HEADLINE: Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba Terjerat Kasus Jual Beli Jabatan, Lingkaran Setan Korupsi Kepala Daerah?

Berkaca dari korupsi Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, ada sejumlah problem sehingga fenomena lingkaran setan korupsi, jual beli jabatan dan suap menyuap di daerah terus berlanjut.

oleh Nila Chrisna YulikaFachrur Rozie diperbarui 20 Des 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 20 Des 2023, 00:00 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan pada Senin, 18 Desember 2023 kemarin. 

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan OTT yang dilakukan tim penindakan tersebut terkait kasus dugaan korupsi lelang jabatan dan pengadaan barang dan jasa (PBJ).

"Diduga dalam tindak pidana korupsi lelang jabatan dan proyek pengadaan barang dan jasa," ujar Ghufron di Jakarta.

Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo mengatakan, bahwa jual beli jabatan merupakan korupsi klasik kepala daerah. Modusnya sederhana, siapa yang ingin menempati suatu jabatan tertentu maka ia harus membayar dengan tarif yang ditetapkan oleh kepala daerah. 

"Biasanya ada jabatan kepala dinas, atau jabatan basah dan kering, nah jabatan basah dan kering ini tergantung jumlah APBDnya, jumlah perizinannya di situ. Artinya jumlah uang yang ada di dinas tersebut misalnya kalau untuk kepala dinas," kata Yudi kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa, (19/12/2023).

Jabatan-jabatan prestise tersebut, kata Yudi jelas menguntungkan meski ia harus membayar sejumlah uang kepada kepala daerah. 

"Jelas menguntungkan, ia bisa jadi akan kembali modal ya, tentu saja ketika orang berani membayar maka dia pasti akan memperhitungkan apakah jabatannya prestise atau bisa untung, minimal balik modal seperti itu, ya karena memang saat ini dalam lingkungan birokrasi jabatan yang dikejar bukan sekedar kompetensi," ujarnya.

Yudi mengatakan, berdasarkan pengalamannya sebagai penyidik KPK, biasanya kepala daerah mendapat 10 persen dari nilai proyek dari suatu jabatan.

"Biasanya sekitar 10 persen dari belanja tidak langsung, yaitu proyek-proyek, diitungnya dari situ. Misalnya proyeknya setahun Rp 40 miliar, maka dia bisa jadi Rp 4 miliar setorannya," kata Yudi.

"Biasanya yang paling banyak setorannya kepada kepala daerah dinas pekerjaan umum, makanya kalau OTT kepala dinas PU juga termasuk yang ada sangkut pautnya," lanjutnya.

Selain lelang jabatan, modus korupsi yang dilakukan kepala daerah adalah soal perizinan serta pengadaan barang dan jasa.

Bagai Makan Buah Simalakama

Yudi mengatakan, korupsi kepala daerah ini bagai makan buah dimalakama bagi pejabat di bawahnya. Sebab meski sistem rekrutmen dan perencanaan terkait kebutuhan jabatan di daerah sudah bagus, tapi memiliki kepala daerah yang korup maka sistem tersebut akan berantakan. 

"Kalau ada kompetensinya, ada rekruitmennya, namun akhirnya ketika kepala daerah inisiatif meminta atau menerima setoran, di situlah percuma sistem itu, dan orang yang terpilih pun walau dia merasa prosesnya benar tapi ketika diminta duit daripada dia nggak jadi menjabat atau dikucilkan, ya akhirnya dia menyerahkan (sejumlah uang ke kepala daerah) ya memang ini simalakama," kata Yudi.

Sehingga sistem lelang jabatan yang baik atau buruk di daerah akan tergantung pada kepala daerahnya. 

"Jadi sistem sebaik apapun kalau kepala daerahnya masih korup nggak akan bisa diperbaiki, jadi memang dikembalikan lagi bahwa ini permasalahan di kepala daerahnya apakah dia mau jadi kepala daerah yang bersih?," ujar Yudi. 

Sehingga sistem penindakan di KPK seperti operasi tangkap tangan ini diharapkan menjadi efek jera bagi kepala daerah yang lain agar tak melakukan korupsi.

"OTT seperti ini akan sangat bagus untuk menjadi contoh bagi yang lain, artinya kalau masih ada yang bermain dalam lelang jabatan atau pengadaan barang jasa ketika ditangkap itu merupakan satu cara untuk menghentikannya," tandas Yudi.

 

Infografis Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba Terjaring OTT KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba Terjaring OTT KPK. (Liputan6.com/Abdillah)

Jual Beli Jabatan, Modus Favorit Korupsi Kepala Daerah?

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayoga mengatakan bahwa praktik jual beli jabatan sudah terjadi berkali-kali. Praktik ini merusak sistem meritokrasi birokrasi, di mana dalam sistem ini seharusnya dalam lelang jabatan didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil tanpa membedakan latar belakang ASN. 

Praktik ini tumbuh subur di kalangan kepala daerah lantaran biaya pemilu yang tinggi. Di mana kepala daerah yang terpilih melalui sistem pemilu harus mengembalikan modal kampanyenya. 

"Kepala daerah perlu mengembalikan modal kampanye kepada para penyokong, sehingga melakukan praktik lancung ketika menjabat," kata Egi kepada Liputan6.com.

Lingkaran Setan Korupsi Kepala Daerah

20171116-ilustrasi-jakarta-korupsi
Ilustrasi Korupsi. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola menilai penangkapan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba ini menandakan budaya birokrasi yang masih transaksional. Fenomana ini, kata Alvin terus terjadi karena korupsi dalam birokrasi terjadi di dalam jaringan ikatan sosial berkelanjutan di antara pihak-pihak yang terlibat.

Ada sejumlah problem sehingga fenomena korupsi dan suap menyuap di daerah terus berlanjut. Pertama, upaya pencegahan korupsi di birokrasi selama ini hanya fokus pada reformasi administratif. Dalam konteks pengisian jabatan, faktanya mekanisme seleksi lelang terbuka dan asesmen berbasis teknologi saat ini tidak mampu mengurai jaringan paternalistik di dalam birokrasi.

Bahkan suap jabatan juga pada umumnya hanya menjadi pintu masuk praktik korupsi lanjutan. Setelahnya skema ‘setoran’ yang serupa juga dimanfaatkan oleh kepala daerah agar pejabat tidak dimutasi dan di-non job kan. Kemudian untuk memastikan setoran berjalan, pejabat akan terus memanfaatkan dana dari proyek-proyek yang dikelolanya.

"Artinya ini semacam lingkaran setan korupsi yang tak ada habisnya," ujar Alvin kepada Liputan6.com di Jakarta.

Kedua, hal ini sangat erat kaitannya dengan politisasi birokrasi akibat kencangnya patronase politik. Di mana jabatan publik yang terbatas ini dikomersialisasikan oleh kepala daerah sebagai sumber keuangan baru untuk modal politik, baik mengganti biaya kampanye sebelumnya ataupun kepentingan pemilihan mendatang.

Fakta ini dibuktikan dengan adanya indikasi dana hasil suap diperuntukkan melakukan survei elektabilitas di akhir masa jabatan tahun depan.

"Hal ini mengartikan partai politik juga harus ikut bertanggung jawab. Proses pemilihan kepala daerah saat ini masih banyak mengharuskan mahar politik yang tak sedikit, dan justru pada gilirannya kontraproduktif dengan semangat reformasi birokrasi itu sendiri," ujar dia.

Ketiga, kata Alvin pengawasan penerapan sistem merit sesuai mandat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 mengenai Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dan PP No. 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS tak berjalan efektif, terutama dalam konteks sistem pengisian jabatan di luar jabatan pimpinan tinggi (JPT).

Disisi lain, penerapan mekanisme asessment pegawai untuk mengetahui tingkat kompetensi pegawai di OPD juga belum optimal.

"Di berbagai daerah, kita masih mudah menemukan ada kepala daerah terpilih memberikan jabatan kepada anggota dari tim suksesnya atau diberikan kepada orang dengan garis saudara yang sama atau satu keluarga. Kondisi ini tentu menciderai prinsip-prinsip dan nilai dari sistem merit itu sendiri," ujarnya.

"Terus berulangnya kasus jual beli jabatan ini juga menunjukkan kita perlu mempertanyakan secara serius dimana peran Kemenpan RB, KPK, Tim Nasional Pencegahan Korupsi, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Ombudsman," ujarnya.

Bagaimana Memutus Lingkaran Setan Ini?

Alvin mengatakan, perlunya memperkuat peran pengawas internal, yakni Inspektorat dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di PBJ terkait dalam proses pengangkatan jabatan di level eselon III atau IV.

"Keterlibatan ini penting mulai dari mekanisme pengawasannya hingga siapa saja yang terlibat di dalamnya. Organ ini memiliki kecakapan terkait penelusuran rekam jejak dari para kandidat. Hasil penelusuran tersebut dirangkum dalam sebuah nota rekomendasi yang kemudian dapat menjadi pertimbangan bagi tim seleksi," ujarnya.

Kemudian, implementasi sistem merit perlu diikuti penerapan pedoman konflik kepentingan ini. Karena pada akhirnya, siklus koruptif ini berdampak pada menurunnya kualitas pelayanan publik.

Dalam proses seleksi, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) di masing-masing wilayah perlu aktif membuka kanal pengaduan masyarakat terkait rekam jejak calon sebagai bahan pertimbangan panitia seleksi, yang secara khusus melihat dari sisi integritas calon.

"Keterbukaan ini diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dari masyarakat terhadap para kandidat sehingga proses seleksi dapat berjalan lebih kompetitif dan menghindari risiko jual-beli jabatan," ujarnya.

Lalu, kata Alvin, BKD juga perlu menaruh perhatian serius pada pembangunan assessment center sehingga dapat melaksanakan proses seleksi yang layak, memberikan peningkatan kapasitas secara serius kepada kandidat, merespon cepat kekosongan jabatan melalui proses talent pool dan talent management, serta merumuskan mekanisme-mekanisme yang dibutuhkan agar indepedensi dan keragaman dari panitia seleksi tetap terjaga.

Infografis Profil dan Harta Kekayaan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Profil dan Harta Kekayaan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba. (Liputan6.com/Abdillah)

OTT Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba

Jokowi Lantik Gubernur dan Wagub Terpilih Maluku Utara di Istana
Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (kiri) dan Al Yasin saat mengikuti proses pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (10/5/2019). Abdul Gani dan Al Yasin merupakan pasangan Gubernur dan Wagub hasil Pilkada Serentak 2018. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan pada Senin, 18 Desember 2023 kemarin. KPK menyebut Abdul Gani ditangkap di sebuah hotel di wilayah Jakarta Selatan.

"Tempat penangkapan di antaranya di sebuah hotel di Jakarta Selatan," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (19/12/2023).

Selain Abdul Gani Kasuba, tim penindakan juga turut mengamankan beberapa pihak lainnya di DKI Jakarta dan Ternate.

"Sejauh ini sekitar lebih dari 15 orang yang ditangkap baik di Jakarta Selatan maupun di kota Ternate. Di antaranya benar Gubernur Maluku Utara dan beberapa pejabat lainnya serta pihak swasta," ujar Ali Fikri.

Ali mengatakan, Abdul Gani Kasuba dan beberapa pihak lainnya yang diamankan tengah menjalani pemeriksaan intensif. Ali berjanji akan membeberkannya ke publik perihal konstruksi dan kronologi OTT ini.

"Masih dilakukan permintaan keterangan terhadap para pihak yang ditangkap. Selengkapnya akan kami sampaikan setelah memastikan seluruh proses kegiatan selesai," kata Ali.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan OTT yang dilakukan tim penindakan tersebut terkait kasus dugaan korupsi lelang jabatan dan pengadaan barang dan jasa (PBJ).

"Diduga dalam tindak pidana korupsi lelang jabatan dan proyek pengadaan barang dan jasa," ujar Ghufron.

Ghufron belum bersedia membeberkan para pihak yang terjaring operasi senyap tersebut. Menurutnya, tim satgas KPK masih melakukan pemeriksaan awal terhadap para pihak yang diamankan.

"Sementara ini kami masih melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang kami amankan dan barang buktinya," ucap Ghufron.

Harta Kekayaan Abdul Gani Kasuba

Menyelisik laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses melalui elhkpn.kpk.go.id, Abdul Gani Kasuba tercatat memiliki kekayaan senilai Rp 6.458.409.184 atau Rp 6,4 miliar. Harta itu dilaporkan Abdul Gani pada 14 Mei 2023 untuk tahun periodik 2022.

Dalam laman itu tercatat Abdul Gani Kasuba memiliki harta kekayaan berupa tanah dan bangunan sebanyak sembilan bidang yang tersebar di Kota Ternate, Kota Halmahera Utara dan Kota Halmahera Selatan.

Harta tidak bergeraknya itu mencapai Rp 5.380.000.000.

Sementara untuk kendaraan, Abdul Gani Kasuba hanya melaporkan kepemilikan Toyota Kijang Innova G tahun 2012 senilai Rp 75 juta. Namun dia tercatat memiliki harta bergerak lainnya sebesar Rp 330 juta.

Abdul Gani Kasuba juga tercatat memiliki kas dan setara kas sejumlah Rp 673.409.184.

Dia tercatat tak memiliki utang, sehingga total harta kekayaan Abdul Gani Kasuba seluruhnya mencapai Rp 6.458.409.184. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya