadi pada Agustus hingga awal September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021 dan 2022. Fenomena ini pun berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional, karena adanya ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan,” ungkap Maria.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya