Pemkot Tangerang Gelar Pasar Murah, Antisipasi Kenaikan Harga Pangan

Kendalikan inflasi daerah sekaligus menekan kenaikan harga beras yang kini tengah melanda masyarakat, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) di 39 lokasi yang tersebar di 13 kecamatan se-kota Tangerang.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 19 Feb 2024, 20:01 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2024, 20:01 WIB
Tekan Kenaikan Harga Bahan Pokok, Ada Gerakan Pangan Murah di 39 Lokasi Kota Tangerang
Kendalikan inflasi daerah sekaligus menekan kenaikan harga beras yang kini tengah melanda masyarakat, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) di 39 lokasi yang tersebar di 13 kecamatan se-kota Tangerang.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) di 39 lokasi yang tersebar di 13 kecamatan. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan inflasi juga menekan kenaikan harga beras.

Penjabat (Pj) Wali Kota Tangerang, Nurdin berharap, GPM yang rutin dilaksanakan di kota Tangerang tersebut bisa membantu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.

“Kita di Kota Tangerang melakukan operasi pasar murah, dalam rangka ikut mengendalikan inflasi di Kota Tangerang, khususnya komuniti beras dan komuniti lainnya,” tutur Nurdin, Senin (19/2/2024).

Fia juga mengatakan, dengan pasar murah, harganya jauh lebih terjangkau jika dibandingkan harga-harga di pasaran. Seperti harga beras yang dapat dibeli dengan harga Rp 52.000 per 5kg. 

 “Sampai saat ini kita sudah menyalurkan 2.664 karung beras atau setara 133 ton, dengan harga jual sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) pemerintah yaitu 10.400 /kg,” jelasnya. 

Nurdin mengatakan, kegiatan ini akan terus dilakukan jika terjadi peningkatan. Setidaknya, selama satu bulan penuh akan dilakukan.

Lalu, kalau nanti melihat perkembangan beras terus naik, maka akan terus lanjutkan gerakan pangan murah berkolaborasi dengan sumber daya yang ada. 

"Kami imbau dan terus kami sosialisasikan, di tengah harga beras yang naik untuk memanfaatkan penjualan beras SPHP seharga Rp52 ribu per lima kilo atau Rp10.400 perkilo," ungkap Nurdin. 

 

Program Lainnya

Selain GPM, Pemkot Tangerang juga telah menjalankan sejumlah program dalam upaya membantu pemenuhan kebutuhan masyarakat sekaligus dalam rangka pengendalian inflasi daerah.

"Seperti dengan meningkatkan perekonomian dan distribusi produk langsung ke permukiman-permukiman melalui program Warung Qta dan juga mobil Belanja Gampang (Si Jampang),"katanya.

 Diketahui, sejumlah komoditi yang tersedia di Gerakan Pangan Murah on the road selain beras, ialah gula pasir Rp16 ribu per kilo, minyak goreng Rp13.500 per liter, frozen food mulai dari Rp15 ribuan, daging ayam Rp28 ribu per ekor, daging sapi Rp95 ribu per kilo serta telur dan aneka cabai yang juga di bawah harga pasaran.

Penyebab Beras Langka dan Mahal

Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori menyoroti ketentuan harga eceran tertinggi (HET) beras sebagai dalang dibalik beras langka dan mengalami kenaikan harga. Bukan karena mafia yang belum ada bukti jelasnya, ia lebih melihat HET sebagai faktor utama yang membuat perdagangan beras saat ini bermasalah.

Menurut catatannya, harga gabah kering panen di Jawa Timur saat ini sudah berada di angka Rp 8.400-8.700 per kg. Sementara untuk jadi produk beras harganya berada di kisaran Rp 15.750-16.600 per kg, dengan proses penggilingan dari padi menjadi beras (rendemen) 53 persen.

Sementara pemerintah mengatur HET beras untuk zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi) di angka Rp 10.900 untuk beras medium, dan Rp 13.900 untuk beras premium.

"Di Jalur Sumsel, harga gabah kering panen hari-hari ini Rp 7.500 per kg. Untuk jadi beras sudah di harga Rp 14.200 per kg. Sementara HET beras premium jauh di bawah itu, Rp 13.900 per kg. Ini yang membuat pedagang beras dan penggilingan padi menjerit," jelas Khudori kepada Liputan6.com, Senin (19/2/2024).

Oleh karenanya, ia mengatakan, pedagang dan penggilingan padi tidak lagi memasok ke ritel-ritel modern karena merugi. Sebab pengelola supermarket tidak berani melanggar HET.

Jika pedagang dan penggilingan tetap ingin menjual produknya di ritel atau pasar modern, rata-rata pengelola ritel meminta harga di bawah HET Rp 13.900 per kg agar tidak merugi.

"Kalau peritel modern ambil untung Rp 200 per kg, berarti terima dari pedagang atau penggilingan Rp 13.700 per kg. Jika untung peritel lebih gede dari itu, harga dari pedagang atau penggilingan lebih rendah lagi. Alias kerugian pedagang/penggilingan lebih besar lagi," kata Khudori.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya