Liputan6.com, Jakarta Tidak semua orang nyaman dengan komunikasi lewat panggilan telepon. Di era digital saat ini, terutama di kalangan usia di bawah 40 tahun, tren menghindari telepon semakin terasa. Mereka lebih memilih mengetik pesan atau mengirim gambar untuk menyampaikan maksud.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari Commonwealth Bank (18/4), Survei tahun 2023 terhadap lebih dari 1.000 Gen Z di Australia mengungkapkan bahwa hampir 60% dari mereka takut melakukan atau menerima panggilan telepon. Sementara itu, di Amerika Serikat, 81% generasi milenial mengaku merasa cemas sebelum melakukan panggilan. Fenomena ini menunjukkan adanya pola kepribadian yang menarik di balik kebiasaan tersebut.
Banyak orang mengira ini hanya soal rasa canggung atau malu berbicara. Namun faktanya, ada serangkaian sifat psikologis yang membuat seseorang lebih nyaman berkomunikasi tanpa suara. Dalam artikel ini, kita akan menelusuri kepribadian seperti apa yang cenderung tidak menyukai menelepon.
Menariknya, kebiasaan ini tidak selalu berkaitan dengan sifat antisosial atau kurang bersosialisasi. Sebaliknya, beberapa di antaranya justru menunjukkan tingkat kesadaran diri dan empati yang tinggi. Selengkapnya dirangkum Liputan6.com tentang kepribadian orang yang tak suka menelpon dirangkum Liputan6.com dari DM News dan The Conversation, Jumat (18/4/2025).
1. Mengejar Kejelasan dalam Komunikasi
Orang yang menghindari telepon biasanya menyukai struktur dan kejelasan. Mereka merasa teks atau email memungkinkan mereka menyampaikan maksud dengan lebih presisi. Panggilan telepon bisa terasa tidak terduga dan membingungkan.
Miskomunikasi kecil kemungkinannya terjadi apabila semua fakta, angka, dan tenggat waktu didokumentasikan.
Kebutuhan akan kejelasan ini bukan bentuk ketidakmampuan bersosialisasi. Sebaliknya, ini bentuk penghargaan terhadap waktu dan ruang berpikir. Mereka memilih komunikasi yang lebih tertata agar pesan tersampaikan dengan tepat.
Preferensi terhadap korespondensi tertulis ini juga mencerminkan keinginan untuk sedikit lebih banyak kontrol, dan itu sering kali berakar pada penghargaan terhadap arahan yang jelas.
Advertisement
2. Cenderung Introvert Tapi Bukan Berarti Pemalu
Banyak yang keliru mengira orang yang menghindari telepon adalah pemalu. Padahal, mereka bisa jadi seorang introvert yang hanya ingin percakapan bermakna dan terstruktur. Mereka membutuhkan ruang untuk mengisi ulang energi.
“Fokuslah pada produktivitas, bukan pada kesibukan.” – Tim Ferriss
Panggilan yang tiba-tiba bisa mengganggu alur pikir dan menguras tenaga. Dengan menetapkan batasan, mereka merasa lebih terkontrol dan produktif. Ini adalah cara mereka mengatur ritme energi sepanjang hari.
Itulah ciri khas seorang introvert: mengendalikan pengeluaran energi mereka dengan menetapkan batasan seputar komunikasi.
3. Lebih Suka Fokus Tanpa Gangguan
Panggilan telepon sering kali memecah konsentrasi yang sedang dalam mode produktif. Bagi mereka yang fokus pada kerja mendalam, gangguan ini terasa mahal secara mental. Mereka memilih teks karena bisa dijeda dan dikelola sesuai alur kerja.
“Jika Anda tidak memprioritaskan hidup Anda, orang lain akan melakukannya.” kata Greg McKeown
Mereka akan menjawab pesan saat pekerjaan mencapai titik jeda alami. Hal ini membuat mereka lebih efisien dalam memanfaatkan waktu dan tenaga. Gaya ini sangat umum pada kreator, penulis, atau pemrogram.
Panggilan telepon dapat mengganggu dengan cara yang tidak terjadi pada pesan.
Advertisement
4. Mereka Pemikir yang Hati-hati
Orang-orang ini tidak terburu-buru dalam memberi respons. Mereka suka mempertimbangkan berbagai kemungkinan sebelum menjawab. Komunikasi tertulis memberi mereka ruang untuk memproses.
“Masalah dengan logika adalah ia mematikan keajaiban.” – Rory Sutherland
Panggilan telepon yang mengharuskan respons cepat bisa terasa menekan. Dengan teks, mereka bisa menyusun jawaban yang lebih cermat dan bermakna. Hal ini membuat kualitas komunikasi jadi lebih baik.
Itu pertanda prosesor yang cermat, dan banyak orang yang ragu-ragu menelepon termasuk dalam kategori ini.
5. Menyalurkan Kecemasan Jadi Kekuatan
Kecemasan tidak selalu buruk, karena bisa mengarah ke bentuk komunikasi yang lebih terencana. Orang yang takut menelepon sering kali menjadi penulis email yang efisien dan ringkas. Mereka merancang komunikasi untuk menghindari kesalahan.
Sekitar 80% generasi milenial merasa cemas saat membuat atau menerima panggilan telepon.
Kecemasan justru membuat mereka lebih siap dan terstruktur. Dalam kerja tim, mereka bisa jadi pengatur informasi yang sangat andal. Hal ini mencerminkan gaya komunikasi yang cerdas dan strategis. Mereka menyalurkan kecemasan itu ke dalam persiapan informasi yang tepat.
Advertisement
6. Mereka Sangat Berempati
Empati tinggi membuat mereka sensitif terhadap suasana hati orang lain. Panggilan langsung bisa terasa berat secara emosional, terutama jika situasinya tidak ideal. Dengan teks, mereka bisa memproses dan merespons dengan bijak.
Menelepon secara tiba-tiba terasa seperti menyelami lubuk hati terdalam orang lain tanpa rompi pelampung.
Waktu dan jarak memberi mereka kemampuan untuk merespons lebih tulus. Empati bukan berarti selalu siap sedia, tapi tahu kapan harus hadir dengan sepenuh hati. Inilah alasan mengapa mereka memilih komunikasi tertulis lebih dulu.
7. Menjaga Batasan
Panggilan telepon bisa dianggap sebagai gangguan yang melanggar batas pribadi. Orang-orang ini biasanya menghargai kontrol terhadap waktu dan ruang mental. Mereka lebih nyaman dengan komunikasi yang bisa mereka pilih waktunya.
Beberapa orang berfungsi lebih baik ketika mereka memiliki kendali atas kapan dan bagaimana mereka berkomunikasi.
Kebiasaan ini bukan bentuk antisosial, tapi justru menunjukkan kesadaran akan kebutuhan pribadi. Ketika mereka memilih untuk menelepon, itu biasanya keputusan yang disengaja dan bermakna. Norma ini juga dipengaruhi oleh perbedaan budaya. Panggilan telepon belum tentu menjadi standar utama koneksi di mana-mana.
Advertisement
