Liputan6.com, Jakarta - Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri membenarkan, penyidik KPK menggeledah rumah dinas anggota Komisi IV DPR RI dari PDIP Vita Ervina.
Menurut Ali, penggeledahan dilakukan karena yang bersangkutan diduga memiliki keterkaitan dengan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) yang menjerat mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
Baca Juga
“Benar, tim penyidik KPK (15/11) telah lakukan penggeledahan rumah dinas anggota DPR dimaksud terkait perkara dugaan korupsi tsk SYL dkk,” kat Ali melaui pesan singkat, Kamis (16/11/2023).
Advertisement
Ali menambahkan, penyidik menemukan sejumlah dokumen dan bukti elektronik sebagai hasil dari penggeledahan yang diyakini memiliki hubungan dengan kasus korupsi di Kementan tersebut.
“Dari penggeledahan diperoleh catatan dokumen dan juga bukti elektronik,” tambah Ali.
Ali memastikan, dokumen tersebut saat ini sudah diamankan dan akan dibawa sebagai barang bukti.
“Disita sebagai barang bukti dalam berkas perkara tersebut,” kata Ali menutup.
Diberitakan sebelumnya, KPK juga menggeledah rumah Ketua Komisi IV yang bernama Sudin. Penggeledahan dilakukan juga terkait kasus korupsi yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Penggeledahan dilakukan pada pekan kemarin, Jumat (10/11/2023).
Sebagai informasi, Sudin adalah anggota DPR yang berasal dari PDI Perjuangan. Komisi yang diketuai Sudin memiliki rekan kerja seperti Kementerian Pertanian; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Perum Bulog; Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM); dan Badan Pangan Nasional.
Syahrul Yasin Limpo Ditetapkan Tersangka
KPK resmi mengumumkan status mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.
Selain Syahrul Yasin Limpo, KPK juga menjerat dua anak buah Syahrul Yasin Limpo, mereka yakni Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, awal mula kasus ini saat Syahrul Yasin Limpo menduduki jabatan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengangkat kedua anak buahnya itu menjadi bawahannya di Kementan. Kemudian Syahrul Yasin Limpo membuat kebijakan yang berujung pemerasan dalam jabatan.
"SYL kemudian membuat kebijakan personal kaitan adanya pungutan maupun setoran di antaranya dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya," ujar Johanis dalam jumpa pers di gedung KPK, Rabu (11/10/2023).
Advertisement
Peran Syahrul Yasin Limpo di Kasus Korupsi
Johanis menyebut, Syahrul Yasin Limpo menugaskan Kasdi dan Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.
"Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya mengumpulkan sejumlah uang dilingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekertaris dimasing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD4 ribu hingga USD10 ribu," kata Johanis.
Penerimaan uang melalui Kasdi dan Harta sebagai representasi sekaligus orang kepercayaan Syahrul Yasin Limpo dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.
Uang Korupsi Digunakan untuk Bayar Cicilan
"Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahui KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL," kata Johanis.
Selain untuk cicilan kartu kredit dan Alphard, KPK menyebut uang itu juga digunakan untuk umrah para pejabat di Kementan dan untuk kebutuhan keluarga Syahrul Yasin Limpo.
"Sejauh ini uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sejumlah sekitar Rp13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan tim penyidik," Johanis menandaskan.
Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Tersangka SYL turut pula disangkakan melanggar pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Advertisement